• Login
  • Register
Sabtu, 2 Agustus 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Krisis Iklim

    Green Youth Quake: Pemuda NU dan Muhammadiyah Bergerak Lawan Krisis Iklim

    ‘Aisyiyah Bojongsari

    ‘Aisyiyah Bojongsari Rayakan HAN dan Milad ke-108 Lewat Lomba dan Diskusi

    KOPRI

    Buka Perspektif Geopolitik Kader Perempuan, KOPRI Bedah Buku 75 Tahun Indonesia Tiongkok

    Pengelolaan Sampah

    Ulama Perempuan Serukan Pelestarian Alam dan Pengelolaan Sampah Berkelanjutan

    PIT Internasional

    ISIF Buka Kolaborasi Akademik Global Lewat PIT Internasional

    PIT SUPI

    Mengglobal: SUPI ISIF Jalani PIT di Malaysia dan Singapura

    Ma'had Aly Kebon Jambu

    S.Fu: Gelar Baru, Tanggung Jawab Baru Bagi Lulusan Ma’had Aly Kebon Jambu

    Wisuda Ma'had Aly Kebon Jambu

    Mudir Ma’had Aly Kebon Jambu Soroti Fiqh al-Usrah dan SPS sebagai Distingsi Wisuda ke-5

    Fiqh al-Usrah

    Dr. Faqih: Ma’had Aly Kebon Jambu akan Menjadi Pusat Fiqh Al-Usrah Dunia

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Makna Toleransi

    Menemukan Makna Toleransi dari Komunitas yang Sering Terlupa

    Kepedihan Lelaki

    Ukhti, Kalian Mesti Pahami Kepedihan Lelaki

    Masa Depan Gender

    Masa Depan Gender, Pembangunan, dan Peran yang Terlupakan

    Gerakan Ekofeminisme

    Quo Vadis Gerakan Ekofeminisme di Timur Tengah

    Ibadah Anak Diserang

    Ketika Ibadah Anak Diserang: Di Mana Rasa Aman untuk Minoritas?

    Hifni Septina Carolina

    Hifni Septina Carolina; Sang Duta Mubadalah dari Kota Metro

    Nikah Siri

    Mengupas Kognitif Disonansi pada Kasus Nikah Siri di Kalangan ASN

    Menjaga Bumi

    Perempuan Tidak Bercerita; Jihad Sunyi Menjaga Bumi

    Percaya pada Kesetaraan

    Jika Aku Percaya pada Kesetaraan, Harus Bagaimana Aku Bersikap?

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Keluarga

    Ketika Agama Dijadikan Alat Ketimpangan Gender dalam Keluarga

    keadilan Gender

    Keluarga: Sekolah Pertama untuk Menerapkan Prinsip Keadilan Gender

    Konsep Makruf

    Menafsir Ulang Konsep Makruf dalam Perspektif Mubadalah

    Voice For The Voiceless

    Antitesis Voice For The Voiceless untuk Sekadar Viral : Perlawanan melalui “Labour” – Paris Paloma

    Haid

    Haid dalam Kacamata Keadilan Hakiki Islam

    Keadilan Hakiki perempuan yang

    Keadilan Hakiki: Mendengar dan Mengakui Pengalaman Khas Perempuan

    Fiqh Haid

    Menghidupkan Kembali Fiqh Haid Berbasis Pengalaman Perempuan

    Anak Perempuan

    Tidak Diskriminatif Terhadap Anak Laki-laki dan Perempuan

    Aurat

    Aurat dan Fitnah Tubuh Perempuan

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Krisis Iklim

    Green Youth Quake: Pemuda NU dan Muhammadiyah Bergerak Lawan Krisis Iklim

    ‘Aisyiyah Bojongsari

    ‘Aisyiyah Bojongsari Rayakan HAN dan Milad ke-108 Lewat Lomba dan Diskusi

    KOPRI

    Buka Perspektif Geopolitik Kader Perempuan, KOPRI Bedah Buku 75 Tahun Indonesia Tiongkok

    Pengelolaan Sampah

    Ulama Perempuan Serukan Pelestarian Alam dan Pengelolaan Sampah Berkelanjutan

    PIT Internasional

    ISIF Buka Kolaborasi Akademik Global Lewat PIT Internasional

    PIT SUPI

    Mengglobal: SUPI ISIF Jalani PIT di Malaysia dan Singapura

    Ma'had Aly Kebon Jambu

    S.Fu: Gelar Baru, Tanggung Jawab Baru Bagi Lulusan Ma’had Aly Kebon Jambu

    Wisuda Ma'had Aly Kebon Jambu

    Mudir Ma’had Aly Kebon Jambu Soroti Fiqh al-Usrah dan SPS sebagai Distingsi Wisuda ke-5

    Fiqh al-Usrah

    Dr. Faqih: Ma’had Aly Kebon Jambu akan Menjadi Pusat Fiqh Al-Usrah Dunia

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Makna Toleransi

    Menemukan Makna Toleransi dari Komunitas yang Sering Terlupa

    Kepedihan Lelaki

    Ukhti, Kalian Mesti Pahami Kepedihan Lelaki

    Masa Depan Gender

    Masa Depan Gender, Pembangunan, dan Peran yang Terlupakan

    Gerakan Ekofeminisme

    Quo Vadis Gerakan Ekofeminisme di Timur Tengah

    Ibadah Anak Diserang

    Ketika Ibadah Anak Diserang: Di Mana Rasa Aman untuk Minoritas?

    Hifni Septina Carolina

    Hifni Septina Carolina; Sang Duta Mubadalah dari Kota Metro

    Nikah Siri

    Mengupas Kognitif Disonansi pada Kasus Nikah Siri di Kalangan ASN

    Menjaga Bumi

    Perempuan Tidak Bercerita; Jihad Sunyi Menjaga Bumi

    Percaya pada Kesetaraan

    Jika Aku Percaya pada Kesetaraan, Harus Bagaimana Aku Bersikap?

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Keluarga

    Ketika Agama Dijadikan Alat Ketimpangan Gender dalam Keluarga

    keadilan Gender

    Keluarga: Sekolah Pertama untuk Menerapkan Prinsip Keadilan Gender

    Konsep Makruf

    Menafsir Ulang Konsep Makruf dalam Perspektif Mubadalah

    Voice For The Voiceless

    Antitesis Voice For The Voiceless untuk Sekadar Viral : Perlawanan melalui “Labour” – Paris Paloma

    Haid

    Haid dalam Kacamata Keadilan Hakiki Islam

    Keadilan Hakiki perempuan yang

    Keadilan Hakiki: Mendengar dan Mengakui Pengalaman Khas Perempuan

    Fiqh Haid

    Menghidupkan Kembali Fiqh Haid Berbasis Pengalaman Perempuan

    Anak Perempuan

    Tidak Diskriminatif Terhadap Anak Laki-laki dan Perempuan

    Aurat

    Aurat dan Fitnah Tubuh Perempuan

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Antitesis Voice For The Voiceless untuk Sekadar Viral : Perlawanan melalui “Labour” – Paris Paloma

Kekuatan besar dari lagu itu, pengaruhnya kepada banyak orang bisa mengukuhkan Paloma menjadi voice for the voiceless yang sesungguhnya.

Ivy S Ivy S
2 Agustus 2025
in Pernak-pernik, Rekomendasi
0
Voice For The Voiceless

Voice For The Voiceless

1.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

There’s really no such thing as the ‘voiceless’. There are only the deliberately silenced, or the preferably unheard.

Arundhati Roy

Ada yang sepakat dengan kutipan di atas?

Mubadalah.id – Bila sehari-hari kita muak dengan kemiskinan struktural, kesenjangan yang sangat buruk, dan ketidakadilan, hal itu bisa mendorong kita tergerak mengambil tindakan. Kita mulai mengidentifikasi penyebabnya, misal kurangnya pembelaan dan kesadaran masyarakat, dan bagaimana kita bisa melakukan advokasi, dengan berperan sebagai voice for the voiceless.

Apa yang kita lakukan, terdengar keren karena mengandung keberanian, semangat dan empati dari diri individu untuk mewakili suara dan kepentingan individu, kelompok, dan golongan.

Namun, kutipan pembuka tulisan dari penulis dan aktivis keadilan sosial dan ketidaksetaraaan ekonomi India- Arundhati Roy- jelas-jelas menyatakan bahwa voiceless artinya tak mampu bersuara atau tak kuasa melawan sejatinya tidak ada. Kaum yang dianggap voiceless itu, berdasar pengalamannya sebagai aktivis, memang sengaja didiamkan atau pihak berwenang memilih tidak mendengarkan.

Sekarang, coba kita lihat sebaliknya. Apakah menjadi voice kita  sungguh-sungguh menyuarakan kaum yang kita anggap terpinggirkan? Atau setelah menjadi rutinitas, akhirnya memosisikan kita menjadi pusat perhatian, terlena mendapat apresiasi publik atau sorotan media. Atau dengan kata lain kitalah yang meraih keuntungan.

Apalagi situasi saat ini, ketika orang membuat konten untuk meraih cuan. Banyak yang mengunggah konten memberitakan penderitaan kaum miskin, minoritas, yang terpinggirkan seolah telah menjadi voice for the voiceless. Padahal ujung-ujungnya bertujuan mendapatkan views, subscribers, maupun keinginan pribadi menjadi viral.

Kondisi menjual penderitaan itu  sungguh membuat miris. Namun, di balik keprihatinan tentang penyalahgunaan voice for the voiceless pada para pegiat isu maupun konten kreator, kemunculan lagu Labour yang juga menjadi fyp, viral, dan menjadi anthem atau lagu kebangsaan para perempuan di banyak platform musik seolah menjadi antitesisnya.

Cerita di balik lagu Labour

Pada postingan teratas Instagram penyanyi Paris Paloma, perempuan muda aktivis Inggris, peraih penghargaan Cultural Freedom Prize dari Lannan Foundation di tahun 2002;  tampak berisi penggalan live konser terbarunya.

Saat itu dia berteriak di depan ribuan penonton, “saya mendedikasikan lagu ini untuk setiap perempuan yang mengalami kekerasan di mana saja, termasuk transpuan, perempuan di Palestina, dan untuk perempuan yang hak atas ketubuhannya terambil alih atas nama kewajiban sebagai perempuan.”

Dari situ saja kita paham, perempuan korban kekerasan apapun bentuknya, punya kecenderungan menjadi the voiceless. Salah satunya karena kecemasan akan terjadi kekerasan lagi, ketika mereka bersuara.

Dalam live di Washington, Paloma juga menegaskan; kekerasan terhadap seorang perempuan, berarti kekerasan terhadap semua perempuan. Yang langsung bersambut riuh rendah teriakan penontonnya.

Sejak rilis pada Maret 2023,  Labour begitu populer di seluruh belahan dunia. Telah terputar lebih dari 314.730.850 kali di Spotify dan lebih dari 83.000 akun menggunakannya sebagai lagu latar di aplikasi Tiktok.

Stigma pada Perempuan

Menurut penjelasan Paris Paloma di akun resmi Youtube Shorts-nya Mei 2023, Labour bukan lagi romantis atau percintaan. Malah mengisahkan seorang wanita yang melarikan diri dari sebuah hubungan, yang toksik, penuh kungkungan.

Judulnya Labour sendiri, secara literal bermakna ganda, tenaga kerja dan buruh, tapi arti lainnya adalah proses persalinan.

Lagu ini tak seperti lagu populer yang disukai perempuan. Semisal menyebutkan laki-laki sebagai penyelamat perempuan. Dalam lagu ini, Paloma malah menulis  alih-alih perempuan yang merasa beruntung terselamatkan, laki-laki kerap menjadi bagian yang lebih diuntungkan dalam sebuah hubungan.

Hal ini karena stigma perempuan masih stagnan pada kewajiban mengurus seluruh pekerjaan rumah dan pengasuhan anak. Sementara laki-laki terbebas dari tugas tersebut.

Konsep tersebut berlanjut pada bagaimana anak perempuan ditanamkan ajaran patriarki untuk menurut dan melayani suaminya kelak. Hingga akhirnya terjebak dalam lingkaran takdir dan nasib yang sama, seperti ibunya.

Dan, bila nanti kekerasan dalam berbagai bentuk terjadi di dalam rumah tangga, fakta di lapangan memperlihatkan begitu banyak korban enggan melapor karena ketergantungan ekonomi, budaya patriarki yang kental, dan ketakutan akan stigma sosial.  Salah satunya dianggap istri yang tidak patuh kepada suami, atau yang terburuk akan disematkannya stigma janda kelak .

Menjadi Suara Kesetaraan Gender

Gaung lagu Labour memang dahsyat. Dalam salah satu ulasan musik di Bigissue.com, Evie Breese sebagai penulisnya mengungkapkan, bahwa ribuan perempuan telah menggunakan lagu Labour untuk berbagi pengalaman mereka sendiri tentang misogini, dan menggunakannya sebagai wadah ekspresi amarah mereka.

Dengan kata lain, Labour menjadi  suara semua perempuan yang mengidentifikasi diri dengan liriknya. Merasa dikuatkan untuk berjuang atas kesetaraan gender, dan penyemangat bahwa mereka tidak sendirian.

Lihatlah secara khusus pada lirik di bagian chorus. (Saran, sambil menonton tayangan live Paloma) Di situ kita bisa merasakan bagaimana semua penonton bersama-sama serempak menyerukan ketidakadilan gender, beban ganda perempuan, dan perjuangan untuk melepaskan diri dari ekspektasi patriarki.

“All day, every day, therapist, mother, maid
Nymph, then a virgin, nurse, then a servant
Just an appendage, live to attend him
So that he never lifts a finger
24/7 baby machine
So he can live out his picket-fence dreams
It’s not an act of love if you make her
You make me do too much labour”

Lihatlah bagaimana lirik tersebut  berbicara bahwa perempuan seringkali terbebani pekerjaan rumah tangga dan beban emosional yang tidak seimbang dalam hubungan, di mana laki-laki tidak selalu mau berkontribusi secara signifikan.

Bahkan kalimat “So that he never lifts a finger”, yang populer digunakan di aplikasi TikTok, untuk menyindir bagaimana perempuan tak henti melakukan berbagai pekerjaan rumah dan tanggung jawab, hanya agar tidak mendapat kekerasan fisik, mental, atau verbal baik dari suami mereka, maupun keluarga pihak suami.

Bertindak Nyata, Bukan Sekadar Voice

Paris Paloma bukan pembuat konten kesedihan, juga tidak mengambil postingan musibah, bencana, atau duka orang lain. Dia memilih fokus bersuara melalui lirik lagu-lagunya.

Perempuan 25 tahun itu juga bukan Nawal El Shadawi, Simone de Beauvoir, Ita Fatia Nadia, maupun Neneng Rosdiyana. Dia, Paloma memilih bergiat memberi dukungan dan memberdayakan perempuan lewat lirik lagu-lagunya.

Pada konten Instagramnya baru-baru ini, dia memposting ajakan kepada follower khususnya perempuan Inggris untuk melakukan women march sebagai dukungan untuk gerakan isu perempuan. Termasuk memposting dukungan kepada teman perempuan yang baru saja mengalami catcalling.

Paloma memiliki harapan besar, bahwa lagu Labour dan tentunya lagu-lagunya yang lain bisa menyuarakan, atau menggugah publik tentang isu kesetaraan gender, atau isu tentang kekerasan berbasis gender.

Salah satu contoh impactnya ada di dalam komen sebuah akun pada postingan lagunya di YouTube. ‘lagu Labour menguatkan saya menuju pengukuhan proses perceraian dari suami yang suka melakukan kekerasan’.

Voice for The Voiceless yang Sesungguhnya

Pada komen akun lain, seorang lelaki muda malah menulis, ‘bersama kita perlu membangun masa depan, tanpa ada satu perempuan pun yang perlu berjuang keras untuk mendapat hak dasar, atau hidup dalam ketakutan, hanya karena mereka perempuan.’

Kekuatan besar dari lagu itu, pengaruhnya kepada banyak orang,  boleh kita bilang bisa mengukuhkan Paloma menjadi voice for the voiceless yang sesungguhnya. Mungkin, seperti apa yang pernah ia tuliskan terkait lagu ini.

“I want [people] to feel heard, or held, and whether they’re listening to something like ‘Labour’ and it’s something so angry, I want them to feel like their anger is valid. If it’s something else, I want them to feel comforted, if it makes them cry, I want them to feel held while they do that. I hope that my music can serve as a vehicle for a protective sphere in which to feel any emotions that need to be felt.”

Bahwa semua emosi dan perasaan setiap perempuan itu valid, dan tak apa untuk kita miliki dan terekspresikan, bukan malah tertekan, hanya karena berjenis kelamin perempuan. []

 

Tags: GenderkeadilanKesetaraanLaguLagu LabourmusikParis PalomaVoice For The Voiceless
Ivy S

Ivy S

Ibu dua anak kelahiran Jakarta. Saat ini mendampingi si bungsu melaksanakan pendidikan jarak jauh dengan berinduk ke Salam Yogyakarta. Suka membaca, menulis dan travelling. Tim media dan jaringan Srikandi Lintas Iman, serta divisi workshop Puan Menulis.

Terkait Posts

Keluarga
Hikmah

Ketika Agama Dijadikan Alat Ketimpangan Gender dalam Keluarga

2 Agustus 2025
Masa Depan Gender
Publik

Masa Depan Gender, Pembangunan, dan Peran yang Terlupakan

1 Agustus 2025
Percaya pada Kesetaraan
Personal

Jika Aku Percaya pada Kesetaraan, Harus Bagaimana Aku Bersikap?

30 Juli 2025
Emansipasi Perempuan
Personal

Emansipasi Perempuan Menurut Al-Ghazali: Telaah atas Kitab Ihya’ Ulum al-Din

30 Juli 2025
Nyanyi Sunyi dalam Rantang
Film

“Nyanyi Sunyi dalam Rantang”: Representasi Perjuangan Perempuan Melawan Ketidakadilan

24 Juli 2025
Keadilan
Hikmah

Standar Keadilan Menurut Dr. Nur Rofiah, Bil. Uzm

23 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kepedihan Lelaki

    Ukhti, Kalian Mesti Pahami Kepedihan Lelaki

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Antitesis Voice For The Voiceless untuk Sekadar Viral : Perlawanan melalui “Labour” – Paris Paloma

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menafsir Ulang Konsep Makruf dalam Perspektif Mubadalah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Keluarga: Sekolah Pertama untuk Menerapkan Prinsip Keadilan Gender

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menemukan Makna Toleransi dari Komunitas yang Sering Terlupa

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menilik Pemikiran Islam Kontemporer di Indonesia
  • Ketika Agama Dijadikan Alat Ketimpangan Gender dalam Keluarga
  • Menemukan Makna Toleransi dari Komunitas yang Sering Terlupa
  • Keluarga: Sekolah Pertama untuk Menerapkan Prinsip Keadilan Gender
  • Ukhti, Kalian Mesti Pahami Kepedihan Lelaki

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein

© 2025 MUBADALAH.ID