• Login
  • Register
Senin, 19 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Dari Gadis Kretek Hingga Gadis Kritik: Suara Emansipasi Perempuan untuk Peradaban Berkeadilan

Kepiawaian Rina Nose dalam membawakan monolog memberikan pesan dan sindirin yang cukup menyentil

Muhammad Nasruddin Muhammad Nasruddin
27/11/2023
in Publik, Rekomendasi
0
Gadis Kretek

Gadis Kretek

1.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Serial Netflix Gadis Kretek garapan sutradara dari Indonesia, Kamila Andini dan Ifa Isfansyah berhasil menempati posisi Top 10 Global series Netflix non-Inggris di seluruh dunia. Film yang diproduksi oleh BASE Entertainment dan Fourcolours Films resmi rilis di Netflix pertama kali pada 2 November 2023. Hanya dalam satu minggu untuk pekan yang berakhir pada 12 November kemarin, film ini telah mencapai 1,6 juta penayangan.

Serial 5 episode dari film ini merupakan sebuah adaptasi dari novel dengan judul yang sama karya Ratih Kumala. Sebuah novel yang terbit pada tahun 2012 dan juga masuk nominasi sepuluh besar penerima penghargaan Kusala Sastra Khatulistiwa.

Perempuan dalam Serial Gadis Kretek

Film Gadis Kretek mengisahkan tentang Jeng Yah alias Dasiyah, sosok perempuan di balik suksesnya industri kretek pada masa itu. Jeng Yah yang Dian Sastrowardoyo perankan adalah sosok perempuan progresif dan terampil. Dengan bekal kemahirannya dalam meracik tembakau, ia punya ambisi yang kuat untuk menciptakan saus kretek terbaik.

Namun budaya patriarki yang mengakar begitu kuat menjadi tantangan tersendiri bagi mimpi Jeng Yah. Pada masa itu, perempuan hanya mereka pandang sebelah mata. Posisi perempuan dalam dunia kerja kerap mengalami diskriminasi dan stigmatisasi.

Pada saat itu, perempuan tidak boleh masuk ke ruang peracikan saus. Adanya perempuan di ruang sana, menurut budaya yang berkembang hanya akan membuat citra rasa saus menjadi masam.

Baca Juga:

Dr Nahla Shabry: Qawwamun bukan Pemimpin yang Mendominasi Perempuan

Kritik tanpa Kesalingan: Ketika Patriarki Jadi Senjata Sepihak

Mansplaining: Wajah Baru Patriarki dalam Komunikasi Modern

Membincang Femisida, Kejahatan yang Membunuh Kemanusiaan

Walaupun pada akhirnya Jeng Yah berhasil membuat racikan saus kretek terbaik dan mematahkan stereotip tersebut. Namun hal itu tidak lantas menjadikannya bahagia karena kuatnya budaya patriarki.  Lebih-lebih Jeng Yah merupakan anak sulung yang belum kunjung menikah. Tentu salingers bisa membayangkan sendiri bagaimana respons masyarakat patriarki tehadap posisi Jeng Yah.

Gadis Kretek dan Budaya Patriarki

Budaya patriarki memang menjadi tantangan yang cukup berat bagi perempuan. Apalagi jika hal tersebut dikemas dalam balutan budaya dan norma sosial masyarakat yang seakan-akan telah menjadi hal yang lumrah. Sehingga jika ada perempuan yang berperilaku atau berpikiran tidak seperti anggapan pada umumnya, maka masyarakat setempat akan melabelisasinya dengan dengan kata-kata yang kurang baik. Bahkan dengan tindakan yang mengekang. Akibatnya, perempuan pun akan merasa sulit untuk berkembang.

Dalam serial Gadis Kretek ini, Jeng Yah tampil sebagai sosok perempuan yang tahan banting. Ia punya visi dan tekad yang kuat, meski berhadapan dengan tantangan budaya patriarki masyarakat setempat.

