Mubadalah.id – Film Kopi Pangku karya Reza Rahadian menghadirkan kisah yang begitu dekat dengan realitas kehidupan perempuan Indonesia. Di balik cerita yang ia tampilkan, terdapat riset dan pengamatan sosial yang Reza lakukan, sehingga setiap adegan terasa hidup dan berakar pada fenomena nyata di tengah masyarakat.
Film ini tidak hanya sekedar menyadarkan adanya kondisi dan relitas sekitar yang kita anggap tabu. Tetapi juga refleksi sosial yang menyingkap lapisan-lapisan ketimpangan, stigma, dan perjuangan perempuan dalam menghadapi kerasnya hidup.
Melalui perjalanan tokoh utamanya, film ini memperlihatkan bagaimana perempuan masih menjadi kelompok yang paling rentan di tengah sistem sosial yang tidak berpihak pada mereka. Tokoh perempuan dalam film ini tergambarkan sebagai sosok yang berjuang sendirian di tengah kondisi Ia hamil di luar pernikahan.
Sebuah kondisi yang di masyarakat kita masih menganggapnya aib besar tanpa mendapat dukungan. Dia justru terusir dari rumah dan kehilangan tempat berlindung. Dari sini, film ini memperlihatkan wajah nyata dari moralitas sosial yang sering kali tidak adil. Ketika perempuan menanggung kehamilan, sementara laki-laki yang seharusnya turut bertanggung jawab justru bebas tanpa stigma.
Kisah ini menggambarkan kenyataan yang masih sering terjadi dalam kehidupan nyata. Banyak perempuan yang mengalami hal serupa. Terhakimi karena kehamilan, diperlakukan tidak manusiawi oleh keluarga atau lingkungan, dan akhirnya harus bertahan hidup dengan cara mereka sendiri.
Sisi Lain Kehidupan Perempuan
Melalui kisah ini, mengajak penonton menatap sisi lain dari kehidupan perempuan yang kerap terpinggirkan. Bukan sekadar sebagai korban, tetapi sebagai individu yang memiliki daya hidup dan keberanian luar biasa. Pengalaman perempuan kondisi yang diceritakan dalam film memperlihatkan kondisi kerentanan berlapis yang perempuan alami.
Reza Rahadian dengan sensitifitasnya menampilkan perempuan sebagai subjek yang aktif dalam perjalanan hidupnya. Sosok yang berjuang, mencintai, mengambil keputusan, dan memaknai hidup dengan caranya sendiri. Film ini bukan hanya menujukkan penderitaan perempuan, tetapi juga merayakan ketangguhan, kemandirian, dan kemampuan mereka untuk memulai kembali. Meskipun dunia sering kali tidak memberi ruang yang adil.
Kondisi tersebut menggambarkan adanya lapisan-lapisan kerentanan yang perempuan alami. Lapisan pertama adalah kerentanan sosial, ketika perempuan menghadapi stigma dan penghakiman moral. Perempuan dituntut menjaga kehormatan, sementara hak-haknya sering terabaikan. Lapisan kedua adalah kerentanan ekonomi. Setelah terusir dari rumah, harus berjuang sendiri untuk bertahan hidup tanpa dukungan finansial dan sosial.
Hal ini mencerminkan kenyataan bahwa banyak perempuan berada dalam posisi ekonomi yang rentan, terutama ibu tunggal pencari nafkah utama dan pengasuh. Lapisan ketiga adalah kerentanan emosional dan psikologis.
Kekuatan Batin Perempuan
Setelah mengalami penolakan, kehilangan, dan kesepian, tokoh perempuan tetap berusaha membangun hidup baru dan mencintai orang lain. Di sinilah film ini menyoroti kekuatan batin perempuan, meski terluka, ia tetap mampu memberi kehidupan bagi orang lain.
Perempuan dengan segala luka- luka linimasanya berusaha memberi kehidupan bagi orang lain entah untuk anaknya, keluarganya, atau orang-orang yang ia sayangi.
Dalam konteks sosial yang lebih luas, ini mencerminkan bagaimana banyak perempuan dalam kehidupan nyata terus menjadi tulang punggung keluarga, merawat dan mengasihi sekitar. Sosok ibu tunggal (single mom) dalam film ini mewakili jutan perempuan di luar sana yang berjuang dan memperjuangan.
Reza Rahadian melalui Film Kopi Pangku seolah mengajak penonton untuk berhenti sejenak dan melihat kenyataan di sekitar kita. Film ini membuka mata kita bahwa isu-isu seperti kekerasan, diskriminasi, dan ketidakadilan terhadap perempuan bukan sekadar cerita, melainkan kenyataan yang masih terjadi setiap hari.
Perempuan berjuang memberikan kehidupan dengan realitas sosial, bahwa masih banyak perempuan yang berjuang di bawah tekanan ekonomi, dan tidak terdengar oleh publik. []












































