• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Bagaimana Cara Pemulihan dari Bullying?

Melawan perundungan dengan diam itu bukan selemah-lemahnya iman. Jadikan diam sebagai perlawanan yang elegan bagi pelaku perundungan

Yulinar Aini Rahmah Yulinar Aini Rahmah
26/10/2022
in Personal
0
Bagaimana Cara Pemulihan dari Bullying?

Bagaimana Cara Pemulihan dari Bullying?

1.5k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Artikel ini akan membahas tentang bagaimana cara pemulihan dari bullying? Pasalnya, tak sedikit orang yang jadi korban bully, yang membekas sampai besar. Lantas bagaimana bagaimana cara pemulihan dari bullying?

Beberapa hari yang lalu saat sedang makan bersama, teman saya membuka percakapan tentang seseorang yang seringkali mendapatkan perundungan. Teman saya bertanya bagaimana pendapat saya jika saya berada pada posisi tersebut. Sambil menghela napas, saya membenarkan posisi duduk dan mulai me-recall ingatan tentang perundungan yang pernah saya alami.

Saya meyakini setiap orang pernah mengalami perundungan, baik itu skala besar maupun skala kecil. Saya percaya bahwa setiap cerita perundungan menghasilkan cerita-cerita ajaib dibaliknya. Banyak media yang memberitakan tokoh-tokoh besar yang dulu pernah mengalami perundungan namun sekarang mampu bertahan dengan kesuksesan.

Maka  apapun skalanya, jangan pernah malu untuk menceritakan kasus perundungan yang pernah kita alami. Tentu saja menceritakannya pada waktu kita telah siap dan dalam rangka semangat  mengambil hikmah.

Seseorang menjadi rentan terkena perundungan (bulliable) karena banyak faktor diantaranya terlihat berbeda, terlihat lemah, terlihat rendah diri, tidak memiliki teman atau menderita trauma (m.klikdokter.com). Dalam menyikapi perundungan, seseorang memiliki respon yang berbeda, sebagian membalas, sebagiannya lagi akan cenderung diam.

Baca Juga:

Mengapa Waktu Berlalu Cepat dan Bagaimana Mengendalikannya?

Isu Perceraian Veve Zulfikar: Seberapa Besar Dampak Memiliki Pasangan NPD?

Stop Membandingkan, Mulai Menjalani: Life After Graduate

Jalan Menuju Pulih, Proses Berdamai dengan Gangguan Mental

Banyak orang yang menganggap perundungan sebagai sebuah candaan normal yang tidak perlu didramatisasi. Ada banyak artikel yang mengulas dimana letak perbedaan antara perundungan dan candaan, salah satu yang menjadi perhatian saya adalah bahwa sebuah candaan mensyaratkan adanya kesalingan. Kedua belah pihak sama-sama bisa tertawa, namun jika hanya memuaskan satu pihak maka hal ini masuk pada kategori perundungan (pesona.co.id).

Ada lagi yang menganggap bahwa perundungan merupakan salah satu bentuk komunikasi yang bertujuan untuk merekatkan hubungan. Perlu ditegaskan bahwa membulli dengan niat apapun tetap merupakan bagian dari pembunuhan karakter, kerena didalam aktivitas membulli terdapat serangan bersifat merendahkan yang dilakukan dari pelaku kepada korban. Kita tidak pernah tahu dengan pasti siapa dan bagaimana keadaan seseorang yang kita bulli.

Dengan dalih “hanya bercanda”, sebuah perundungan tidak dapat dibenarkan. Lalu bagaimana dengan roasting? Mengutip tirto.id, roasting adalah bentuk komedi yang memiliki unsur penghinaan untuk menghormati seseorang dengan cara yang unik.

Namun perlu diingat, roasting hanya untuk kebutuhan panggung yang didalamnya mensyaratkan banyak hal diantaranya negoisasi di belakang layar tentang batasan apa yang boleh dan tidak boleh dari objek roasting. Jadi roasting tidak bisa dijadikan alasan sesorang berhak mem-bully orang lain dengan semena-mena.

Bercanda bisa dilakukan dengan syarat tidak menyinggung ego dan trauma seseorang. Dua hal ini penting untuk dijadikan pegangan ketika ingin mengajak seseorang bercanda. Bagaimana kita tahu bahwa itu menyinggung ego atau trauma seseorang?

