Minggu, 16 November 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Bedah Buku #Reset Indonesia

    Bedah Buku #Reset Indonesia: Membongkar Kegagalan Sistemik Negeri Ini

    silent revolution

    Prof. Alimatul Qibtiyah Sebut Silent Revolution sebagai Wajah Gerakan Perempuan Indonesia

    Alimat

    Alimat Teguhkan Arah Gerakan Perempuan Lewat Monev Sosialisasi Pandangan Keagamaan KUPI tentang P2GP

    mahasiswa dan diaspora Indonesia di Sydney

    Mahasiswa dan Diaspora Indonesia di Sydney Tolak Soeharto Jadi Pahlawan Nasional

    Soeharto

    Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto

    Pahlawan Soeharto

    Ketua PBNU hingga Sejarawan Tolak Gelar Pahlawan Soeharto, Dosanya Besar bagi NU dan Masyarakat

    Disabilitas

    Di UNIK Cipasung, Zahra Amin: Jadikan Media Digital Ruang Advokasi bagi Penyandang Disabilitas

    Bagi Disabilitas

    Rektor Abdul Chobir: Kampus Harus Berani Melahirkan Gagasan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas

    Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    4 Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Pesantren sebagai Tempat

    Pesantren: Tempat Pembentukan Peradaban

    Perkawinan Anak

    Perkawinan Anak di Desa: Tradisi yang Harus Diakhiri

    10 Ribu Di Tangan Istri yang Tepat

    Degradasi Nilai Perempuan dalam Tren “10 Ribu Di Tangan Istri yang Tepat”

    Tumbler

    Tumbler: Antara Komitmen Jaga Bumi atau Gaya Hidup Masa Kini

    Gus Dur yang

    Di Balik Cinta dan Kebencian kepada Gus Dur

    Pendidikan Perempuan Rahmah el-Yunusiyah

    Strategi Rahmah El-Yunusiyah Memajukan Pendidikan Perempuan

    Kontroversi Gus Elham

    Kontroversi Gus Elham: Dakwah dan Gelombang Reaksi Publik

    Rahmah el-Yunusiyah sudah

    Jika Rahmah el-Yunusiyah Sudah Memulai Sejak 1900, Mengapa Kita Masih Berdebat Soal Pendidikan Perempuan?

    Memandang Disabilitas

    Menata Ulang Cara Kita Memandang Disabilitas

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Bedah Buku #Reset Indonesia

    Bedah Buku #Reset Indonesia: Membongkar Kegagalan Sistemik Negeri Ini

    silent revolution

    Prof. Alimatul Qibtiyah Sebut Silent Revolution sebagai Wajah Gerakan Perempuan Indonesia

    Alimat

    Alimat Teguhkan Arah Gerakan Perempuan Lewat Monev Sosialisasi Pandangan Keagamaan KUPI tentang P2GP

    mahasiswa dan diaspora Indonesia di Sydney

    Mahasiswa dan Diaspora Indonesia di Sydney Tolak Soeharto Jadi Pahlawan Nasional

    Soeharto

    Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto

    Pahlawan Soeharto

    Ketua PBNU hingga Sejarawan Tolak Gelar Pahlawan Soeharto, Dosanya Besar bagi NU dan Masyarakat

    Disabilitas

    Di UNIK Cipasung, Zahra Amin: Jadikan Media Digital Ruang Advokasi bagi Penyandang Disabilitas

    Bagi Disabilitas

    Rektor Abdul Chobir: Kampus Harus Berani Melahirkan Gagasan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas

    Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    4 Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Pesantren sebagai Tempat

    Pesantren: Tempat Pembentukan Peradaban

    Perkawinan Anak

    Perkawinan Anak di Desa: Tradisi yang Harus Diakhiri

    10 Ribu Di Tangan Istri yang Tepat

    Degradasi Nilai Perempuan dalam Tren “10 Ribu Di Tangan Istri yang Tepat”