Melalui penggambaran karakter tersebut, Jeng Yah seolah-olah berpesan kepada kita bahwa perempuan pun berhak punya harapan. Sebuah visi yang dapat menuntun kita untuk berani melangkah. Dan menjadikan harapan tersebut seperti api kecil yang selalu menyala meski banyak badai yang menerpa

Gadis Kritik dalam Panggung Mata Najwa

Dalam Perayaan #13TahunMataNajwa kemarin menyajikan sebuah performa yang cukup menarik. Sebuah monolog yang mirip dengan Stand Up komedi. Namun bukan soal lucu-lucuan saja. Di dalamnya penuh dengan pesan kritik yang cukup menggelitik.

Uniknya, performa ini diperankan oleh Rina Nose yang berpenampilan layaknya sosok Jeng Yah dalam serial Netflix Gadis Kretek.

Dengan berbusana khas budaya Jawa, penampilan Rina Nose berhasil memukau para penonton. Tak hanya yang hadir dalam acara tersebut, tetapi juga berhasil memukau para netizen dunia maya.

Perempuan yang kerap mendapat julukan Ratu Impersonate ini membawakan script monolog yang cukup panjang. Sebagaimana halnya episode yang Mata Najwa sebut sebagai “Gadis Kritik”. Kepiawaian Rina Nose dalam membawakan monolog memberikan pesan dan sindirin yang cukup menyentil.

Tidak hanya soal politik yang memang menjadi agenda utama akhir-akhir ini, namun juga soal peran dan posisi perempuan yang kerap tidak mendapat kesetaraan dalam berbagai aspek kehidupan. Belum lagi tentang stigma masyarakat yang sering menghantui perempuan untuk menjadi individu yang lebih maju hanya karena ia menjadi seorang perempuan.

Suara Emansipasi Perempuan

Baik Jeng Yah dalam serial Gadis Kretek dan Rina Nose dalam episode Gadis Kritik menggambarkan tentang sebuah emansipasi. Sebuah upaya yang bukan sekadar keluar dari jeratan patriarki sehingga memiliki kesempatan yang setara dengan laki-laki. Namun tentang bagaimana perempuan dapat berdikari dengan visi dan mimpi yang tinggi tanpa harus meninggalkan jati diri.

Bagaimanapun juga, laki-laki dan perempuan adalah sama-sama manusia yang Allah ciptakan sebagai khalifah fil Ardl. Keseimbangan dunia yang berperadaban berkeadilan pun hanya dapat tercapai jika masing-masing khalifah fil Ardl tersebut memiliki sumber daya yang berkualitas.

Tentu untuk mewujudkan hal demikian perlu ada kesempatan dan akses yang sama bagi laki-laki dan perempuan untuk terus mengembangkan potensi. Saling mendukung dan melengkapi. Bukan malah mengekang atau melukai.

Emansipasi menjadi hal yang penting untuk terus kita suarakan. Karena setiap orang berhak punya mimpi. Layaknya mimpi Jeng Yah untuk menciptakan resep saus kretek terbaik, maupun mimpi Rina Nose untuk menjadi seorang gadis kritik. []

Tags: Gadis Kretekgadis kritikjeng Yahmata najwapatriarkiRina Nose
Muhammad Nasruddin

Muhammad Nasruddin

Alumni Akademi Mubadalah Muda '23. Dapat disapa melalui akun Instagram @muhnasruddin_

Terkait Posts

Nyai Nur Channah

Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

19 Mei 2025
Nyai A’izzah Amin Sholeh

Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

18 Mei 2025
Inses

Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

17 Mei 2025
Dialog Antar Agama

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

17 Mei 2025
Inses

Inses Bukan Aib Keluarga, Tapi Kejahatan yang Harus Diungkap

17 Mei 2025
Kashmir

Kashmir: Tanah yang Disengketakan, Perempuan yang Dilupakan

16 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version