Mubadalah.id – Jika merujuk argumentasi Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) terkait segala pernikahan anak, maka secara faktual pernikahan anak telah melanggar prinsip hifzh al-nasl (perlindungan keluarga).
Pasalnya, dalam pernikahan anak, baik secara fisik, maupun psikis belum cukup matang untuk membangun sebuah keluarga.
Seseorang yang menikah di usia anak, sebagaimana berbagai data, besar kemungkinan akan sulit berkomunikasi secara baik, susah mengelola konflik suami-istri di antara mereka.
Jika perempuan usia anak hamil, ia akan beresiko tinggi pada kesehatan dan kematian. Serta jika ia melahirkan anak akan tidak mampu menjadi orang tua yang arif dalam mengurus dan mendidik anak.
Segala kondisi ini, dalam logika fatwa KUPI, bertentangan dengan prinsip hifzh al-nasl.
Karena itu, fatwa KUPI mewajibkan semua pihak, terutama orang tua dan negara, untuk melindungi mereka yang masih di usia anak agar tidak menikah terlebih dahulu.
Prinsip-prinsip lain dalam alkulliyyat al-khams, yaitu perlindungan jiwa, agama, akal, dan harta. Sebagaimana pada kasus kekerasan seksual, juga KUPI aplikasikan dalam menganalisis dalil untuk memutuskan hukum mengenai perkawinan anak.
Jadi, kelima prinsip universal (al-kulliyyat alkhams) ini dalam maqashid al-syari’ah menggunakannya secara integral oleh KUPI dalam merumuskan fatwa-fatwa.
Pendekatan KUPI ini cukup otentik dan belum para penulis lain lakukan. Sekalipun secara substansi sudah disinggung oleh berbagai pemikir Muslim dunia.
Namun penggunaan secara integral dan komprehensif dalam isu-isu kekerasan seksual dan pernikahan anak, KUPI adalah yang pertama menginisiasinya. (Rul)