Akhir 2014,Perangkat desa Sendang Tirto mengikuti acara inklusi nasional, tepatnya di Sendang Tirto, Dusun Jetak. Penyandang disabilitas banyak diartikan sebagai orang yang tidak mampu, padahal kalau kita mengacu ke Wikipedia istilah difabel dan disabilitas sendiri memiliki makna yang agak berlainan. Difabel (different ability—kemampuan berbeda) didefinisikan sebagai seseorang yang memiliki kemampuan dalam menjalankan aktivitas berbeda bila dibandingkan dengan orang-orang kebanyakan, serta belum tentu diartikan sebagai “cacat”.
Rabu, 8 Januari 2019-Desa Inklusi SendangTirto, Kami dari tim Kuliah Kerja Lapangan Progam Studi Sosiologi Agama, Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, berkesempatan untuk magang di SIGAB (Sasana Inklusi Gerakan Advokasi Difabel). Mengenai desa inklusi yang di pelopori oleh SIGAB dan di dorong oleh perangkat Desa SendangTirto.
Pagi pukul, 10:00 WIB, kami melakukan wawancara sekilas dengan bapak Herman Padiyanto, selaku Sekretaris Desa inklusi SendangTirto, dengan ditemani mbak Kuni sebagai pendamping dari tim SIGAB. Beliau menjelaskan bagaimana perubahan yang terjadi di masyarakat sebelum dan sesudah mereka mengenal apa arti inklusi dan tepatnya desa ini menjadi desa inklusi.
Orang-orang sering mengatakan, orang difabel tidak mampu berbuat sesuatu, bahkan mereka harus terpuruk di dalam rumah dengan keadaan malu karena memiliki keterbatasan itu, padahal tidak setiap manusia berhak mendapatkan hak hidup, hak makan, hak mengembangkan kemampuannya. Pak Herman menjelaskan penyandang disabilitas adalah orang yang sama seperti kita, sama-sama memiliki manfaat, melakukan hal yang sama, hanya mereka memiliki cara yang berbeda untuk mencapai suatu tujuan, mereka memiliki bantuan alat.
Awal 2015, menjadi angin segar untuk para penyandang disabilitas ini, mereka mendapatkan pelatihan yang di dampingi oleh tim SIGAB, dan jelas para perangkat desa yang mendukung secara penuh kegiatan ini, mulai dari memonitori, memberikan dana, fasilitas, serta dukungan secara penuh.
“Pelatihan dimulai pada tahun awal 2015, kemudian 2015 akhir para penyandang kami kumpulkan. Nah tahun 2016 kami selaku perangkat desa melakukan pembiayaan atas pelatihan dan kegiatan mereka, lanjut tahun 2017 ada pembiayaan khusus sampai tahun 2020 ini” Kata Herman Padiyanto, selaku sekretaris desa inklusi Sendang Tirto.
Beberapa penyandang disabilitas, memang sedikit masih tertutup untuk berinteraksi dengan masyarakat. Tahun 2015 kami mengadakan pemotretan E-KTP dengan cara jemput bola penyandang disabilitas, akan tetapi beberapa keluarga menolak untuk perekaman KTP bagi anaknya, fungsi perangkat desa di sini kami menjelaskan bahwa KTP ini penting untuk administrasi Negara. Mereka menolak dengan dalih, bahwa KTP itu tidak berguna tidak seperti orang umumnya. Setengah dipaksa oleh perangkat desa agar mau melakukan perekaman KTP ini.
“Padahal ini nggak memakan waktu yang lama, cukup seminggu juga sudah jadi, tapi mereka takut kena kesulitan-kesulitan dalam proses pembuatan KTP ini, takutnya hanya sekedar wacana.” Tambah mbak Kuni, selaku tim SIGAB.
Perubahan banyak terjadi setelah adanya desa inklusi, dari yang awalnya menutup diri di rumah, keluarga malu anaknya mengalami disabilitas, hanya di rumah, takut bertemu dengan orang semua itu kini tinggal bayangan saja. Saat ini mereka lebih aktif mau berkumpul dengan masyaarakat lainnya. Kunci itu semua terletak pada keluarga dan masyarakat dalam mendukung mereka untuk lebih terbuka.
Temu Inklusi. Begitu nama progam yang ada di desa ini. Mempertemukan mereka yang menyandang disabilitas berkumpul, berbicara, bertukar pendapat, bukan hanya keluar rumah tanpa arti. Di sini mereka juga mendapatkan ilmu. Mereka sangat senang berkumpul di progam ini. Bagaimana tidak, mereka sangat antusias bagi mereka ini yang harus kita lawan hanya berdiam diri di rumah tetapi ciptakan keterbatasan itu menjadi hal yang ,luar biasa.
Saat ini jumlah difabel di desa Inklusi SendangTirto mencapai 116 orang, sekitar 40 orang yang aktif dalam pertemuan ini. Sekarang perubahan semakin nampak, dari fasilitas di desa ini yang ramah dengan penyandang disabilitas. Mulai dari, pelayanan kamar mandi, masjid, posyandu. Semua sudah ramah untuk penyandang disabilitas.
Sejauh ini, ada beberapa MoU antara desa Inklusi SendangTirto, Tim SIGAB di Kabupaten Sleman dan Kulon Progo. Di Kabupaten Sleman kami menyampaikan apa itu desa inklusi. “Di sini juga, kami menyediakan pendeteksi dini disabilitas, agar yang seharusnya bisa di cegah. Dari pendeteksi mental maupun fisik” tambah Herman Pidiyanto. (bersambung)