Mubadalah.id – Salah satu ketua Majelis Musyawarah Kongres Ulama Perempuan Indonesia (MM KUPI), Nyai Hj. Badriyah Fayumi, Lc. MA menjelaskan bahwa tidak selalu ajaran Islam dinyatakan secara leterlek, terutama dalam izin poligami.
Memang, Nyai Badriyah menyebutkan, tidak ada ayat atau hadis yang menyatakan “hukumnya wajib atas suami untuk mendapatkan izin dari pengadilan ketika hendak berpoligami” atau “haram bagimu poligami tanpa izin istri”.
Namun, dalam surat an-Nisa ayat 19 dengan jelas menyatakan:
يايهاالدْين أمنوالايحل لكم أن ترثواالنساء كرها ولا تعضلو هن لتدْهبوا ببعض ما أتيتموهن الا أن ياْتين بفا حشة مبينة وعا شروهن بالمعروف فان كرهتموهن فعسى أن تكرهوا شياْ ويجعل الله فيه خيرا كثيرا
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mewarisi perempuan-perempuan secara paksa, dan janganlah kamu menghalang-halangi mereka supaya kamu dapat membawa pergi sebagian apa yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali mereka melakukan kekejian yang nyata, dan pergaulilah mereka secara baik, kemudian jika kamu membenci mereka maka boleh jadi kamu membenci sesuatu hal padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.”
Dari ayat ini saja, Nya Badriyah menegaskan, kita sudah bisa mengambil kesimpulan bahwa menyakiti istri adalah haram, dan memperlakukan istri secara patut adalah wajib.
Aplikasi dari ajaran ini, kata dia, adalah suami tidak boleh semena-mena dalam bertindak, termasuk semena-mena dalam mengambil keputusan penting yang berakibat menyesengsarakan istri.
Poligami Bukan Perbuatan Ma’ruf
Poligami secara semena-mena adalah perbuatan yang tidak ma’ruf dan menyakiti istri. Jangankan poligami, meninggalkan rumah tanpa pemberitahuan istri saja tidak ma’ruf.
Terlebih, poligami itu akan dampak langsung dan jangka panjang kepada istri dan anak, dan juga pada perkawinan itu sendiri.
Dari sisi waktu saja, istri akan kehilangan sebagian haknya sepanjang perkawinan. Belum lagi soal nafkah lahir dan batin, status sosial baru.
Serta hal-hal immaterial lainnya seperti perasaan tidak berguna, ketiadaan pasangan saat membutuhkan, serta keharusan menata hati menerima kenyataan berbagi cinta. Sungguh tidak mudah. (Rul)