• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah

Dilema, Menghadiri Walimah atau Patuh Pada Aturan Iddah?

Status iddah seorang Ibu, bukan berarti menghilangkan hak sebagai orangtua untuk bisa menghadiri resepsi pernikahan sang anak

Achmad Ma'aly hikam mastury Achmad Ma'aly hikam mastury
30/08/2023
in Keluarga
0
Menghadiri Walimah

Menghadiri Walimah

1.5k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Sebut saja namanya ibu Maemunah. Ia baru saja ditinggal wafat oleh suaminya 3 hari yang lalu. kenyataan yang sangat mengejutkan bagi dia. Padahal, pada tanggal 29 September nanti putranya akan menggelar acara pernikahan, lengkap dengan walimah ‘ursy. Sebagai seorang ibu sekaligus orang tua sang mempelai, tentu kehadirannya sangat diharapkan.

Dilema terjadi tatkala mengingat ia masih berada dalam status iddah. Salah satu kerabatnya yang kebetulan paham tentang agama mengingatkan padanya untuk tidak menghadiri walimah anaknya. Ia berdalih bahwa perempuan yang menjalani iddah tidak boleh untuk keluar rumah. Apalagi menghadiri pesta pernikahan yang melibatkan banyak orang.

Di sisi lain, jika ia tidak menghadiri pernikahan anaknya, tentu akan menjadi buah bibir masyarakat. Pihak besan dan para tamu undangan akan menilainya sebagai orang tua yang tidak peduli pada anaknya. Sang anak akan kecewa, di momen yang seharusnya ia membahagiakan orangtuanya, justru yang ia bahagiakan tidak hadir menyaksikannya

Si ibu pun dilema, menghadiri berarti melanggar perintah Allah swt. Sedangkan tidak hadir berarti melukai perasaan putranya serta mencoreng nama baiknya. Maka, bagaimana solusi atas Ibu Maemunah di atas?

Kewajiban Iddah dan Ihdad

Di dalam Al-qur’an surah Al-Baqarah ayat 234 menegaskan bahwa seorang istri yang ditinggal mati oleh suaminya wajib menjalani iddah selama 4 bulan 10 hari.

Baca Juga:

Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

Inses Bukan Aib Keluarga, Tapi Kejahatan yang Harus Diungkap

وَالَّذِيْنَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُوْنَ اَزْوَاجًا يَّتَرَبَّصْنَ بِاَنْفُسِهِنَّ اَرْبَعَةَ اَشْهُرٍ وَّعَشْرًا ۚ فاِذَا بَلَغْنَ اَجَلَهُنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيْمَا فَعَلْنَ فِيْٓ اَنْفُسِهِنَّ بِالْمَعْرُوْفِۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ (البقرة :٢٣٤).

“Dan orang-orang yang mati di antara kamu serta meninggalkan istri-istri hendaklah mereka (istri-istri) menunggu empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah sampai (akhir) idah mereka, maka tidak ada dosa bagimu mengenai apa yang mereka lakukan terhadap diri mereka menurut cara yang patut. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.“

Selain itu, Ia juga berkewajiban menjalani Ihdad. Masa berkabung atas kematian suaminya selama ia menjalani masa iddah.

ولوفاة على رجعية وغير موطوءة بأربعة أشهر وعشرة أيام مع إحداد (فتح المعين بشرح قرة العين بمهمات الدين ٥٢٦)

“Dan bagi istri yang ditinggal mati suaminya wajib melaksanakan kewajiban iddah selama 4 bulan 10 hari, serta melakukan ihdad (berkabung)”(fath al mu’in bisyarhi qurrotil aini bi muhimmah ad din, 526)

Menurut mazhab syafi’i, perempuan yang menjalani masa iddah dan ihdad wajib menetap di dalam rumah. Ulama’ Syafi’iyyah hanya membolehkan perempuan mu’taddah -sebutan bagi perempuan yang menjalani iddah- keluar apabila ada hajat atau keadaan mendesak.

Adapun menghadiri walimah tidak bisa kita katakan sebagai hajat. Secara eksplisit penjelasan hal ini di dalam kitab lum’ah at-tanqih, Abdul haq Ad-dahlawi, yang menuturkan bahwa:

ولا يجوز لهن الخروج منها إلا لضرورة أو حاجة مهمة كالحج ونحوه، ومجرد الزيارة ليست كذلك، كذا قيل، وفيه (لمعات التنقيح في شرح مشكاة المصابيح ٤/١٧٩)

“dan bagi (perempuan yang beriddah) tidak diperkenankan untuk keluar dari (rumah), kecuali keadaan darurat atau adanya hajat yang penting seperti berhaji dan semisalnya, sementara sekedar berkunjung tidak termasuk hajat yang penting ”(lum’atut tanqih fi syarhi misykatil mashobih, 4:179)

Solusi bagi Ibu Maemunah

Namun demikian, ada solusi alternatif bagi Ibu Maemunah dalam kasus di atas. Yakni, dengan cara bertaklid pada mazhab Maliki. Secara tegas, Mazhab Maliki membolehkan bagi perempuan yang berihdad untuk keluar guna menghadiri walimah ‘ursy.

عَلَى أَنَّ الْمَالِكِيَّةَ صَرَّحُوا بِأَنَّهُ لاَ بَأْسَ لِلْمُحِدَّةِ أَنْ تَحْضُرَ الْعُرْسَ، وَلَكِنْ لاَ تَتَهَيَّأُ فِيهِ بِمَا لاَ تَلْبَسُهُ الْمُحِدَّةُ (الموسوعة الفقهية الكويتية۲/۱۰۹)

“Madzhab Maliki menjelaskan bahwa perempuan yang berihdad diperbolehkan menghadiri walimah’ursy”(Al mausu’ah al fiqhiyah, 2:109).

Demikian penjelasannya. Semoga bermanfaat. []

 

 

 

 

 

 

Tags: IddahIhdadJandakeluargaWalimah
Achmad Ma'aly hikam mastury

Achmad Ma'aly hikam mastury

Hanya seorang pemula dalam penulis, bisa disupport melalui akun instagramnya @am_hikam

Terkait Posts

Kekerasan Seksual Sedarah

Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

19 Mei 2025
Keberhasilan Anak

Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

17 Mei 2025
Pendidikan Seks

Pendidikan Seks bagi Remaja adalah Niscaya, Bagaimana Mubadalah Bicara?

14 Mei 2025
Mengirim Anak ke Barak Militer

Mengirim Anak ke Barak Militer, Efektifkah?

10 Mei 2025
Menjaga Kehamilan

Menguatkan Peran Suami dalam Menjaga Kesehatan Kehamilan Istri

8 Mei 2025
Ibu Hamil

Perhatian Islam kepada Ibu Hamil dan Menyusui

2 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version