Al-Qur’ān tidak pernah satu kali pun menyatakan bahwa laki-laki, baik dalam segi kapasitas biologisnya sebagai laki-laki atau dalam kapasitas sosialnya sebagai ayah, suami, atau penafsir kitab suci, lebih mampu daripada perempuan dalam mencapai tingkat ketakwaan atau melaksanakan ajaran agama.
Mubadalah.Id- Salah satu biografi feminis Islam yang kiprahnya cukup banyak untuk kesetaraan gender adalah Asma Barlas. Berikut ini adalah biografi Asma Barlas seorang feminis Islam asal Pakistan.
Al-Qur’an masih sering dibaca dengan penafsiran yang belum banyak mendukung sikap dan perilaku egaliter bagi laki-laki dan perempuan. Ulama dan penafsir klasik memasukkan pertentangan biner ke dalam pembacaan/interpretasi mereka atas al-Qur’an dengan alasan bahwa al-Qur’ān memperlakukan laki-laki dan perempuan berbeda dalam beberapa kasus (seperti dalam masalah nikah, cerai, dan waris), maupun berdasarkan rujukan-rujukan simbolis yang terdapat di dalamnya.
Berdasarkan ayat-ayat tersebut mereka menyimpulkan bahwa laki-laki dan perempuan bukan saja berbeda secara biologis, tetapi juga tidak setara dan bertolak belakang. Hal ini melahirkan pandangan seolah prinsip-prinsip maskulin dan feminin juga dibedakan secara ketat dalam Islam.
Padahal sebenarnya Al-Qur’an memperlakukan perbedaan secara egaliter dan unik. Al-Qur’ān tidak pernah satu kali pun menyatakan bahwa laki-laki, baik dalam segi kapasitas biologisnya sebagai laki-laki atau dalam kapasitas sosialnya sebagai ayah, suami, atau penafsir kitab suci, lebih mampu daripada perempuan dalam mencapai tingkat ketakwaan atau melaksanakan ajaran agama.
Pemisahan nilai moral dari nilai sosial seperti yang dilakukan umat Islam di beberapa negara muslim, ketika mereka meperlakukan perempuan secara setara dalam wilayah moral sembari mendeskreditkan mereka dalam wilayah sosial dan hukum, tentu saja bertentangan dengan prinsip al-Qur’ān yang menegaskan nilai egaliter.
Maka perlu adanya pembacaan (penafsiran) ulang atas al-Qur’an, terutama pada ayat-ayat yang sering ditafsirkan secara keliru sehingga dianggap bias gender.
Sejajar dengan Muhammad Abduh, Wasim Amin, Nazhira Zainuddin, Amina Wadud, Asma Balas hadir untuk memenuhi panggilan tersebut. Asma Barlas adalah seorang feminis Islam dan juga professor perempuan asal Pakistan, yang sejak 1983 tertarik untuk mengkaji teks-teks al-Qur’an.
Dari ketertarikannya pula muncul berbagai karya-karya hasil pemikirannya yang tidak lain ingin meluruskan bahwa Islam bukanlah agama yang diskriminatif.
Salah satu karya Asma Barlas adalah Believing Women in Islam: Unreading Patriarchal Interpretations of the Qur’an. Buku tersebut kemudian diterjemahkan dengan judul Cara Qur’an Membebaskan Perempuan.
Asma Barlas memandang perlunya pembacaan kembali terhadap al-Qur’an dalam perspektif yang menjunjung egalitarianisme. Ada dua hal yang ingin ia tekankan: pertama, ia menentang pembacaan al-Qur’an yang menindas perempuan; Kedua, menawarkan pembacaan yang mendukung bahwa perempuan dapat berjuang untuk kesetaraan di dalam kerangka ajaran Islam.
Ia juga menolak klaim yang dibuat baik oleh kaum konservatif Islam maupun oleh kelompok feminis yang mengatakan bahwa Islam adalah agama yang patriarkis.
Metode dan prinsip-prinsip yang digunakan Asma Barlas dalam membaca kembali al-Qur’an dan aplikasinya terhadap ayat-ayat gender yaitu dalam rangka membangun sebuah prinsip egalitarianisme dan antipatriarkalisme di dalam al-Qur’an yang erat kaitannya dengan pembebasan perempuan.
Barlas menggunakan dua argumen penting yaitu: argumentasi sejarah dan argumentasi hermeneutik. Argumentasi sejarah maksudnya adalah penggunaan karakter politik tekstual dan seksual yang berkembang di kalangan masyarakat Islam, terutama proses yang telah menghasilkan tafsir-tafsir di dalam Islam yang memiliki kecenderungan patriarkis.
Sedangkan argumentasi hermeneutik dimaksudkan untuk menemukan apa yang ia sebut sebagai epistemologi egalitarianisme dan antipatriarkalisme di dalam al-Qur’an, yang terletak dalam karakteristik pengungkapan diri Tuhan, yang menolak pandangan tentang kekuasaan ayah atau laki-laki.
Ada tiga langkah yang digunakan Barlas dalam hal ini:
- Menjelaskan karakter teks al-Qur’an yang polisemik dan membuka pelbagai kemungkinan pemaknaan, sebagai kritik terhadap pola penafsiran yang reduksionis dan esensialis, artinya tidak bolehnya membaca al-Qur’an dalam kerangka patriarkis saja.
- Barlas ingin menolak relativisme penafsiran, sebuah pandangan yang menyatakan bahwa semua model bacaan pada dasarnya benar.
- Meletakkan kunci-kunci hermeneutik untuk membaca al-Qur’an dalam karakter divine ontology, yaitu yang berciri ontologi ketuhanan. Prinsip-prinsip teologis yang digunakan oleh Barlas adalah terletak pada pengungkapan Diri Tuhan, yaitu keesaan, keadilan dan keunikan Tuhan.
Sedangkan Metodologi yang digunakan oleh Barlas, merujuk pada pemikir sebelumnya yaitu Fazlur Rahman, yaitu hermeneutika yang biasa disebut dengan gerakan ganda (double movement), dari situasi sekarang ke masa al-Qur’an diturunkan dan kembali lagi ke masa kini.
Ketika Barlas mencoba untuk mengungkap makna teks yang polisemik serta ingin meluruskan pemahaman umat Islam tentang al-Qur’an yang bersifat antipatriarki. Dilihat dari perspektif epistemologis, corak berpikir Barlas yang lebih memilih dan merujuk teks kitab suci dapat dikategorikan sebagai corak epistemologi bayani (explanatory).
Umat Islam membutuhkan tafsir dan bacaan yang memberdayakan masyarakat, terutama perempuan, bukan memperdayakan mereka. Karena Islam diturunkan untuk menegaskan kesetaraan. Islam tidak membedakan perilaku moral dan sosial antara laki-laki dan perempuan, justru menerapkan standar yang sama terhadap mereka, dan menetapkan hukum atas mereka berdasarkan kriteria yang sama.
Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar. (QS. Al-Ahzab/33: 35).[]
Demikian sekilas biografi Asma Barlas seorang feminis Islam asal Pakistan. Semoga bermanfaat. (Baca juga: Mengenal Qasim Amin: Tokoh Feminis Islam)