Mubadalah.id – Fenomena backburner sebagai hubungan ‘abu-abu’ sedang marak saat ini terutama di kalangan gen z. Hubungan backburner memberikan rasa ‘aman’ sebab bebas komitmen sehingga tidak perlu repot dengan tanggung jawab tertentu.
Backburner atau hubungan tanpa kejelasan menempatkan seseorang sebagai cadangan atau pilihan kedua. Hubungan ini hanyalah hubungan menggantung yang menyebabkan kecemasan karena tidak ada kepastian. Tentu saja, Islam tidak mengenal hubungan menggantung seperti ini. Tujuan relasi dalam Islam adalah sakinah atau ketenangan. Backburner sudah sangat gagal sebagai konsep dasar relasi dalam Islam.
Dalam berelasi, Islam memiliki tiga pilar keadilan
1. Khitbah (kejelasan niat dan komitmen)
Melakukan khitbah (peminangan) yang jelas untuk mengawali hubungan yang serius, menunjukkan kesungguhan dan tanggung jawab. Dalam praktiknya, backburner sudah sangat jelas menghindari khitbah dan lepas tanggung jawab. Penangguhan komitmen yang tidak adil (dharar) membuat pihak yang digantung terperangkap dalam harapan palsu. Padalah, Islam melarang untuk menyakiti hati orang lain apalagi dengan niat mempermainkan.
Diriwayatkan dari Ubadah bin Ash-Shamit bahwa Rasulullah SAW memutuskan “lā dharara wa lā dhirār“. Artinya: Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh membahayakan orang lain.
Dalam kasus ini, hubungan backburner menimbulkan kemudaratan (kerugian) bagi salah satu atau kedua belah pihak. Maka dari itu, Islam secara jelas menolak dan melarang segala bentuk hubungan yang tidak bertanggung jawab, tidak komitmen, dan dapat menimbulkan kerugian bagi individu maupun masyarakat.
2. Shidq (kejujuran dan ketulusan)
Kejujuran (shidq) harus ada dalam membangun setiap hubungan. Tidak ada ruang untuk manipulasi atau niat tersembunyi. Tarik-ulur, datang dengan manis, lalu menghilang tiba tiba, datang lagi, lalu menghilang lagi, begitu setersunya.
Sudah jelas, pelaku backburner tidak jujur kepada dirinya sendiri maupun pasangan utamanya (jika ada). Dia masih menjalin hubungan ke orang lain dan menjadikan yang lainnya sebagai cadangan, atau menjalin banyak hubungan tanpa kejelasan. Padahal, kejujuran adalah inti dari akhlakul karimah sebagai muslim dan muslimah.
“…Tinggalkanlah apa yang meragukanmu menuju apa yang tidak meragukanmu. Sesungguhnya kejujuran itu ketenangan (ṭuma’nīnah), dan kebohongan itu keraguan (rībah).” (HR. Tirmidzi, Hadis Hasan Shahih).
Hadis ini menegaskan bahwa kejujuran (shidq) menghasilkan ketenangan jiwa (ṭuma’nīnah). Membangun hubungan dengan tidak jujur dan komitmen yang tulus hanya akan menghasilkan kegelisahan, bukan ketenangan jiwa.
3. Iffah (menjaga kehormatan dan batasan)
Muslim dan muslimah diperintahkan untuk menjaga iffah (kehormatan) dan batasan interaksi (ghadul bashar) untuk menghindari fitnah. Pada praktik backburner, menjaga kontak intens dengan seseorang yang tidak memiliki komitmen serius dan membuka pintu fitnah dan mengikis iffah, serta menyia-nyiakan waktu dan hati yang seharusnya dijaga untuk hubungan serius yang akan datang kelak.
“Wahai para pemuda, barang siapa yang memiliki ba’ah (kemampuan), maka menikahlah. Karena itu lebih akan menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu bagai obat pengekang baginya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini memberikan dua solusi jelas untuk relasi yaitu menikah (komitmen sah) atau puasa (menjaga diri / iffah). Tidak ada opsi “memelihara cadangan” atau backburner yang menggantung di tengah-tengah.
