Mubadalah.id – Menanamkan Tauhid kepada anak harus kita lakukan sejak dini, karena melihat informasi yang semerbak berbaur campur positif, negatif, edukatif, dan lainnya, dapat mengonkonstruksi imajinasi anak kecil.
Perlu kita sadari bahwasannya hiruk pikuk kehidupan modern ini semakin kompleks. Anak-anak kita berhadapan dengan berbagai tantangan yang dapat menggoyahkan keimanan. Oleh karena itu penanaman nilai tauhid pada anak-anak menjadi sebuah kebutuhan yang tidak bisa ditunda-tunda lagi.
Lagi-lagi lebih harus kita sadari teknologi modern menggiring otak kita dengan informasi random selagi fyp yang dapat mempengaruhi cara pandang kita terhadap manusia. Media Sosial kerap bermain dengan pukul rata tanpa memandang gender dan umur.
Bayangkan saja, kita sebagai seorang yang matang secara kepribadian saja masih terpengaruh informasi yang berlawanan dengan paham kita. Bagaimana dengan anak kecil yang sejak umur 4,5,6 dan 7 tahun bermain medsos?
Mulai dari konten hiburan yang mengandung nilai-nilai sekuler, gaya hidup individualis, hingga informasi bebas yang kadang menyesatkan. Di sinilah pendidikan tauhid menjadi sangat penting sebagai penjaga akidah dan pembentuk karakter islami.
Tauhid Sebagai Lelaku Spiritual
Secara linguistik, Tauhid dalam bahasa Arab merupakan bentuk masdar dari fi’il wahhada-yuwahhidu (dengan huruf ha di tasydid). Artinya menjadikan sesuatu satu saja. Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin berkata, “Makna ini tidak tepat kecuali diikuti dengan penafian. Yaitu menafikan segala sesuatu selain sesuatu yang kita jadikan satu saja, kemudian baru menetapkannya.
Sedangkan secara Syar’i, tauhid yakni menjadikan Allah sebagai sesembahan yang seutuh-utuhnya tanpa ada yang lainnya. Simpelnya, hanya Allah yang kita sembah dan percaya.
Tauhid bukan saja konsep teologis yang selesai ketika duduk di bangku pelajaran dan sekolah formal. Lebih dari itu, tauhid adalah lelaku spiritual (spiritual practice) yang mengubah cara pandang, perasaan, dan tindakan seorang hamba dalam menjalani kehidupan. Ia adalah jalan transformasi jiwa menuju kesempurnaan spiritual yang hakiki.
Era modern ini, tauhid tidak hanya berbentuk ritual tradisional, ia bergeser pada tauhid digital, tauhid media sosial, tauhid ekologis dan berbagai manifestasi kontemporer lainnya.
Contoh implementasi praktis dari tauhid digital yakni chatbot edukatif islamisme, AI sebagai teman berfikir dan berdiskusi tentang islam, membaca Al-Qur’an lewat aplikasi, GPS menentukan arah kiblat hingga virtual reality untuk simulasi haji. Pun semacam dengan dakwah digital, sedekah online, donasi, dan kegiatan-kegiatan charity lainnya.
Dengan itu, kita kerap dipaksa untuk beradaptasi dan sekreatif mungkin terhadap pergeseran segala hal pada era modern dalam mengimplementasikan tauhid tanpa kehilangan esensi spiritualitasnya. Sehingga tauhid bergeser menjadi wajah-wajah yang tiak berlawanan dengan syari’at islam dan tetap mengesakan Allah sebagai Tuhan yang maha kuasa.
Tauhid di era modern bukan menolak kemajuan, tetapi tentang memahami islam pada era modern tanpa kehilangan makna rahmatan lil aalamiin.
Bagaimana Edukasi Tauhid Kepada Anak Kecil ?
Konsep Birrul Walidain memiliki aspek mubadalah dengan Birrul Aulad. Artinya, bukan hanya anak harus patuh dan beretika kepada orang tua, namun orang tua juga harus memberi support, kasih sayang, inspirasi, imajinasi, dan semangat luar biasa kepada anak kita. Mungkin berikut beberapa tips menanamkan rasa tauhid kepada anak kecil :
Pertama, berawal dari edukasi keluarga di rumah. Memulai dari hal sederhana dan anak kecil cepat memahami, orang tua sering-sering melantunkan kalimat toyyibah dan kalimat tauhid dengan mensisipkan cerita-cerita Nabi Allah. Selain itu juga sering mengajak anak untuk berdialog berbicara ciptaan Allah, dengan begitu anak akan berfikir dan berimajinasi kritis, bahkan bisa jadi pertanyaannya di luar nalar.
Kedua, membatasi dan mengawasi anak kecil ketika pegang handphone. Ada saatnya anak kecil brainstorming dengan video-video lucu yang ada pada media sosial, tapi juga jangan lupa mengawasinya dan menyisipkannya konten-konten Islami dan harus ada batas bermain hp.
Ketiga, menggunakan media visual dan lagu Islami. Fenomena yang marak saat ini adalah anak kecil pinter joget. Tidak bisa kita pungkiri vibrasi musik selalu menggugah badan untuk bergerak. Ini bukan tentang joget, tapi orang tua seharusnya memperkenalkan lagu-lagu Islami kepada anak kecil sejak dini, agar mereka dapat memahami sendiri bahwa lagu-lagu Islam yang bernuansa tauhid itu seperti demikian. Begitupun sebagai orang tua, harus menganalogikan makna lagu tersebut berupa cerita Islami.
Keempat, peran lingkungan, seperti sekolah, masjid, dan komunitas Muslim di sekitar tempat tinggal juga memiliki peran penting dalam memperkuat pendidikan tauhid. Orang tua perlu memilih lingkungan yang mendukung nilai-nilai Islam dan aktif berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan bersama anak.
Dengan demikian menanamkan tauhid kepada anak adalah investasi jangka panjang generasi masa depan. Seperti adagium Prof Quraish Shihab, bahwa tauhid adalah benteng spiritual dari kehidupan duniawi, mereka akan tumbuh dengan kesadaran Allah selalu bersama hambanya. Mari kita jadikan rumah kita sebagai “madrasah tauhid” pertama bagi buah hati tercinta. []