• Login
  • Register
Kamis, 3 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hukum Syariat

Mempertahankan Jiwa atau Mempertahankan Kehormatan?

Hifdhun an Nafs atau Hifdu al-'Ird?

Imam Nakhai Imam Nakhai
26/10/2020
in Hukum Syariat, Konsultasi
0
149
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Tulisan ini tidak dalam konteks merespon kasus Rangga, bocah cilik dari Aceh Timur yang meninggal dunia akibat berusaha melindungi Ibunya dari lelaki jahat dan brutal yang ingin memperkosa ibunya. Karena saya yakin, Rangga saat ini sedang digendong para malaikat menuju Surganya, dan kelak akan menjemput dan menuntun ibunya menuju keharibaan Allah. Selamat jalan Rangga, kasih Allah bersamamu dan keluargamu.

Tulisan ini terinspirasi ketika belajar tentang hirarkisitas “Maqhashidus Syari’ah”. Dalam teori maqhashidus syari’ah dijelaskan, bahwa ada 6 kebutuhan primer-elementer untuk mewujudkan kemaslahatan dan kebahagiaan manusia di dunia dan ahirat nanti. kebutuhan primer-elementer dalam istilah usul fiqih disebut dengan “ad-dharuriyatu as-sittah”, yaitu perlindungan terhadap [1] agama, [2] jiwa, [3] Nasl-reproduksi, [4] Aqal, [5] Kehormatan dan [6] harta benda.

Sebagian Ulama menyatakan 6 kebutuhan primer ini bersifat hirarkis, setidaknya urutan yang pertama dan kedua. Sedang urutan selanjutnya ulama-berbeda-beda. Konsekwensi dari hirarkisitas ini, maka jika terjadi kontradiksi antara perlindungan terhadap agama dan perlindungan terhadap jiwa maka harus dikedepankan perlindungan terhadap agama. Demikian pula ketika terjadi konradiktif antara perlindunngan terhadap jiwa dan perlindungan terhadap an-Nasl, maka harus dikedepankan perlindungan terhadap jiwa dengan mengorbankan perlindungan terhadap an-Nasl.

Berdasar teori ini, muncul pertanyaan “bagaimana jika ada seorang perempuan tidak menemukan makanan untuk melindungi hidupnya, kecuali dari seorang yang akan memberinya makan dengan syarat zina dulu?”, atau bagaimana jika seorang ibu hanya mendapatkan susu untuk anak-anaknya dari seorang yang memberikan syarat zina dulu? Apakah perempuan itu boleh melindungi hidupnya dan atau hidup anaknya dengan mengorbankan kehormatannya (an-nasl/al”ird)?

Menjawab pertanyaan ini ulama terbelah menjadi dua pendapat. pendapat pertama mengatakan tidak boleh, ia tetap tidak boleh berzina sekalipun menyebabkan kematiannya dan kematian anaknya. Pendapat ini tentu berseberangan dengan teori hirarkisitas maqhashid di atas.

Baca Juga:

Hak dan Kewajiban Laki-laki dan Perempuan dalam Fikih: Siapa yang Diuntungkan?

Perceraian dalam Fikih: Sah untuk Laki-Laki, Berat untuk Perempuan

Fikih yang Kerap Merugikan Perempuan

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

Pendapat kedua mengatakan Boleh. Perempuan boleh melakukan zina untuk melindungi hidupnya dan juga hidup anak-anaknya. Pendapat ini didukung oleh madzhab Malikiyah. Dalam kitab asy-syarhu al Kabir dikatakan:

الشرح الكبير للشيخ الدردير وحاشية الدسوقي (2/369)
(كَالْمَرْأَةِ لَا تَجِدُ) مِنْ الْقُوتِ (مَا يَسُدُّ) أَيْ يَحْفَظُ (رَمَقَهَا) بَقِيَّةَ حَيَاتِهَا وَلَوْ بِمَيْتَةٍ أَوْ خِنْزِيرٍ (إلَّا لِمَنْ يَزْنِي بِهَا) فَيَجُوزُ لَهَا الزِّنَا لِذَلِكَ وَالظَّاهِرُ أَنَّ مِثْلَهُ سَدُّ رَمَقِ صِبْيَانِهَا قِيَاسًا عَلَى قَوْلِهِ أَوْ قَتْلِ وَلَدِهِ.

