Mubadalah.id – Jika merujuk argumentasi Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) terkait segala bentuk kekerasan seksual, maka secara faktual kekerasan seksual telah melanggar prinsip hifzh al-nasl (perlindungan keluarga).
Pasalnya, bagi KUPI, kekerasan seksual baik di luar atau di dalam ikatan pernikahan adalah haram karena mengancam nilai-nilai ideal berkeluarga yang telah digariskan al-Qur’an.
Nilai-nilai ideal berkeluarga itu seperti prinsip saling berbuat baik (mu’asyarah bi al-ma’ruf QS. an-Nisa ayat 19).
Kemudian, saling melindungi (hunna libisun lakum wa antum libisun lahunn, QS. al-Baqarah ayat 187), dan saling menghadirkan ketenangan dan cinta kasih (sakinah, mawaddah, rahmah, QS. al-Rum: 21).
Oleh sebab itu, prinsip-prinsip perlindungan keluarga ini sudah al-Qur’an tegaskan sebagai norma agama.
Maka kekerasan seksual juga, bagi KUPI, telah melanggar prinsip maqashid “perlindungan nilai agama” (hifzh al-din).
Dengan data-data kekerasan seksual yang mengancam jiwa perempuan, bahkan beberapa sampai pada kematian. Maka ia juga bisa melanggar prinsip maqashid “perlindungan jiwa” (hifzh al-nafs).
Begitupun data-data kekerasan seksual yang mengakibatkan trauma psikis yang akut, merusak mental dan mengancam perkembangan akal. Maka ia juga, bagi KUPI, mengancam maqashid “perlindungan akal” (hifzh al-aql).
Tentu saja, seseorang yang mengalami trauma, mental dan akalnya yang menjadi tidak stabil, akan kesulitan untuk bisa bekerja, atau mengelola dan menjaga keuangan keluarga.
Sehingga, ia juga, bagi argumentasi KUPI, bisa mengancam maqashid “perlindungan harta” (hifzh al-mal).
Oleh sebab itu, bagi KUPI, kerangka maqashid al-syari’ah ini memahaminya secara integral. Di mana satu kasus dapat mengaitkannya dengan semua kandungan dari al-kulliyyat alkhams (lima prinsip universal). (Rul)