Mubadalah.id – Admin Media Sosial Mubadalah.id, Aida Nafisah menyoroti besarnya pengaruh budaya pop dan standar kecantikan dalam membentuk cara pandang masyarakat terhadap perempuan.
Film, sinetron, hingga video musik, kata Aida, kerap menampilkan perempuan sebagai sosok yang lemah, penuh emosi, mudah cemburu, atau harus menderita terlebih dahulu sebelum dipandang layak mendapatkan kebahagiaan.
“Banyak kamera memosisikan perempuan sebagai objek, bukan manusia utuh,” jelas Aida dalam rangkaian kegiatan 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 HAKTP) 2025, pada Selasa (9/12/25).
Aida mengungkapkan bahwa saat ini banyak representasi visual yang memfragmentasi tubuh perempuan turut menanamkan standar kecantikanstandar kecantikan. Yaitu perempuan harus kurus, putih, berwajah mulus dan rambut lurus. Narasi visual seperti ini tidak hanya berulang, tetapi mengkristal menjadi standar sosial yang menekan perempuan di kehidupan nyata.
Dampaknya tidak kecil. Standar kecantikan yang sempit menciptakan tekanan psikologis, melahirkan komentar-komentar jahat di dunia maya. Bahkan memengaruhi cara masyarakat memperlakukan perempuan ketika terjadi kekerasan.
“Perempuan yang tidak sesuai standar sering kali dianggap kurang layak mendapat empati,” jelasnya.
Urgensi Perubahan Narasi oleh Media
Seluruh fenomena ini menunjukkan bahwa persoalan kekerasan terhadap perempuan tidak bisa dilepaskan dari cara media membingkai cerita. Narasi yang bias bukan hanya memperburuk kondisi korban, tetapi juga memperkuat budaya patriarki yang mengakar.
Aida menekankan bahwa media memiliki peran strategis sebagai pembentuk opini publik. Tanggung jawab etik bukan hanya soal melaporkan fakta. Tetapi juga memahami konteks, dampak, dan kerentanan yang perempuan alami ketika menjadi korban kekerasan.
“Menggeser fokus dari apa yang dipakai korban ke apa yang dilakukan pelaku adalah langkah awal yang penting,” ucapnya.
Pada akhirnya, pemberitaan yang adil dan tidak menyudutkan korban adalah bagian dari upaya lebih besar untuk menciptakan ruang media yang berpihak pada kemanusiaan. Karena media harus mampu menjadi ruang aman. []











