Dampak Korban Backburner
Keraguan yang timbul akibat menjalani hubungan backburner adalah kecemasan dan menjadikan hati tidak tenang. Selain itu, terdapat tiga dampak utama ketika kita menjadi korban hubungan backburner, yaitu:
Menurunkan karamah (martabat)
Status menjadi ‘cadangan’ mereduksi nilai seorang laki-laki dan perempuan. Padahal islam sangat menghargai manusia sebagai individu yang memiliki harga diri, bukan sebagai objek yang bisa disimpan atau dijadikan opsi.
Menghancurkan sakinah
Sakinah adalah ketenangan, kedamaian, ketentraman. Menjadi backburner membuat hati tidak tenang karena terus-menerus menunggu dan ragu. Backburner adalah racun dan penghancur sakinah/ ketentraman jiwa.
Sebelum menjalin hubungan backburner, kita begitu produktif menjalani segala aktivias karena tidak dalam perasaan cemas, namun setelah menjalani backburner, produktivitas menurun karena sering overthinking yang timbul akibat terperangkap harapan palsu.
Kosekuensi dharar (kerugian)
Praktik backburner, sangat menguras energi karena banyak menimbulkan kerugian emosional, psikologis, dan potensi kerugian dalam mendapatkan jodoh yang lebih baik.
Maka bagaimana bisa keluar dari lingkaran setan ini?
Terjebak dalam hubungan menggantung memang agak candu. Pada mulanya, kita mendapatkan kata-kata dan janji-janji manisnya, seolah akan terealisasi kelak saat menjalin hubungan yang legal. Lalu, sikap si pelaku mulai berubah, menjadi cuek dan tidak ada manis-manisnya.
Hal ini yang dapat menimbulkan kecemasan dan hilangnya ketenangan hati (selalu overthinking). Hari berikutnya, mendapatkan perlakuan manis, membuat kita mudah memaafkan perilakunya kemarin yang tidak mengenakkan.
Berikutnya, sikapnya berubah lagi bahkan menghilang tanpa kabar, yang membuat kita meragukan diri sendiri “apa yang salah dari aku?”, dan begitu seterusnya. Apabila tidak ada tindakan tegas pada diri kita, maka lingkaran setan ini tidak bisa berhenti. Maka dari itu perlu adanya batasan dan ketegasan dalam diri kita, melalui:
Tawakkal dan Istikhara
Mengubah kecemasan dengan berpegang pada tawakkal (berserah diri sepenuhnya pada Allah) dan menggunakan istikhara (memohon petunjuk) untuk mengambil keputusan yang tegas.
Mengutamakan kualitas diri dan akhlak
Fokus pada pengembangan diri seperti belajar hal baru, melakukan hobi, ikut organisasi atau komunitas, meningkatkan karir, dan juga meningkatkan iman dan taqwa. Nilai sejati seorang muslim dan muslimah ada pada akhlak dan taqwanya, bukan pada status hubungannya.
Membuat Batasan (hifz)
Membuat batasan atau set boundaries adalah keharusan dan menjaga diri (hifzh) adalah kewajiban. Kita harus berani membuat batasan dan tegas untuk memutus kontak yang tidak jelas. Selalu mengingat, jika dia kembali bersikap manis tidak perlu terkecoh, sebab kita adalah manusia yang memiliki value yang berharga, bukan sekedar objek untuk menyenangkan orang-orang yang hanya ingin singgah namun tidak serius.
Backburner adalah praktik yang bertentangan dengan konsep relasi islam. Muslim dan muslimah berhak mendapatkan hubungan yang atas dasar sakinah, mawaddah, dan rahmah. Melepaskan ikatan yang tidak jelas adalah langkah menuju takdir (qadar) yang lebih baik dan lebih berkah. []










































