Mubadalah.id – Sebelumnya, telah saya tuliskan tentang Belajar Pengasuhan Ala Denmark Sebagai Negara Paling Bahagia Part I. Pada tulisan kali ini ada temuan lain tentang pola pengasuhan oleh banyak keluarga di Denmark. Yakni bagaimana mereka mempraktikkan kejujuran.
Kejujuran tampak dari bagaimana industri perfilman Denmark menampilkan akhir dari sebuah cerita. Denmark memproduksi film yang berbeda dari film-film produksi Disney dan Hollywood yang menampilkan sisi bahagia. Film-film Denmark terasa lebih menampilkan akhir menyakitkan atau dekat dengan realitas kehidupan.
Authenticity
Selain itu, isu pada film Denmark juga sensitif, nyata dan tidak terbungkus dengan kepalsuan. Hal ini, menurut Profesor komunikasi dari Ohio State, Silvia Knobloch-Westerwick bahwa berbeda dengan kepercayaan populer. Menonton film sedih sebenarnya membuat orang merasa bahagia serta terefleksikan pada kehidupan sendiri dengan rasa syukur. Hal ini berdampak pada perasaan lebih kaya dan menyentuh sisi kemanusiaan sendiri.
Hal lain juga tampak dari sisi bagaimana akhir sebuah dongeng populer yang berasal dari Denmark buatan Hans Christian Anderson yaitu The Little Mermaid, The Ugly Duckling, dan The Emperor’s New Clothes. Pada banyak cerita tersebut saat ini telah mengalami perubahan. Dongeng-dongeng ini kemudian menyesuaikan dengan kebudayaan dari bagaimana sesuatu tersebut seharusnya terjadi.
Keluarga Denmark mempercayai bahwa membicarakan tragedi dan kesedihan merupakan sesuatu yang harus kita lakukan. Dengan begitu, akan lebih banyak mempelajari karakter dari suatu penderitaan. Sehingga, penting untuk mengetahui banyak realitas kehidupan dengan lebih jujur. Mengenali dan menerima semua emosi sejak dini termasuk yang paling sulit membuat anak lebih mudah mengatur strategi bagi semua masalahnya.
Reframing
Melalui pemaknaan ulang atas suatu peristiwa merupakan cara untuk melihat sesuatu dengan kacamata yang baru. Maka dengan memaknai ulang harapannya bisa mendapatkan perasaan yang lebih baik, sehingga dapat menurunkan aktivitas dalam otak kita yang melibatkan emosi negatif. Selain itu meningkatkan aktivitas di otak yang melibatkan kendali kognitif maupun integrasi adaptif.
Kegiatan ini juga berarti mengubah sesuatu menjadi lebih suportif dan lebih tidak definitif. Yakni dengan mengubah cara dalam merasakan sesuatu. Sehingga dengan demikian, memaknai ulang, bukan tentang membuang kejadian buruk dalam diri kita melainkan menempatkan hal yang tidak penting pada proporsinya dan menjadi fokus tentang apa yang kita sukai.
Empathy
Pada zaman dahulu manusia perlu bertarung untuk mempertahankan hidup mereka. Sehingga, banyak kebijakan pemerintah yang berdasarkan pada kehidupan alam merupakan perjuangan hidup serta hal itu melalui egoisme dan kompetisi penuh antar sesama.
Sedangkan, setelah sekian lamanya manusia berevolusi, empati menjadi sebuah nilai yang membuat manusia mampu bertahan dalam suatu kelompok. Hal ini meruntuhkan argumen didepan bahwa bukan karena taring dan cakar manusia bertahan. Tetapi manusia bertahan karena komunikasi dan kolaborasi.
Program yang mendorong sikap empati yang dikembangkan di Denmark adalah step-by-step. Anak-anak melalui pengasuhan ala Denmark dengan program tersebut melihat gambar tentang beragam jenis emosi dan mengatakan emosi apa yang mereka rasakan.
Hal ini selain untuk belajar untuk mengungkapkan perasaan dirinya juga perasaan orang lain. Selain itu, program untuk mengembangkan empati adalah CAT-kit. Menggunakan kartu bergambar wajah, stik pengukur intensitas emosi, gambar aspek fisik dan lokasi dari emosi. Selain itu, salah satu cara orang Denmark dalam membesarkan anaknya adalah dengan tidak menghakimi mereka.
No Ultimatum
Salah satu sekolah Denmark menerapkan tanpa ultimatum melalui pilar demokrasi. Yaitu membolehkan anak sekolah dengan membuat aturan setiap tahunnya bersama dengan guru mereka. Selain itu, mencoba untuk tetap selaras pada nilai tanpa membentak, memukul dan membuat garis batas yang jelas antara apa yang boleh pada anak yang akan timbal balik kediri orang tua.
Untuk melatih sikap ini, para orang tua dapat bercermin serta memikirkan hal apa yang paling tidak mereka sukai dari sosok depannya. Jika ia tak menyukai bentakan, kekerasan fisik maka jangan lakukan kepada anak-anak. Karena apa yang mereka lihat adalah apa yang akan anak-anak tiru.
Teriakan, tindakan kekerasan yang muncul dari pengasuhan ala Denmark dalam keluarga seringkali muncul karena khawatir tentang apa yang terpikirkan oleh orang lain. Jangan khawatir dengan cara orang lain memandang pola pengasuhan kamu sebagai orang tua. Mengingat jika kita melakukan perubahan, artinya membutuhkan usaha yang lebih susah dan lebih besar.
Togetherness dan Hygge
Keluarga di Denmark faktanya selalu senang dengan kebersamaan yang panjang bersama keluarga mereka tanpa drama. Hal ini menurut riset bahwa salah satu predikator teratas dari kesejahteraan dan kualitas kebahagiaan adalah waktu berkualitas dengan teman dan keluarga.
Kebersamaan ini mereka rawat dengan adanya budaya yang disebut Hygge (dibaca huga). mereka membuat waktu santai bersama keluarga dan teman-teman benar-benar terwujud. Dengan menempatkan atmosfer hangat seperti lilin, dan makanan yang lezat serta terlihat saling membantu satu sama lain. Hal ini menandai satu hal penting bahwa , merasa terhubung dengan yang lain memberikan sebuah arti dan tujuan bagi kita.
Kelompok riset di Chicago mempelajari efek ini serta mengkonfirmasinya. Faktanya, dukungan sosial membantu mengelola stress. Jika kita tahu bahwa kita mempunyai orang yang bisa diajak bicara atau dimintai pertolongan pada waktu sulit, maka seseorang tersebut lebih siap untuk menghadapi tantangan hidup tanpa takut tumbang.
Pada akhirnya untuk menerapkan pola pengasuhan ala Denmark yang telah berhasil menempati urutan teratas sebagai negara yang paling bahagia, butuh latihan terus-menerus. Yakni kesabara dan kesadaran, namun hasilnya akan sepadan dengan apa yang ingin kita wariskan kepada anak-anak kelak. Semoga dengan kacamata pengasuhan yang kita pelajari ini mampu menuntun perjalanan keluarga kita menuju kebahagiaan. []