    Tumbler

    Tumbler: Antara Komitmen Jaga Bumi atau Gaya Hidup Masa Kini

    Gus Dur yang

    Di Balik Cinta dan Kebencian kepada Gus Dur

    Pendidikan Perempuan Rahmah el-Yunusiyah

    Strategi Rahmah El-Yunusiyah Memajukan Pendidikan Perempuan

    Kontroversi Gus Elham

    Kontroversi Gus Elham: Dakwah dan Gelombang Reaksi Publik

    Rahmah el-Yunusiyah sudah

    Jika Rahmah el-Yunusiyah Sudah Memulai Sejak 1900, Mengapa Kita Masih Berdebat Soal Pendidikan Perempuan?

    Memandang Disabilitas

    Menata Ulang Cara Kita Memandang Disabilitas

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Mengenang Pipiet Senja; Terima Kasih telah Mewarnai Masa Remajaku

Pipiet Senja tak hanya penulis yang berbagi cerita, tetapi ia juga membuka cakrawala dan wawasan para santri saat itu

Zahra Amin Zahra Amin
2 Oktober 2025
in Personal, Rekomendasi
0
Pipiet Senja

Pipiet Senja

1.6k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Kabar duka menyeruak di beranda media sosialku. Pipiet Senja telah wafat pada 29 September 2025. Dia meninggalkan jejak karya, termasuk nostalgia di masa remajaku, di masa abu-abu putih di Jombang Jawa Timur. Melalui ragam novelnya itu, aku menjadi penikmat baca, dan setiap kali ada teman santri yang punya novel baru Pipiet Senja, bisa kita pastikan akan beredar dari kamar ke kamar. Ya, kami bergantian membaca novelnya itu.

Salah satu novel Pipiet Senja yang melekat dalam ingatan adalah “Namaku Maysarah”. Penulisan novel ini terkemas dengan nuansa islami, dan mengambil kerusuhan Mei 1998 di Jakarta sebagai inspirasi.

Novel Namaku Maysarah (2001) menceritakan tentang kisah May Ling, seorang dara Tionghoa asal Medan yang mengarungi hidup penuh kegetiran dan perjuangan bersama suaminya, Monang, pemuda muslim Batak. Ia harus berhadapan beragam persoalan mulai tradisi, politik, ekonomi hingga hidayah datang kepadanya.

Bagi kami para santri yang tinggal di bilik pesantren, dengan membaca novel ini jadi lebih memahami bagaimana tragedi Mei 1998 menjadi momok menakutkan bagi para perempuan keturunan Tionghoa. Pipiet Senja tak hanya penulis yang berbagi cerita, tetapi ia juga membuka cakrawala dan wawasan para santri saat itu, yang tak hanya mengenal belajar dan mengaji.

Pipiet Senja dalam Kenangan

Dalam obituari untuk Pipet Senja yang ditulis AS Laksana di laman Facebooknya, ia menuliskan “Serenda Pipit Senja”. Aku sependapat dengan AS Laksana, ketika membaca novel Pipiet Senja selalu membuat kita menangis, menarik-narik ingatan pada luka, lara, masa-masa kelam yang tak bisa terlupakan. Bahkan berapa jenak, lara itu mengendap lama, membuat kita layu dan kelu, tak sanggup melanjutkan membaca novel.

Berdasarkan obituari AS Laksana itu, nama asli Pipiet Senja adalah Etty Hadiwati Arief. Ia lahir di Sumedang, 16 Mei 1956, dan sejak remaja sudah akrab dengan dunia menulis. Hidupnya, sejak kecil, tertempa oleh penyakit thalassemia—kelainan darah yang membuatnya harus menjalani transfusi seumur hidup. Dokter pernah meramalkan usianya tak akan panjang. Tetapi Pipit bertahan, menulis, dan menjalani hidup dengan penuh perlawanan.

Orang tuanya berjuang keras. Ibunya menjual semua perhiasan mahar untuk biaya pengobatan, sementara ayahnya—seorang pejuang ’45—mengajak kawan-kawan seperjuangannya menyumbangkan darah. Dalam catatannya di usia 69 tahun, Pipit menulis, “Kubayangkan darah itu, kebanyakan dari prajurit TNI, sudah sekolam jika dikumpulkan, atau mungkin sedanau.”

Pipit menjalani masa rumah tangga yang tidak mudah. Ia tinggal serumah dengan mertua yang kerap menyesali pernikahan anaknya, sementara suaminya sering melakukan kekerasan. Namun dalam tubuh yang ringkih, ia tetap melahirkan dua anak: Haekal dan Azimattinur.

Ia juga mengalami masa-masa nyaris mati. Pada suatu malam tahun 1990, di ruang UGD yang penuh korban keracunan biskuit, tubuhnya sempat didorong ke arah kamar jenazah karena dianggap meninggal. Ia bangun saat brankarnya bergerak, membuat dua perawat yang mendorongnya lari ketakutan.

Menulis Tanpa Henti

Setelah pernikahannya berakhir pada 2013, Pipit semakin banyak menulis. Ia sering kesulitan mencari tempat yang tenang. Pernah, ia memilih tinggal sementara di masjid At-Tin, Taman Mini.

Ada kalanya orang asing memberinya nasi bungkus, mengira ia tunawisma. Pipit menerimanya dengan senyum, lalu makan sambil menangis. Bahkan ia bisa menertawakan diri sendiri: “Ternyata nikmat sekali nasi bungkus lauk tempe tahu ala kadarnya campur rasa asin air mataku sendiri.”

Rasa sakit, kesepian, juga keterbatasan mewarnai hidupnya. Namun yang lebih kuat adalah kegigihannya. Pipit menulis tanpa henti, mendirikan penerbitan, menjadi mentor menulis, dan hadir di berbagai forum penulis di dalam dan luar negeri. Mulai dari Mesir, Hong Kong, hingga Arab Saudi.

Pada akhirnya, ia tetap tidak pernah memiliki rumah sendiri. Pipit tinggal bersama anak-anaknya. Ketika tubuhnya kian ringkih, hatinya tetap penuh cahaya. Akhirnya Pipit tutup usia pada 29 September 2025, dalam usia 69 tahun.

Menulis Pengalaman Perempuan

Pipet Senja, satu di antara penulis yang menulis tentang pengalaman perempuan, adalah sesuatu yang langka. Karena ia tidak hanya menulis, tapi menyuarakan aspirasi kaum perempuan yang seringkali lirih bahkan tak terdengar. Ia tak muncul di ruang publik, karena seringkali menampilkan cerita internal relasi antar individu dan keluarga sehingga dianggap tabu untuk diperbincangkan.

Selain itu, meminjam catatan Simone de Beauvoir (1908-1986) dalam “Perempuan dan Kreativitas”, melalui buku antologi Hidup Matinya Sang Pengarang  bahwa ada rintangan besar pada perempuan di setiap profesi -termasuk profesi sebagai penulis ini, yakni mereka tidak dibayar setinggi laki-laki. Mereka tidak diberi jabatan yang sama dalam kedudukan resmi yang sama. Bahkan, mereka gagal memperoleh bakat yang sama dengan laki-laki.

Bakat dalam pandangan Simone bukanlah sesuatu yang terbawa dari lahir, sama seperti predikat genius. Bakat adalah sesuatu yang kita peroleh melalui usaha, berani menghadapi kesulitan, berusaha mengatasinya dan dipaksa untuk tampil unggul. Barulah bakat akan terungkap, dan kesempatan ini tidak diberikan pada perempuan. Karena seringkali perempuan enggan untuk berpetualang di wilayah yang serba sulit, sementara tubuhnya terikat dengan berbagai bentuk kerja domestik yang terus berulang dan tak berkesudahan.

Perempuan Tangguh Itu

Pipiet Senja juga adalah satu di antara perempuan tangguh itu, yang memilih bertahan ketika hidup tak memberinya banyak pilihan. Bahkan meski ia menjadi penyintas kekerasan dalam rumah tangga, ia tetap memilih berjuang untuk hidup melalui dunia kepenulisan.

Kini ketika banyak orang mengenang dan menuliskan tentang kisah hidupnya, novel-novel yang pernah ia tuliskan menjadi kian hidup dan bernyawa. Jadi, meski raganya telah mati, semangat Pipiet Senja akan terus mengada dan abadi dalam ingatan banyak orang.

Sayangnya, hingga hari ini isu yang tergali oleh penulis perempuan seringkali dianggap tidak penting. Padahal ia adalah bagian yang tak pernah lepas dari kehidupan perempuan, sepanjang hayatnya, dari matahari terbit hingga tenggelam kembali di ufuk barat, perempuan terus berjibaku menyelesaikan tugas-tugas kemanusiaannya.

Karena itu pengalaman perempuan adalah sah sebagai basis pengetahuan. Diskriminasi terhadap perempuan dan karyanya  menurut Prof. Aquarini jika melihat data ensiklopedia sastra Indonesia Kemendikbud RI, dari total 246 penulis yang terdaftar, hanya 40 penulis perempuan. Beberapa nama penulis perempuan bahkan tidak terdokumentasikan.

Maka, kita patut berterima kasih pada Pipiet Senja, terutama bagi generasi 90-an akhir dan 2000-an awal, ketika kita belum intens mengenal internet. Melalui novel karya Pipiet Senja, masa remaja kita menjadi penuh warna. Selamat jalan Pipiet Senja, semoga di Indonesia kelak akan lahir kembali penulis-penulis perempuan sepertimu, yang tak hanya menyuguhkan cerita, tapi juga narasi suara perempuan yang lantang, dan tak pernah patah arang. []

Tags: pengalaman perempuanPenulis PerempuanPipiet SenjaremajaSimone de Beauvoir
Zahra Amin

Zahra Amin

Zahra Amin Perempuan penyuka senja, penikmat kopi, pembaca buku, dan menggemari sastra, isu perempuan serta keluarga. Kini, bekerja di Media Mubadalah dan tinggal di Indramayu.

Terkait Posts

Pengalaman Perempuan
Personal

Membincang Perceraian yang Berpihak pada Pengalaman Perempuan

30 Oktober 2025
La Rimpu
Personal

Di Balik Tirai La Rimpu, Ketika Cinta Kasih Menjadi Keluarga

27 September 2025
Menikah
Personal

Menikah atau Menjaga Diri? Menerobos Narasi Lama Demi Masa Depan Remaja

21 Agustus 2025
Reproduksi
Hikmah

Pentingnya Edukasi Kesehatan Reproduksi bagi Remaja Laki-Laki dan Perempuan

18 Agustus 2025
Perubahan
Hikmah

Mengenal Perubahan Emosi dan Seksualitas pada Remaja

18 Agustus 2025
Ekofeminisme
Publik

Ekofeminisme; Perempuan yang Berjuang Mempertahakan Ruang Hidup

13 Agustus 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Degradasi Nilai Perempuan dalam Tren “10 Ribu Di Tangan Istri yang Tepat”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perkawinan Anak di Desa: Tradisi yang Harus Diakhiri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pesantren: Tempat Pembentukan Peradaban

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bedah Buku #Reset Indonesia: Membongkar Kegagalan Sistemik Negeri Ini

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Pesantren: Tempat Pembentukan Peradaban
  • Perkawinan Anak di Desa: Tradisi yang Harus Diakhiri
  • Tangis di Ujung Sajadah
  • Degradasi Nilai Perempuan dalam Tren “10 Ribu Di Tangan Istri yang Tepat”
  • Bedah Buku #Reset Indonesia: Membongkar Kegagalan Sistemik Negeri Ini

Komentar Terbaru

  • Refleksi Hari Pahlawan: Tiga Rahim Penyangga Dunia pada Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto
  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID