Mubadalah.id – Drama Korea telah lama menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya populer global. Menghidupkan kisah-kisah yang menggetarkan hati dan mengajak penontonnya memasuki dunia yang berbeda.
Namun, pada tahun ini, sebuah drama Korea King The Land telah muncul di layar kita, membawa angin segar dengan pandangan unik dan menarik yang menerobos batas gender. “King The Land,” yang tengah mencuri perhatian para penikmat drama, berhasil menghadirkan perspektif gender yang kuat dan menantang. Di mana drama ini mengubah lanskap naratif yang biasanya dominan, klise dan konvensi.
Seiring dengan berkembangnya kesadaran akan pentingnya representasi dan inklusivitas dalam hiburan, “King The Land” mengambil langkah berani. Yakni dengan memperkenalkan karakter yang menerobos batas-batas gender yang telah mapan.
Dalam dunia bisnis perhotelan dan distribusi yang penuh intrik, drama ini menghadirkan sejumlah karakter perempuan yang kuat dan kompleks. Menempatkan mereka di garis depan cerita sebagai pahlawan dan agen perubahan. Ini adalah langkah cerdas yang menunjukkan bahwa perempuan tidak hanya sekadar penghias cerita. Tetapi juga memiliki potensi untuk mengambil peran utama dalam naratif yang menantang.
Perjuangan Kesetaraan Nyata Ada
Drama Korea King The Land ini juga memberikan perspektif yang dalam tentang tantangan yang dihadapi karakter-karakter perempuan dalam upaya mereka untuk mencapai potensi penuh mereka. Melalui konflik internal dan eksternal, “King The Land” menggambarkan bagaimana perjuangan gender masih menjadi kenyataan dalam berbagai konteks sosial.
Dalam menghadapi rintangan-rintangan ini, karakter-karakter perempuan dalam drama ini menunjukkan kekuatan, tekad, dan ketahanan yang luar biasa. Memberikan inspirasi dan semangat kepada penonton. Ini adalah pengingat kuat bahwa peran gender tidaklah statis. Masyarakat harus bersedia membuka diri terhadap perubahan dan kemajuan dalam pandangan tentang perempuan.
Siapa sajakah yang berperan dalam drama ini? Dua tokoh utama dalam King The Land yaitu Gu Won, diperankan Lee Junho dari 2PM dan Cheon Sa Rang, diperankan Yoona dari Girls Generation. Selain itu, juga ada Go Won-Hee sebagai Oh Pyeong-Hwa dan Kim Ga-Eun sebagai Kang Da-Eul. Mereka berperan sebagai sahabat Cheon Sa Rang. Kali ini kita akan membahas bagaimana karakter ketiga perempuan ini dalam merepresentasikan memperjuangkan kesetaraan gender.
Lim Yoon-A sebagai Cheon Sa-Rang: Melampaui Batasan Tradisi
Lim Yoon-A membawakan karakter Cheon Sa-Rang dengan luar biasa. Tampil sebagai pribadi yang ceria, cerdas dan berprinsip. Karakter tersebut mampu mengantarkan Cheon Sa Rang dari jabatan terendah hingga puncak karir di Hotel King. Dia berhasil dinobatkan menjadi karyawan terbaik berkat kerja kerasnya dan ketulusan sikapnya.
Pada episode 15, Cheon Sa Rang menyadari bahwa menjadi hotelier di hotel yang dikelola oleh keluarga Gu Won, bukan mimpi yang sebenarnya ia inginkan. Pada episode 16, ia memutuskan untuk resign. Lalu memulai bisnis hotelnya sendiri.
Sedangkan pada beberapa episode lainnya juga tergambarkan karakter Cheon Sa Rang sebagai perempuan yang berani mengemukakan pendapat. Ia menentukan sikap dengan mempertimbangkan segala konsekuensi yang mungkin akan ia hadapi.
Dia berjuang untuk mendapatkan pengakuan dan hormat dari rekan-rekannya, menghadapi tekanan konstan untuk membuktikan kemampuannya di tengah lingkungan yang masih meragukan kemampuan perempuan. Karakter ini memberikan pandangan tentang perjuangan yang perempuan hadapi. Yakni dalam memperoleh dan mempertahankan posisi berpengaruh, sambil menjaga keaslian dan empati.
Kim Ga-Eun sebagai Kang Da-Eul: Perlawanan Terhadap Norma Sosial
Kim Ga-Eun memberikan interpretasi yang kuat dalam peran Kang Da-Eul, seorang wanita karir sekaligus ibu rumah tangga. Di mana ia mampu menjalankan kedua peran tersebut dengan hampir sempurna. Karakter Da-Eul menggambarkan perempuan sebagai individu yang berani melawan norma sosial yang membatasi kebebasan dan aspirasi mereka.
Dia mengejar impian dan aspirasinya sendiri. Bahkan jika itu berarti menentang harapan yang melekat pada perempuan dalam masyarakat.
Da-Eul menghadirkan refleksi tentang keberanian dan keteguhan hati yang perempuan perlukan untuk melawan ekspektasi budaya yang mengikat. Pada episode-episode awal, dia terkesan tidak mampu melawan mertua dan keluarga suaminya yang bertindak seenaknya.
Namun, di akhir episode, ia berhasil membalikkan keadaan. Saat dia pulang belanja, dia melihat suaminya pergi bermain golf dan ternyata baru terungkap kalau suaminya sudah tidak bekerja lagi. Inilah awal kemerdekaan Da-Eul yang kemudian mertuanya nobatkan sebagai kepala keluarga. Tugasnya mencari uang serta terlepas dari beban pekerjaan rumah.
Go Won-Hee sebagai Oh Pyeong-Hwa: Bangkit dari Penindasan
Tokoh Oh Pyeong-Hwa yang Go Won-Hee perankan mewakili perempuan yang tulus dan suka mengalah. Pyeong-Hwa adalah seorang pramugari yang tidak kunjung naik pangkat. Teman seangkatannya mencuranginya, namun ia tetap sabar.
Hingga pada akhirnya, seniornya memojokkannya dan mengungkit masa lalu serta menyebarkan berita bahwa selama ini Pyeong-Hwa adalah janda dan ia menyembunyikan fakta tersebut. Pyeong-Hwa pun angkat bicara kalau kepala pilotnya (mantan pacarnya) yang mendaftarkan pernikahan tersebut. Di mana ia selama ini masih menggoda Pyeong-Hwa padahal ia sudah berkeluarga.
Bagian yang menarik, laki-laki yang menaruh hati pada Pyeong-Hwa mencoba menguatkannya dan berbicara kepadanya, “Kamu bukan menyembunyikan fakta itu, kamu hanya tidak ingin orang lain melihat sisi dari dirimu pada bagian itu.” Melalui karakter Pyeong-Hwa, penonton diajak untuk merenungkan pentingnya menyuarakan kebenaran, alih-alih diam dan menerima segala bullyan.
Sebagai penutup, “King The Land” berdiri sebagai bukti perkembangan lanskap drama Korea. Melepaskan diri dari cetakan cerita tradisional untuk menciptakan narasi yang menantang dan menginspirasi.
Maka, dengan menggambarkan wanita sebagai sosok yang kuat dan berpengaruh dan menangani sifat cair dari peran gender, drama ini telah membuka percakapan penting tentang representasi dan pemberdayaan. Ini mendorong pemirsa untuk mempertanyakan norma-norma yang biasa mereka gunakan dan merangkul spektrum identitas dan kemungkinan yang lebih luas.
Dalam industri yang sering dikritik karena melanggengkan stereotip, “King The Land” muncul sebagai angin segar yang menandakan perubahan progresif dalam penceritaan drama Korea. Dengan karakternya yang dinamis, plot yang menawan, dan tema yang menantang. Drama ini tidak hanya menghibur tetapi juga mengajak kita untuk merefleksikan persepsi kita sendiri tentang gender di dunia nyata. []