Mubadalah.id – Kesalehan Individual adalah seni merawat jiwa, kesalehan sosial merupakan pelengkapnya yang bertransformasi diluar kendali jiwa secara spiritual dalam menumbuhkan Eko-Psikologi
Berbicara kesadaran ekologi tidak jauh-jauh dari kesadaran psikologi seseorang dan komunitas. Ketika kesadaran tersebut mengakar dalam tindakan, jaminan kedepannya adalah kesuburan peradaban.
Ber-ekologi hakikatnya tidaklah memandang status sosial seseorang, ia dengan sukarela membuka diri untuk manusia dan alam pikirannya. Dalam konteks ini, pemahaman ekologi tidak sekedar “mandeg” dalam wacana ilmiah, namun ia lebih menjorok ke laku spiritual yang berakar pada keinsafan diri sebagai makhluk.
Kira-kira dari sinilah concern Eko-Psikologi yang menyatukan antara nilai transendeni, yang insani dan natural, dan berperadaban.
Eko-Psikologi ; Jembatan Antara Jiwa dan Bumi
Salah satu paradoks terbesar peradaban saat ini adalah bahwa krisis lingkungan terjadi di tengah dunia yang masih sangat religius. Saya sentil sedikit, menilik pengamatan BRIN, bahwa ketersediaan air di IKN Cuma 0,5% & Bakal Makin Susut Lagi. Bangunan yang digadang-gadang akan harum itu sementara ini terkesan malah menyita jatah hidup tanah, tumbuhan dan hewan.
Ada lagi, kerok-kerokan tambang kembali beroperasi dengan legal, deforestasi dan alih fungsi lahan, pencemaran lingkungan, dan yang lainnya. Faktanya seluruh dunia mengaku beriman dan beribadah, namun kerusakan ekologis tetap melaju tanpa henti, ada apa ?
Jawaban sementara yakni terletak pada pemisahan artifisial antara “yang sakral” dan duniawi, yang spiritual dan material, ibadah dan kehidupan keseharian. Kesalehan tereduksi menjadi ritual vertikal kepada Allah, sementara relasi horizontal dengan mahluk berjalan formalitas sebutuhnya saja lain dari bagian spiritualitas.
Nah, dalam hal ini Eko-Psikologi menawarkan jalan keluar, Ia mengajak kita mengenali bahwa kesejahteraan psikologis, integrasi spiritual, dan kesehatan ekologis merupakan tiga dimensi dari satu realitas yang sama.
Eko-Psikologi ini bertumpu pada hal sederhana namun revolusioner, nahas kesehatan psikologis diplanet yang sakit, dan tidak ada planet yang sehat di tengah masyarakat yang sakit jiwanya.
Kesehatan mental manusia dan ekosistem bumi adalah dua sisi dari kemaslahatan. Roszak, pelopor eko-psikologi menyatakan adanya relasi yang kuat antara represi kesadaran ekologi searah dengan rusaknya represi seksual ala Freud. Jika seseorang menderita “ketidaksadaran ekologis kolektif” ia akan buta kesadaran terhadap bagian integral dari alam.
Oleh karena itu, selayaknya Eko-psikologi menjadi titik berangkat kesadaran ekologi.
Kesalehan Individual dan Sosial Senjata Andalan Ber-Ekologi
Dalam hal ini, kesalehan Individual dianalogikan sebagai seni merawat Jiwa. Sementara Kesalehan sosial adalah seni transformasi diri diluar jiwa berbasis spiritualitas.
Bagaimana seni merawat jiwa? teknik merawat jiwa yakni dengan meditasi, dzikir, puasa, olahraga, dan sadar diri. Ini merupakan basis kesalehan individual yang kuat, aktivisme sosial-ekologis rentan menjadi sekadar ideologi tanpa ruh, atau bahkan menutupi luka-luka psikologis yang tidak terselesaikan.
Dalam kacamata Eko-Psikologi, kesalehan individual bukanlah aktivitas yang tepisah dari alam, justeru ia merupakan proses penyadaran kembali akan relasi manusia dengan kehidupan. Salah satu contoh konkrit yaitu, berlelaku Syukur sebagai antithesis dari eksploitasi.
Jika kesalehan individual adalah seni merawat jiwa, kesalehan sosial ini seni transformasi dari luar jiwa, artinya bagaimana spiritualitas manusia bermanifestasi dalam relasi dengan sesame manusia dan seluruh makhluk.
Dalam islam, kesalehan sosial ini terejawantahkan dalam konsep hablum minannas dan amal saleh. Konsep filantropi Islam (zakat, sedekah, wakaf) merupakan bentuk nyata redistribusi kekayaan untuk mencegah akumulasi berlebihan dan memastikan keadilan sosial.
Lebih jauh Eko-psikologi memandang kesalehan sosial tidak hanya pada aspek sosial kepada manusia saja. Ia meluas mencakup seluruh kosmis kehidupan, termasuk hewan, tumbuhan, udara, tanah, dan sungai.
Ini sejalan dengan ajaran Nabi Muhammad SAW: “Barangsiapa yang menanam pohon atau menanam tanaman, lalu dimakan oleh burung, atau manusia, atau hewan, maka itu adalah sedekah baginya.”
Akhirnya, apabila manusia mampu memadukan seni merawat jiwa dan seni transformasi sosial ini, maka yang lahir bukan hanya individu yang sehat secara mental dan spiritual, tapi juga masyarakat yang adil dan bumi yang lestari.
Dalam bahasa Sayyed Hossein Nasr, inilah jalan menuju sacred ecology, ekologi yang tersucikan oleh keinsafan bahwa alam bukan benda mati, tetapi ayat-ayat Tuhan yang hidup. []