Mubadalah.id – Mengutamakan hak penyandang disabilitas adalah bagian dari upaya menjaga kemaslahatan umum. Namun, hingga hari ini masih banyak orang yang memandang disabilitas sebagai pihak yang terbatas dan kurang produktif.
Cara pandang seperti itu muncul karena minimnya pemahaman tentang potensi luar biasa yang dimiliki para penyandang disabilitas. Faktanya, mereka mampu berkontribusi dalam berbagai bidang, pendidikan, teknologi, seni, hingga dunia kerja profesional.
Memberikan kesempatan yang adil berarti memberi ruang bagi penyandang disabilitas untuk menunjukkan kemampuan yang setara, bahkan sering kali lebih unggul. Sayangnya, sebagian masyarakat masih menganggap mereka sebagai beban sosial.
Pemikiran seperti ini membatasi partisipasi penyandang disabilitas dalam kegiatan sosial, pendidikan, dan lingkungan profesional. Padahal setiap orang berhak memperoleh kesempatan yang sama untuk tumbuh dan berperan aktif.
Nilai Kemanusiaan
Pembahasan mengenai hak disabilitas tak bisa kita lepaskan dari isu kesetaraan dan nilai kemanusiaan. Ada yang mendukung kesetaraan penuh, namun masih banyak pula yang meragukan kemampuan penyandang disabilitas. Menghormati mereka bukan soal belas kasihan, tetapi kewajiban moral sebagai warga negara. Yang mereka butuhkan adalah akses, dukungan, dan ruang bagi mereka untuk tumbuh mandiri.
Kesetaraan baru terwujud ketika semua pihak terlibat dalam membangun lingkungan yang inklusif. Salah satu contohnya adalah workshop yang diselenggarakan Mubadalah.id di Hotel Grand Trysa Cirebon. Kegiatan ini menghadirkan akademisi, aktivis sosial, dan masyarakat umum untuk memperdalam pemahaman tentang hak disabilitas. Peserta diajak melihat realitas diskriminasi, terutama di dunia kerja, sekaligus memahami pentingnya memperlakukan penyandang disabilitas secara adil dan setara.
Penerapan inklusi sosial tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga masyarakat, lembaga pendidikan, dan dunia usaha. Perusahaan dapat menyediakan aksesibilitas dan pelatihan, sementara sekolah perlu menciptakan lingkungan belajar yang ramah disabilitas. Jika kebijakan seperti ini kita jalankan, hak disabilitas tidak lagi sebatas slogan, tetapi hadir nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Meski sudah ada kemajuan, kebijakan publik terkait disabilitas belum merata di seluruh wilayah. Banyak lembaga masih menilai kemampuan penyandang disabilitas berdasarkan keterbatasan fisik, bukan pada potensi yang sebenarnya. Ketimpangan ini harus diatasi melalui kerja sama lintas sektor, disertai kesadaran sosial yang kuat agar penghormatan terhadap hak disabilitas benar-benar diwujudkan.
Regulasi Disabilitas
Untuk memperkuat dasar hukum, UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas menegaskan bahwa setiap warga negara memiliki hak dan kesempatan yang sama tanpa diskriminasi. Dengan menerapkan nilai kemaslahatan umum, masyarakat dapat hidup lebih inklusif dan saling menghormati perbedaan.
Salah satu hal penting dalam menghormati penyandang disabilitas adalah tidak langsung memberi bantuan tanpa izin. Bagi seseorang yang menggunakan kursi roda, alat bantu itu dianggap bagian dari tubuhnya. Karena itu, meminta izin sebelum membantu bukan hanya sopan santun, tetapi bentuk penghargaan terhadap hak dan kendali diri mereka.
Banyak tokoh penyandang disabilitas telah membuktikan diri sebagai bagian penting dalam kehidupan sosial, berbangsa, dan bernegara. Mereka menunjukkan bahwa keterbatasan fisik bukan alasan untuk mengurangi martabat, potensi, ataupun kontribusi mereka.
Mengubah cara pandang masyarakat dari rasa kasihan menuju sikap menghormati adalah langkah penting untuk mewujudkan keadilan dan inklusi. Setiap orang memiliki peran dalam memastikan hak penyandang disabilitas terlindungi, dihargai, dan diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan. []












































