Mubadalah.id – Dalam interaksi sosial masyarakat yang plural di Indonesia, menyampaikan dan menjawab salam antar pemeluk agama yang berbeda merupakan suatu keniscayaan.
Seorang muslim sangat mungkin dihadapkan pada situasi untuk memulai atau menjawab salam dari non-muslim.
Bahkan, beberapa orang sering menghadapi situasi ini dan sudah terbiasa melakukannya. Namun, ada juga pihak yang menanyakan bagaimana hukum memulai dan menjawab salam dari umat berbeda agama?
Dalam hukum Islam, ada dua pandangan tentang hal ini. Pertama, mengawali dan menjawab salam dipandang sebagai bagian dari doa dan ibadah.
Kedua, memulai dan menanggapi salam dipandang sebagai bagian dari relasi dan pergaulan sosial.
Ada yang memandangnya sebagai ibadah dan doa, dan ada pula yang melarang, karena doa dan ibadah hanya berlaku bagi orang yang sudah masuk Islam.
Ada yang membolehkan selama tidak berkaitan dengan doa keselamatan di akhirat atau lebih tepatnya hanya berdoa untuk kebaikan sosial di dunia.
Salam sebagai Bagian dari Doa
Nabi Muhammad Saw pernah mendoakan orang-orang yang non-muslim, agar mendapat ampunan (Shahih Ibnu Hibban), mendapatkan hidayah (Shahih al-Bukhari, hadits nomor 3267), dan mendapatkan jiwa yang baik dalam hidup (Sunan at-Tirmidzi, hadits nomor 2958).
“Musa bin Uqbah menuturkan dari Ibnu Syihab, dari Sahl bin Sad as-Sa’idi yang berkata, Rasulullah Saw berdoa, Ya Allah, ampunilah kaumku (yang masih belum beriman itu) karena mereka sesungguhnya tidak mengerti.” (HR. Ibnu Hibban).”
“Jabir bin Abdillah menuturkan, Para sahabat mengadu tentang kabilah Tsaqif (yang non-muslim), Wahai Rasul, kabilah Tsaqif sering mengganggu kita, doakan buruk bagi mereka.”
Nabi Saw malah merespons, “Ya Allah berikanlah petunjuk bagi kabilah Tsaqif.” (Sunan at-Tirmidzi, no. hadits: 4322).
Abu Burdah meriwayatkan dari ayahnya yang berkata, “Ada seorang Yahudi yang bersin di samping Nabi, dan mengharapkan doa Nabi. “Semoga Allah merahmatimu.” Kemudian, Nabi Saw berdoa untuknya dengan kata-kata, “Semoga Allah memberimu petunjuk dan memperbaiki kondisimu.” (Sunan Abu Dawud, no. hadits: 5040).
Karena beberapa nash hadits tersebut, sekalipun salam dipandang sebagai doa, maka bisa saja disampaikan kepada umat agama yang berbeda, semisal doa tentang kedamaian dan kebaikan hidup.
Apalagi ada hadits yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad Saw menganjurkan agar salam kita sampaikan kepada orang-orang yang kita kenal maupun asing.
“Abdullah bin Amr menuturkan bahwa ada seseorang yang bertanya kepada Rasulullah Saw, Amal apa yang terbaik dalam Islam?”.
Nabi Saw menjawab, “Kamu memberi makan dan menyampaikan salam kepada orang yang kamu kenal dan yang tidak kamu kenal.” (Shahih al-Bukhari, no. hadits: 12).*
*Sumber: tulisan Faqihuddin Abdul Kodir dalam buku Relasi Mubadalah Muslim Dengan Umat Berbeda Agama.