Biasakan memiliki kepekaan dengan lawan komunikasi. Jika setelah kita melontarkan suatu candaan dan orang yang kita tuju menunjukkan sikap tidak nyaman, maka berhentilah jangan diteruskan karena hal tersebut akan mengarah pada aktivitas perundungan. Salah satu indikasi perundungan adalah jika sesuatu tersebut telah menyinggung pihak lain namun terus sengaja dilakukan secara berulang-ulang.

Ada setidaknya dua pilihan dalam me-manage diri dengan baik dari tindakan perundungan. Pertama, jika punya kuasa untuk membalas, maka counter-lah. Hal ini sebagaimana tulisan Herlina pada Mubadalah.id bahwa melawan perundungan merupakan bagian dari akhlak terpuji dalam mepertahankan diri untuk tidak diperlakukan semena-mena oleh orang lain. Perundungan merupakan sebuah kedholiman yang jika mampu melawannya, kita telah melakukan jihad menjaga kehormatan (hifzun nafs).

Ada sebuah maqalah masyhur “التكبرعلى المتكبر صدقة” bahwa “berlaku sombong pada orang yang sombong dihitung sebagai sedekah”. Meski maqalah ini banyak mendapatkan respon kontra namun sesekali jika kondisi mendesak, maqolah ini dapat dijadikan semangat untuk kita dalam meng-counter tindakan perundungan.

Kedua, jika tidak punya kuasa membalas maka diam menjadi senjata paling ampuh untuk melawan. Hal menarik dikisahkan dalam Kitab Majmaul Zawa’id. Ketika melihat Abu Bakar di-bully, Rasulullah menyampaikan bahwa saat Abu Bakar dihina dan diam, malaikat duduk di samping Abu Bakar namun ketika Abu Bakar membalas bully-an tersebut, malaikat pergi dan setan-pun datang (Alif.id).

Strategi membalas dengan diam ini tidak sedang mengajak seseorang yang mengalami tindakan perundungan untuk menyerah, justru melakukan pembalasan dengan diam itu adalah perlawanan yang paling menyakitkan. Keterangan tersebut disarikan dari Prof. Quraisy Shihab ketika menjelaskan makna “keras terhadap orang kafir” dalam Q.S. Al-Fath 29;

Hمُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ ۚ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ ۖ‘

Yang dimaksud ekspresi marah/ kerasnya Rasulullah kepada orang kafir dalam ayat tersebut adalah dengan mendiamkan orang kafir hingga akhirnya mereka menyerah dengan sendirinya. Argumen inilah yang selanjutnya bisa menjadi alternatif penyemangat bagi mereka yang tidak punya kuasa untuk membalas dalam setiap tindakan perundungan yang sedang dialami.

Saya ingin membuat disclaimer bahwa tulisan ini tidak sedang menyuruh korban perundungan untuk diam dengan setiap bullian yang didapatkan dan membiarkan pelaku perundungan untuk terus melancarkan aksinya. Tulisan ini saya maksudkan untuk memberikan semangat pada mereka yang tidak memiliki kuasa untuk melawan setiap perundungan yang datang kepada mereka.

Melawan perundungan dengan diam itu bukan selemah-lemahnya iman. Jadikan diam sebagai perlawanan yang elegan bagi pelaku perundungan. Ini merupakan salah satu cara berdamai dengan diri dan pelaku. Bagi mereka yang punya kuasa membalas, saya mengapresiasi setinggi-tingginya. Sebab bagaimanapun, setiap bullian harus dilawan, dengan membalas maupun diam.

Demikian kisah bagaimana cara pemulihan dari bullying?. Semoga bermanfaat. []

 

 

 

Tags: BerdamaiKesehatan MentalMental HealthperundunganSelf Love
Yulinar Aini Rahmah

Yulinar Aini Rahmah

Terkait Posts

Bangga Punya Ulama Perempuan

Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

20 Mei 2025
Aeshnina Azzahra Aqila

Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

20 Mei 2025
Inspirational Porn

Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!

19 Mei 2025
Kehamilan Tak Diinginkan

Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

18 Mei 2025
Noble Silence

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence pada Ayat-Ayat Shirah Nabawiyah (Part 1)

17 Mei 2025
Suami Pengangguran

Suami Pengangguran, Istri dan 11 Anak Jadi Korban

16 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Bangga Punya Ulama Perempuan

    Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB dalam Pandangan Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan
  • KB dalam Pandangan Riffat Hassan
  • Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman
  • Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version