Mubadalah.id – Saya baru melakukan perjalanan panjang untuk liburan akhir tahun 2022. Masuk dari jalan tol di Provinsi Banten, hingga berakhir di ujung jalan tol Jawa Timur. Sepanjang perjalanan, tentu harus mampir di puluhan rest area. Di tempat itu, saya, istri dan anak perempuan selalu membutuhkan fasilitas toilet umum untuk berbagai keperluan. Dari rutinitas itu, perhatian saya selalu tertuju pada fasilitas toilet ramah perempuan.
Hati miris saat melihat istri dan anak perempuan ikut berbaris mengantri di depan pintu toilet. Wajah-wajah para perempuan itu muram, gelisah, bercampur SDG (salah dikit gampar). Dari raut muka mereka tampak sekali kesan bahwa mereka sedang berusaha menahan diri, agar laju keluarnya “sesuatu” dari tubuhnya bisa mereka kendalikan.
Semakin dekat dengan suara gemericik air kran, semakin keras munculnya dorongan dan sensasi ingin cepat-cepat keluar. Semua terasa sangat nyata. Perasaan mules, mual hingga merinding campur aduk menjadi satu.
Pemandangan kontras terlihat di ruang toilet umum laki-laki. Di sana, nyaris tidak ada antrian. Puluhan orang berjalan lalu lalang. Ada yang ingin masuk dengan terburu-buru. Sebaliknya, ada yang keluar melenggang dengan wajah lega. Sesekali tangan kanannya membetulkan posisi resleting celana agar lebih mengancing sempurna. Mereka tidak perlu menunggu lama untuk membuang hajat.
Bagi kaum laki-laki, secara alami memang tidak perlu melalui banyak tahapan saat buang hajat kecil. Mereka bisa melakukanya dengan berdiri, menggunakan urinoar. Sebuah perangkat sanitasi yang khusus untuk buang air kecil. Ia hanya bisa digunakan oleh laki-laki.
Perangkat itu praktis, bisa mengurangi antrian. Masalah yang kerap terjadi biasanya karena minimnya ketersediaan air bersih. Bisa karena sedang tidak ada air, atau saluran air yang tidak berfungsi. Untuk mengatasinnya, saya selalu membawa air bersih sendiri di dalam botol bekas air minum.
Beda Kebutuhan Laki-laki dan Perempuan
Laki-laki, memang bisa menuntaskan ritual buang air kecil secara lebih praktis. Bisa mereka lakukan dengan posisi berjejer, rame-rame. Ada separator ataupun tidak, bukan masalah. Untuk keperluan menutupi alat vital masing-masing, cukup aman tertutup oleh ruang sempit dalam peturasan. Cukup untuk berlindung agar tidak terlihat oleh orang lain. Waktu yang dibutuhkan oleh satu orang pembuang hajat kecil bisa kurang dari dua menit. Tuntas!
Fasilitas buang hajat di dalam ruang toilet umum untuk laki-laki bisa lebih banyak pilihan. Ada urinoar atau peturasan yang karena bentuknya kecil, sehingga bisa banyak jumlahnya. Ada fasilitas closet duduk dan jongkok. Mereka punya tiga pilihan sekaligus. Tinggal pilih mana yang paling nyaman.
Kontras dengan ruang toilet umum bagi perempuan. Karena tidak bisa menggunakan fasilitas urinoar seperti laki-laki, pilihan mereka hanya dua, closet duduk dan jongkok. Meski begitu, para penyedia fasilitas toilet umum kerap menyamaratakan bentuk ruangan toilet umum bagi laki-laki maupun perempuan.
Ruangan toilet umum laki-laki bisa menampung kebutuhan pengguna lebih banyak. Jika ruang toilet laki-laki bisa menampung 10 closet dan 20 urinoar. Maka ruang toilet perempuan hanya bisa menampung 10 closet saja. Meski luas ruangannya sama.
Meskipun pengaturan tata ruang bangunan secara fisik terbuat sama, tetapi, secara fungsi berlumlah seimbang. Ada perkara lain yang luput dari cara pandang para pengembang dan pengelola toilet umum. Akibatnya, mereka tidak peka terhadap kebutuhan khusus para perempuan. Tidak menyediakan toilet ramah perempuan. Dalam perkara buang hajat, ada perbedaan signfikan antara laki-laki dan perempuan. Ini perkara serius dan nyaris bersifat kodrati, karena tidak mudah bisa manusia ubah.
Kebutuhan Khusus Perempuan
Perempuan, membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan laki-laki saat melakukan ritual buang hajat. Bagi perempuan muslimah misalnya. Manakala mereka ingin konsisten menerapkan tata-cara bersuci sesuai prinsip thaharah (pembersihan lahir batin) sesuai tuntunan dalam ilmu Fiqih, maka perkara pembersihan diri usai buang hajat, menjadi penting.
Bagi mereka, bersuci, tidak cukup hanya dengan mengelap dengan kertas tisu kering. Air bersih menjadi medium utama untuk pembersihan alat vital perempuan usai buang hajat. Berkeadaan suci dengan air bersih, juga menjadi prasyarat sebelum melakukan salat.
Hal yang sama juga terjadi pada perempuan yang sedang mengalami menstruasi. Mereka tidak bisa memperpendek waktu untuk berbersih diri setelah selesai membuang hajat kecil. Ritual membersihkan diri itu mutlak ia lakukan.
Karena perempuan akan sangat rentan terhadap paparan bakteri yang tersebar di ruang-ruang toilet umum. Ketika seorang perempuan terpapar bakteri, lalu terkena infeksi saluran kencing misalnya, maka potensi sebaran efeknya bisa melebar jauh hingga pasangan/suami yang menggaulinya.
Oleh karena itu, semua harus memaklumi, bahwa durasi waktu lebih lama yang seorang perempuan butuhkan dalam membersihkan diri setelah membuang hajat, adalah lumrah. Bahkan, itu adalah cermin dari kesadaran diri yang sangat baik.
Orientasi kebersihan seorang perempuan tidak semata-mata untuk diri sendiri. Tetapi juga untuk anak-anak, hingga suami sebagai pasangan hidupnya. Perkara seperti ini memang tidak akan pernah dialami oleh laki-laki, namun mutlak untuk kita pahami dan kita mengerti agar tidak terabaikan.
Jalan Keluar
Fasilitas toilet ramah perempuan adalah perkara penting yang terkait dengan hajat hidup dasar manusia. Saatnya kita semua peduli, bukan hanya pada pemenuhan kebutuhan dasar yang akan kita konsumsi, tetapi juga pada apa yang akan terbuang oleh manusia secara sehat, selaras dan sarat dengan keseimbangan.
Kebutuhan buang hajat bagi perempuan memang pasti berbeda dengan laki-laki. Atas dasar perbedaan itu, maka jalan keluarnya juga tidak bisa dengan perlakuan yang kita samaratakan. Pola penyediaan fasilitas toilet umum harus sesuai dengan kebutuhan orang yang berbeda-beda. Ia harus mempertimbangkan secara matang kebutuhan para perempuan dan orang-orang yang berkebutuhan khusus.
Jika pemerintah, pihak swasta dan siapa saja, hendak menyediakan 10 fasilitas toilet umum bagi laki-laki, maka di tempat yang sama, mesti ada 30 fasilitas toilet umum bagi perempuan. Apalagi di tempat-tempat umum yang tingkat kebutuhan orang akan buang hajatnya sangat tinggi. []