• Login
  • Register
Senin, 19 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Benarkah Pasar Menjadi Tempat Maksiat Karena Mayoritas Pedagang Perempuan?

Memaknai pasar sebagai tempat kotor hanya karena banyaknya perempuan yang beraktifitas di dalamnya jelas bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan tauhid dalam Islam

Lutfiana Dwi Mayasari Lutfiana Dwi Mayasari
18/08/2022
in Pernak-pernik
0
Pedagang Perempuan

Pedagang Perempuan

615
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Pedagang perempuan di pasar harus melakukan peran ganda. Ia harus sudah menyiapkan sarapan keluarga dan kebutuhan domestik di pagi hari, dan menyelesaikan pekerjaan domestik sepulang dari pasar. Mindset urusan domestik adalah tanggung jawab perempuan tidak berkurang meskipun di waktu yang sama ia juga harus ikut menjadi tulang punggung keluarga.

Hal ini sejalan dengan penelitian Hasni Ainus Zainina, yang menyatakan bahwa terjadi ketidakadilan gender bagi pedagang perempuan di pasar. Selain menghabiskan waktu sebagai pedagang perempuan di pasar dengan rentang waktu yang relatif padat di pagi hingga sore hari, sebelum dan sepulang bekerja di pasar, pedagang perempuan di pasar harus menyelesaikan pekerjaan domestik terlebih dahulu.

Tak hanya beban ganda yang dirasakan oleh pedagang perempuan di pasar, mereka juga harus mendapat stigma buruk karena sumber penghasilan yang dihasilkan. Hal ini lantaran adanya beberapa hadits misoginis yang menempatkan pasar sebagai tempat yang penuh maksiat. Karena ada banyak perempuan di dalamnya.

Menjadi Tempat Maksiat hanya Karena Banyak Perempuan, Adilkah?

Salah satu hadis misoginis yang sering dijadikan hujjah tentang betapa buruknya pasar adalah sebagaimana berikut ini: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, artinya,“Tempat yang paling dicintai Allah adalah masjid-masjid dan tempat yang paling dibenci Allah adalah pasar-pasar.” 

Hadits lainnya yang Imam Nawawi riwayatkan tentang sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. “Tempat yang paling dibenci Allah adalah pasar-pasar.”

Baca Juga:

Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

Kashmir: Tanah yang Disengketakan, Perempuan yang Dilupakan

Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

Sunat Perempuan dalam Perspektif Moral Islam

Pasar kita maknai sebagai tempat yang melalaikan, tempat tabarruj, tempat mengumbar aurat, ikhtilat atau bercampurnya laki-laki dan perempuan. Selain itu pasar juga dipandang sebagai tempat di mana akan terjadi banyak obrolan yang tidak bermanfaat.

Alasan lainnya, penilaian tentang pasar juga menjadi tempat penipuan, kebohongan, riba, sumpah palsu, dan ingkar janji. Pemahaman ini selalu beriringan dengan keberadaan perempuan di pasar.

Teks-teks hadits misoginis sebagaimana tersebut di atas mereka maknai secara tekstual. Sehingga pedagang perempuan di pasar pun tak luput dari stigmatisasi tersebut. Jika benar demikian, lantas bagaimana dengan Sayyidah Khadijah yang menjalani profesi sebagai pedagang sepanjang hidupnya? Padahal beliau menggunakan hasil perdagangannya tersebut untuk membiayai dakwah Nabi Muhammad SAW.

Dan jika memang pasar mereka maknai sebagai sebuah lokasi dengan berbagai macam prediksi negative sebagaimana tersebut di atas, lantas kenapa justru Nabi mendirikan pasar Suqul Anshar (Adiwarman, 2004), tepat setelah membangun masjid Nabawi di Madinah? Begitu Pula khulafaur rasyidin, juga selalu mengiringi pembangunan pasar setelah membangun masjid. (Abdullah Mustofa, 2000)

Pasar Sebagai Sumber Ekonomi

Fakta bahwa pasar menjadi prioritas pembangunan Nabi Muhammad dan Khulafaur Rasyidin setelah masjid menunjukkan bahwa sumber perekonomian harus Nabi hidupkan bersamaan dengan pendirian rumah ibadah. Fakta di atas juga membuktikan bahwa pasar memiliki arti penting sepanjang sejarah peradaban Islam. (Suwandi, 2016) Tujuan ekonomi ataupun pasar Islam sebenarnya dapat kita lihat dari sudut pandang lain yaitu tauhid. (Suwandi, 2016)

Dalam al-Quran  surat  adz-Dzariyat  ayat  56  disebutkan yang artinya: “Dan (ingatlah) Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan untuk mereka menyembah dan beribadah ke-pada-Ku”.

Menurut  Imam  Syafi’i  (150H  –  240H)  makna  ayat  tersebut  ialah  bahwa  manusia  diperintahkan  untuk  mentaati  perintah  dan  menjauhi  larangan  Allah  SWT  serta  hendaklah manusia melakukan segala aktivitas yang baik dengan niat untuk beribadah kepada Allah SWT. (Ahmad Mustofa, 2006).

Ayat ini sangat jelas menegaskan bahwa tujuan utama penciptaan manusia adalah tauhid. Artinya segala aktivitas manusia wajib bertujuan untuk beribadah kepada Allah SWT. Demikian juga dengan aktivitas ekonomi dan pasar. Maka pasar juga  harus  dalam  rangka  menegakkan  tauhid  kepada Allah SWT (as End) sehingga al-falah boleh kita katakan bukan tujuan utama. Tetapi ia merupakan  tujuan  perantara  (means).  Hal  ini  karena  al  falah  secara otomatis muncul apabila tauhid telah kita tegakkan dengan baik.

Pasar dan Perempuan dalam Perspektif Mubadalah

Dalam perspektif mubadalah, hadits-hadits misoginis tentang pasar seharusnya kita maknai sebagai sebuah sifat yang harus kita hindari, bukan pada tempatnya. Di manapun dan kapanpun perbuatan culas, menggunjing, mengumbar aurat, dan akhlak madzmumah lainnya harus kita hindari. Bahkan di tempat yang kita yakini sebagai tempat suci sekalipun, akan hilang makna kesuciannya jika dipenuhi dengan sifat-sifat culas, angkuh, penipuan, dan kesombongan manusia.

Sifat culas, angkuh, pembohong, dan sombong harus kita jauhi oleh seluruh gender baik laki-laki maupun perempuan. Memaknai pasar sebagai tempat kotor hanya karena banyaknya perempuan yang beraktifitas di dalamnya jelas bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan tauhid dalam Islam. Karena pada dasarnya seluruh manusia di dunia wajib untuk memperbanyak akhlak mahmudah dan menjauhi akhlak madzmumah tanpa melihat jenis kelamin.

Yang harus menjadi tugas bersama saat ini adalah bagaimana meringankan double burden yang dialami oleh pedagang perempuan di pasar. Di waktu yang bersamaan ia dituntut untuk memenuhi perekonomian keluarga, mengerjakan urusan domestik. Lalu menelan stigmatisasi buruk berdasarkan narasi ekstremis, serta hadis misoginis tentang pasar. Tempat yang selama ini mereka jadikan sebagai  sumber perekonomian keluarga. []

 

 

 

 

Tags: beban gandaHadits NabipasarPedagang PerempuanPeran PerempuanstigmaSunah Nabi
Lutfiana Dwi Mayasari

Lutfiana Dwi Mayasari

Dosen IAIN Ponorogo. Berminat di Kajian Hukum, Gender dan Perdamaian

Terkait Posts

Pemukulan

Menghindari Pemukulan saat Nusyuz

18 Mei 2025
Gizi Ibu Hamil

Memperhatikan Gizi Ibu Hamil

17 Mei 2025
Pola Relasi Suami Istri

Pola Relasi Suami-Istri Ideal Menurut Al-Qur’an

17 Mei 2025
Peluang Ulama Perempuan

Peluang Ulama Perempuan Indonesia dalam Menanamkan Islam Moderat

16 Mei 2025
Nusyuz

Membaca Ulang Ayat Nusyuz dalam Perspektif Mubadalah

16 Mei 2025
Poligami dalam

Menggugat Poligami, Menegakkan Monogami

16 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan

    KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menghindari Pemukulan saat Nusyuz

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Ratu Junti, Sufi Perempuan dari Indramayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menghindari Pemukulan saat Nusyuz
  • Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami
  • Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial
  • Memperhatikan Gizi Ibu Hamil

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version