Mubadalah.id – Pendidikan adalah satu hal yang dapat merubah masa depan seseorang. Di Indonesia sendiri pendidikan 12 tahun merupakan hal yang wajib. Bahkan, saat ini pendidikan sudah mulai sejak anak usia dini. Dari PAUD, TK, SD, SMP, hingga SMA. Terdapat berbagai sekolah yang mumpuni sesuai keinginan, dari Sekolah Negeri, Sekolah Swasta, hingga Pesantren.
Pesantren merupakan salah satu sekolah swasta yang banyak digemari oleh para orang tua. Karena berharap anaknya dapat menjadi lebih baik. Tidak hanya di dunia pendidikan, namun juga urusan akhirat. Para orang tua berharap, dengan memasukkan anaknya ke Pesantren anaknya akan berubah secara signifikan. Menjadi lebih rajin beribadah dan semakin berbakti kepada kedua orang tua. Benarkah Pesantren seperti itu?
Harapan Orang Tua Memasukkan Anak ke Pesantren
Persepsi yang dibangun secara sadar dan beramai-ramai ini tentunya salah. Pesantren memanglah rumah pendidikan yang mengajarkan adab dan ilmu secara sejajar. Namun, jika orang tua menasbihkan seluruh perubahan kepada Pesantren untuk dapat membuat anaknya menjadi lebih baik. Maka apa orang tua tidak memiliki peran?
Banyak kejadian, bahwa para orang tua yang melepas anaknya ke Pesantren selalu menuntut kepada Ustaz dan Ustazah. Ketika anaknya tidak seperti yang diharapkan, mereka malah menyalahi pembinaan karakter dari para guru di Pesantren. Padahal, di Pesantren semua anak dapat perlakuan yang sama. Dapat ilmu dan pengajaran akhlak yang sama.
Namun, setiap anak yang berada di Pesantren tentunya berasal dari latar belakang yang berbeda. Penyesuaian karakter sebelum memasuki dunia Pesantren tentu saja masih membayangi anak tersebut, meski sudah bertahun lamanya. Tak ayal, ada anak yang meski sudah terbina dengan baik. Namun ia tetap menjadi pribadi yang tidak memiliki perubahan.
Seperti karakter perundungan dan berkuasa yang melekat pada diri sang anak. Ada sebagian orang tua yang memang memasukkan anaknya ke Pesantren karena sudah tidak sanggup menangani anaknya sendiri. Sehingga berharap dunia Pesantren dapat menjadikan anak menjadi manusia yang lebih baik.
Peran Orang Tua Tidak Boleh Hilang
Maka tak ayal, semakin ke sini, dunia Pesantren mendapat kecaman dari banyak orang. Karena banyaknya berita bullying yang terjadi di dunia Pesantren. Benarkah Pesantren dianggap tempat berkumpulnya para anak-anak nakal? Padahal tidak semua anak yang berbuat kenakalan.
Jika dapat kita kalkulasikan, dari 100 persen anak, hanya 20 persentase anak yang memiliki perilaku tidak teratur. Sehingga 80 persen anak yang lainnya terbentuk menjadi anak yang seperti agama harapkan.
Peran orang tua juga sebenarnya tidak boleh hilang meski anak jauh di luar jangkauan. Sebagai orang tua, tentunya menjadi kewajiban untuk memantau perilaku anak. Serta mendengarkan suara anak. Anak memang lebih banyak menghabiskan waktu bersama Ustaz dan Ustazah di Pesantren. Namun tak lantas membuat kewajiban sebagai orang tua gugur begitu saja.
Sudahkah Pesantren Menjadi Rumah Aman bagi Perempuan?
Selain perilaku bullying yang dilakukan oleh para santri. Kini Pesantren juga menjadi sorotan hangat karena banyaknya para guru yang bertitel Kiai atau Ustaz yang seharusnya membina malah berlaku yang tidak senonoh. Ada banyak kasus di mana pencabulan terjadi kepada para santri putri yang bertujuan menuntut ilmu, malah menjadi penyaluran birahi Kiai.
Santriwati yang sudah terdoktrin di Pesantren, bahwa adab di atas ilmu dan harus selalu manut omongan guru. Tidak akan berani untuk bersuara meski mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan. Bahkan, pencabulan yang terjadi di Pesantren terus berlanjut hingga kini.
Untuk itu, sebagai orang tua kita harus benar-benar memperhatikan anak kita. Jangan melimpahkan semua kebutuhan anak kepada para guru di Pesantren. Karena anak lebih suka jika orang tua mereka sendiri yang mendengarkan. Bisa saja anak kita menjadi korban pencabulan, korban perundungan, bahkan menjadi pelaku di Pesantren. Jika demikian, benarkah Pesantren sudah tidak aman lagi?
Tidak semua Pesantren itu aman, namun lebih aman jika anak-anak kita masuk ke Pesantren. []