Artinya: …. sama dengan perempuan yang tidak menemukan makanan yang berfungsi untuk melindungi nafas terakhirnya, kecuali dari orang yang mau berzina dengannya, maka boleh bagi perempuan itu berzina untuk kepetingan itu, termasuk di dalamnya untuk melindungi nafas terakhir anak-anaknya.

Mengomentari kitab ini, ad-Dasuki menyatakan:
الشرح الكبير للشيخ الدردير وحاشية الدسوقي (2/ 369)
(قَوْلُهُ فَيَجُوزُ لَهَا الزِّنَا لِذَلِكَ) أَيْ لِسَدِّ رَمَقِهَا وَكَانَ الْأَوْلَى أَنْ يَحْذِفَ قَوْلَهُ لِذَلِكَ وَيَقُولَ فَيَجُوزَ لَهَا الزِّنَا بِمَا يُشْبِعُهَا لَا بِمَا يَسُدُّ رَمَقَهَا فَقَطْ، فَإِذَا وَجَدَتْ مَنْ يَزْنِي بِهَا وَيُشْبِعُهَا وَمَنْ يَزْنِي بِهَا وَيَسُدُّ رَمَقَهَا زَنَتْ لِمَنْ يُشْبِعُهَا وَلَوْ كَانَ يَزْنِي بِهَا أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ

Artinya, yang dimaksud boleh berzina, semata untuk melindungi nafas terakhirnya. Apa bila seorang perempuan menemukan seorang yang akan berzina serta mengenyangkannya, dan orang yang akan berzina namun hanya melindungi nafas penghabisannya, maka ia boleh berzina dengan orang yang mengenyangkannya sekalipun harus berzina berkali-kali.

Membaca teks-teks ini, ada perasaan miris dalam hati. benarkah ada seorang lelaki yang tega seperti itu? Ia mau memberi makan atau susu untuk melindungi nyawa seorang perempuan dan anak dengan memberi syarat yang seperti itu? Namun apapun adanya, Jika itu terjadi, maka mulialah seorang perempuan dan seorang ibu yang mengorbankan kehormatannya demi jiwa dan anak-anaknya. Dan alangkah tidak terhormatnya seorang lelaki yang memanfaatkan kesulitan seorang sebagai jalan meraih keuntungan yang sangat tidak terhormat. Wallahu ‘Alam bi Showab. []

Tags: islamkemanusiaanperempuan
Imam Nakhai

Imam Nakhai

Bekerja di Komnas Perempuan

Terkait Posts

Istri Marah

Melihat Istri Marah, Benarkah Suami Cukup Berdiam dan Sabar agar Berpahala?

17 Juni 2025
Perempuan sosial

Perempuan Bukan Fitnah: Membongkar Paradoks Antara Tafsir Keagamaan dan Realitas Sosial

10 Mei 2025
Sunat Perempuan

Sunat Perempuan dalam Perspektif Moral Islam

2 Mei 2025
Metode Mubadalah

Beda Qiyas dari Metode Mubadalah: Menjembatani Nalar Hukum dan Kesalingan Kemanusiaan

25 April 2025
Kontroversi Nikah Batin

Kontroversi Nikah Batin Ala Film Bidaah dalam Kitab-kitab Turats

22 April 2025
Anak yang Lahir di Luar Nikah

Laki-laki Harus Bertanggung Jawab terhadap Anak Biologis yang Lahir di Luar Nikah: Perspektif Maqasid Syari’ah

25 Maret 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Konten Kesedihan

    Fokus Potensi, Difabel Bukan Objek Konten Kesedihan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meninjau Ulang Cara Pandang terhadap Orang yang Berbeda Keyakinan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Perceraian Begitu Mudah untuk Suami?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim
  • Merencanakan Anak, Merawat Kemanusiaan: KB sebagai Tanggung Jawab Bersama
  • Kisah Jun-hee dalam Serial Squid Game dan Realitas Perempuan dalam Relasi yang Tidak Setara
  • Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama
  • Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID