Mubadalah.id – Kekerasan seksual bukan lagi sebuah kasus biasa. Menurut saya Indonesia sedang mengalami darurat kemanusiaan dan minim keamanan. Lagi-lagi persoalan kekerasan seksual kembali menimpa perempuan. Sejatinya perempuan juga layak untuk memiliki kebebasan dan rasa aman atas dirinya. Sayangnya hal ini tidak dialami oleh sebagian perempuan.
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan menyatakan bahwa sepanjang tahun 2019 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan semakin meningkat. Tercatat hingga 431.471 kasus kekerasan terhadap perempuan. Angka tersebut jika diprediksi dapat mencapai 792% dan selama 12 tahun ini meningkat hampir 8 kali lipat.
Artinya, kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia layak menjadi perhatian publik. Selain itu negara perlu memperhatikannya dengan serius, mulai dari memberi perlindungan terhadap perempuan dan anak, memberikan sanksi tegas bagi pelaku kekerasan, memberikan layanan pelaporan dan rumah aman bagi korban.
Kabar kekerasan seksual selalu membuat hati tersayat. Bagaimana tidak, jika korban merupakan teman sendiri. Waktu itu tepat jam 22.20 salah seorang teman kos menghubungi saya lewat pesan Whatssapp dan menanyakan “ Mba, sudah tidur?” lalu ku jawab “ Belum, ada apa?” kemudian dia menjawab “ Mba pengen nangis”. Tanpa berpikir panjang saya langsung buka pintu kamar dan menghampirinya. Ia langsung bercerita kalau ia telah dilecehkan oleh seorang laki-laki dalam perjalanan pulang selepas kerja.
Perlu digaris bawahi atas terjadinya kasus di atas, pertama mengapa harus perempuan yang selalu menjadi korban kekerasan seksual? Jika pelaku laki-laki, apakah ia tidak membayangkan jika korban adalah anak perempuannya? Bukankah laki-laki juga dilahirkan dari rahim perempuan? Atau, hanya karena ia pulang malam lantas kau melanggengkan aksi?
Kasus kekerasan terhadap perempuan bukan lagi persoalan kecil. Dampak yang dialami korban akan dialaminya secara berkepanjangan. Mulai dari terganggunya psikis korban, trauma, ketakutan berlebih dan terganggunya kesehatan mental.
Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan yang terdiri dari aktivitas seksual yang dilakukan secara paksa terhadap seseorang. Sementara pelecehan seksual ialah tindak kekerasan seksual berdasarkan sentuhan fisik maupun non fisik dengan organ seksualitas seseorang. Jadi, pelecehan seksual adalah bagian dari kekerasan seksual. Bentuk-bentuk penyimpangan sosial ini harus segera diatasi, sebab tindakan seperti ini apabila dibiarkan maka akan banyak memakan korban hingga kehilangan nyawa.
Stigma Perempuan Keluar Malam
Menyaksikan perempuan pulang malam tidak seharusnya langsung distigma dengan perempuan nakal dan penilaian negatif lainnya. Asumsi yang seperti inilah yang kemudian menempatkan perempuan dalam ruang-ruang sempit. Artinya, kebebasan perempuan dalam memperoleh hak-haknya layaknya laki-laki dibatasi.
Pembatasan edukasi kesehatan reproduksi dan seksualitas yang dianggap kurang penting sama tabunya dengan memaknai perempuan yang keluar malam sebagai perempuan nakal merupakan bentuk diskriminasi. Membuat kebijakan atas nama perempuan seringkali menuai pro-kontra, sebab perempuan selalu dijadikan sumber masalah sementara solusi yang diberikan tidak ramah gender.
Seharusnya perlindungan bagi para perempuan yang terpaksa harus keluar atau pulang malam untuk bekerja, menjaga toko, kebutuhan tugas kuliah dan lain sebagainya harus dipertegas bukan hanya memberikan penegasan aturan.
Misalnya, larangan perempuan untuk keluar malam diperketat disebabkan karena banyaknya kekerasan di luar rumah. Sementara kekerasan terhadap perempuan juga banyak terjadi di ranah domestik. Ini yang seharusnya menjadi kesadaran setiap orang bahwasannya semua manusia itu berharga dan layak untuk dilindungi.
Pada kasus di atas, apakah karena ia seorang perempuan yang rela pulang tengah malam demi memenuhi kebutuhan perekonomian lantas dicap dengan perempuan berkonotasi negatif? Tentu tidak, kita tidak seharusnya melabeli perempuan yang pulang malam dengan pandangan negatif. Tuntunan tugas kuliah, organisasi, pekerjaan dan kegiatan lainnya yang sebenarnya mengharuskannya untuk pulang malam. Semua dilakukan dengan tujuan dan maksud yang jelas bukan hura-hura semata.
Akan tetapi jika kegiatan tersebut benar-benar perlu dilakukan hingga malam hari setidaknya ketika pulang carilah teman agar tetap merasa aman. Kemudian untuk masyarakat jangan terlalu mudah menganggap perempuan yang keluar atau pulang malam dengan stigma negatif, cukup lindungilah mereka. Sementara catatan untuk perempuan yang pulang dan keluar malam, gunakanlah waktumu sebaik mungkin yaitu dengan beraktifitas yang positif.
Pakaian yang Tertutup Masih Dilecehkan
Selain stigma negatif perempuan keluar malam dapat memicu terjadinya kekerasan seksual, ternyata dengan berpakaian tertutup saja masih sering menjadi korban. Pelecehan seksual terjadi karena ada adanya sebab. Beberapa masyarakat menyimpulkan sebab terjadinya pelecehan seksual ialah karena adanya niat dari pelaku, pakaian perempuan yang minim, perempuan yang keluar malam dan lain sebagainya.
Jika berpatokan pada tuduhan di atas yang notabene merendahkan kebebasan perempuan rasanya kurang rasional. Menurut saya yang perlu dibenahi ialah konstruksi pikiran masyarakat yang masih menganggap tabu tentang edukasi kesehatan reproduksi dan seksualitas. Sehingga dengan adanya edukasi tersebut harapannya ialah terminimalisirnya pelecehan seksual dan tindak kekerasan lainnya.
Jika berpakaian tertutup dan sangat rapat masih mengalami pelecehan seksual lantas bagaimana dengan mereka yang menggunakan pakaian minim. Perempuan berpakaian minim bukan berarti mereka yang berperilaku negatif dan menjijikkan. Sebab menilai seseorang berdasarkan pakaiannya tidaklah penting dan tidak bisa dijadikan sebagai alasan terjadinya pelecehan seksual.
Solusi
Kasus kekerasan seksual terhadap perempuan tentu memiliki latar belakang yang beragam. mulai dari adanya motif kejahatan, kelainan seksual pada pelaku, adanya niat, balas dendam dan lain sebagainya. Dampak yang dialami oleh korban pun beragam, mulai dari trauma, stress, terganggunya psikis korban, mental illness,depresi hingga kematian. Adapun dampak yang dialami oleh korban sangatlah sulit untuk dilupakan sebab kejadian-kejadian seperti ini akan membawanya pada trauma yang berkepanjangan.
Oleh sebab itu perlu adanya solusi yang tepat untuk menghentikan kasus kekerasan seksual. Mulai dari pemerintah yang seharusnya memberikan peraturan terkait perlindungan anak dan perempuan hingga pemberian sanksi tegas terhadap pelaku kekerasan seksual. Kemudian, masyarakat harus sadar bahwa edukasi kesehatan reproduksi dan seksual itu perlu, serta menghilangkan dan meminimalisir stigma negatif terhadap perempuan dan laki-laki.
Selain itu pihak keluarga, teman, saudara, lembaga terkait perlu memberikan ruang aman bagi korban. Berdasarkan tulisan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kemanusiaan harus lebih digaungkan. Sudah saatnya Indonesia bangkit dari krisis kemanusiaan, dan memberi ruang aman bagi anak-anak dan perempuan. []