• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Rujukan Ayat Quran

Ayat-ayat Puasa dan Perspektif Mubadalah

Faqih Abdul Kodir Faqih Abdul Kodir
21/05/2018
in Ayat Quran
0
43
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Baca Juga:

Pendidikan Seks bagi Remaja adalah Niscaya, Bagaimana Mubadalah Bicara?

Perspektif Mubadalah Memastikan Perempuan Terlindungi dari Kemungkaran

Perspektif Mubadalah Meniscayakan Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Hanya Hamba Allah

Transformasi Sosial dengan Zakat Digital di LAZISNU PWNU Lampung

Mubadalah.id – Ayat-Ayat Puasa dalam Al-Qur’an adalah ayat yang membicarakan ibadah puasa Ramadhan hanya dalam satu tempat. Yaitu dalam Surat al-Baqarah (2: 183-187). Berikut ini, tafsir ringkas atas ayat-ayat puasa dari perspektif mubadalah.

  1. Allah Swt mengawali ayat pertama (2: 183) mengenai puasa dengan panggilan yang sangat intim dan empatik. Yaitu “Yaa ayyuhalladzina aamanuu”, biasa diterjemahkan “Wahai orang-orang yang beriman”. Selanjutnya, disebutkan bahwa kewajiban puasa bagi kita umat Islam adalah serupa dengan kewajiban terhadap umat terdahulu. Ini mengisyaratkan bahwa kita mesti hormat dengan umat terdahulu. Di satu sisi, karena mereka sudah berpuasa sebelum kita. Di sisi yang lain, kita diberi motivasi. Jika umat terdahulu saja mau dan mampu berpuasa, kitapun semestinya bersedia dan pasti mampu melakukannya. Ayat ini diakhiri dengan tujuan puasa: agar kita semua menjadi orang-orang yang bertakwa, yang memiliki daya tahan (taqwa) yang tangguh dalam mengarungi kehidupan ini (dan di akhirat dijauhkan dari api neraka). Baik daya tahan yang bersifat fisik, psikis, maupun spiritual. Puasa, karena itu, bisa disebut sebagai diet dan detoksifikasi untuk kesehatan tubuh (melalui pantang makan), ketahanan psikis (melalui pantang mengganggu dan menyakiti orang lain), dan kematangan spiritual (melalui pantang ketergantungan pada selain Allah Swt).
  2. Ayat kedua (2: 184) bercerita tentang orang-orang yang boleh meninggalkan puasa Ramadhan dan menggantikannya pada hari lain di luar Ramadhan. Yaitu mereka yang sakit dan yang sedang bepergian (traveling). Bahkan, bagi orang-orang yang sebenarnya kuat puasa (tidak sakit dan tidak traveling), tetapi memiliki alasan yang rasional, boleh meninggalkannya, tetapi berkewajiban menggantinya dengan bayar fidyah, atau memberi makan orang miskin. Al-Qur’an tidak mencontohkan alasan ini, tetapi fiqh memberi contoh: yaitu seorang ibu hamil atau menyusui, yang sebenarnya kuat puasa, tetapi memilih tidak puasa demi kesehatan bayinya. Imam Al-Qurthubi (w. 671 H) juga memberi contoh: laki-laki dan perempuan yang sudah berusia lanjut. Mereka boleh tidak puasa dan mengganti bayar fidyah. Mungkin juga, untuk saat ini, tawaran ini bisa diberikan kepada mereka yang menggeluti pekerjaan yang secara fisik melelahkan, seperti pertambangan. Atau mereka yang menjumpai Ramadhan di negara-negara yang siang harinya melebihi 16 jam, bahkan ada yang sampai 22 jam. Terutama bagi yang belum terbiasa hidup di negara seperti ini.
  3. Ayat ketiga (2: 185) bercerita mengenai Ramadhan sebagai bulan penurunan al-Qur’an. Lalu mengulang kembali mengenai kewajiban puasa bagi setiap orang yang menjumpai Bulan Ramadhan, kecuali jika sakit atau sedang bepergian yang tetap diberi keringanan (rukhsah) untuk tidak berpuasa, dan menggantinya di bulan lain. Karena Allah Swt, kata ayat ini, tidak ingin menyusahkan kita. Sebaliknya, Allah Swt ingin memberi kemudahan dan keringanan. Terkait ayat 184-185, dalam Tafsir, beberapa ulama menganggap selain alasan sakit dan traveling sudah tidak berlaku (mansukh). Beberapa ulama lain masih menganggap berlaku, sehingga masih terbuka alasan selain sakit dan traveling, selama itu bisa dipertanggung-jawabkan, untuk meninggalkan puasa, dan menggantikannya pada bulan yang lain, atau menggantinya dengan membayar fidyah. Seperti yang dicontohkan Imam al-Qur’thubi di atas.
  4. Ayat keempat (2: 186) berbicara mengenai kedekatan Allah Swt terhadap hamba-Nya yang mau mendekat, dan menjawab mereka yang mau berdoa. Karena ayat inilah, bulan Ramadhan menjadi bulan dimana setiap orang berlomba-lomba untuk mendekat kepada Allah Swt, dengan berbagai ibadah ritual, seperti sholat, baca Qur’an, doa, dan dzikir, juga amalan-amalan sosial, seperti zakat, sedekah, infak, silaturahim, mengajar, membantu, dan berkarya untuk kemaslahatan umat.
  5. Ayat kelima, terakhir (2: 187), secara literal, jelas sekali, ayat ini berbicara kepada laki-laki/suami yang ingin berhubungan intim dengan istrinya. Selama dilakukan pada malam hari, dengan syarat tidak sedang ibadah i’tikaf di masjid, sang suami dibolehkan berhubungan seks dengan istrinya. Tetapi secara mubadalah, diakui oleh seluruh ulama, ayat ini juga ditujukan kepada perempuan/istri, sehingga iapun diajak bicara oleh teks, dan dibolehkan berhubungan seks di malam hari dengan suaminya, selama tidak sedang beribadah i’tikaf di masjid. Ada penegasan yang eksplisit mengenai perspektif mubadalah dalam relasi pasutri, yaitu penggalan ayat bahwa: “suami adalah pakaian istri, dan istri adalah pakaian suami” (hunna libasun lakum wa antum libasun lahunna). Penegasan mubadalah ini adalah prinsip dasar yang seharusnya mengejewantah pada seluruh norma-norma relasi marital dalam Islam. Yaitu satu sama lain menjadi pakaian, yang melindungi, menghangatkan, dan memberi citra positif. Ayat ini, kemudian diakhiri dengan penegasan, sebagaimana di ayat awal sebelumnya, bahwa pantangan fisik, dari makan, minum, dan seks di siang hari ini, diharapkan dapat mewujudkan orang-orang yang bertakwa, mempunyai komitmen keimanan yang kuat, mampu menahan diri, dan memiliki daya tahan tangguh, secara fisik, psikis dan spiritual. Sehingga mampu menghadirkan segala kebaikan dan menghindarkan segala keburukan, dengan menjadi pribadi yang penuh kasih sayang bagi semua manusia dan semesta alam (rahmatan lil ‘alamin). Wallahu a’lam bish-showab.
Tags: perspektif mubadalahpuasa ramadhantafsir mubadalah
Faqih Abdul Kodir

Faqih Abdul Kodir

Founder Mubadalah.id dan Ketua LP2M UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon

Terkait Posts

Menghindari Zina

Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

17 Januari 2024
Makna Ghaddul Bashar

Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

9 Januari 2024
Makna Isti'faf

Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

3 Januari 2024
Menjawab Salam dari Non-Muslim

Cara Menjawab Salam dari Non-Muslim

30 September 2022
Relasi Antar Umat Berbeda Agama

Ayat-ayat Relasi antar Umat Berbeda Agama dalam Perspektif Mubadalah

24 September 2022
Larangan Berbuat Kerusakan di Muka Bumi

Dalil Tentang Larangan Berbuat Kerusakan di Muka Bumi

14 Juni 2022
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Bangga Punya Ulama Perempuan

    Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB dalam Pandangan Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan
  • KB dalam Pandangan Riffat Hassan
  • Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman
  • Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version