Mubadalah.id – Air menempati kedudukan yang penting dalam kehidupan manusia. Dalam Surat Al-Furqan ayat 48-49, misalnya. Ada pernyataan air secara umum mempunyai sekurang-kurangnya tiga fungsi. Antara lain: Pertama, air hujan dapat kita gunakan untuk bersuci dari najis besar dengan cara mandi dan dari najis kecil dengan berwudhu.
Kedua, air hujan bisa menjadi sumber kehidupan karena dapat menyuburkan tanah-tanah dan lahan-lahan kering dan tandus. Ketiga, air hujan bisa kita manfaatkan pula oleh manusia maupun hewan untuk minum. Sehingga penting bagi kita untuk menerapkan efisiensi air, terutama dalam urusan ibadah.
Air, media utama dalam ibadah
Dalam berbagai hadis, Rasulullah mengingatkan kita tentang kedudukan air yang strategis dalam ihwal ibadah. Pernah, suatu ketika seorang sahabat bertanya tentang kondisi dia yang tengah bepergian melalui jalur laut. Pada waktu itu, ia hanya membawa sedikit air, yang jika terpakai berwudhu, ia akan kehabisan air untuk ia minum.
Lantas, ia pun menanyakan kebolehan penggunaan air laut untuk berwudhu. Nabi lalu menjawab, air laut bisa kita manfaatkan untuk bersuci, serta daging hewan laut yang sudah mati pun halal kita konsumsi.
Air juga harus kita gunakan sesuai dengan keperluan dan seefisien mungkin. Tata cara wudhu dalam kondisi air yang serba terbatas juga telah RasuluLlah ajarkan. Kondisi air yang serba terbatas ini juga pernah Rasulullah dan para sahabat alami, sebagaimana dapat kita lihat dari gambaran hadis berikut:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ كُنَّا نَعُدُّ الْآيَاتِ بَرَكَةً وَأَنْتُمْ تَعُدُّونَهَا تَخْوِيفًا كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ فَقَلَّ الْمَاءُ فَقَالَ اطْلُبُوا فَضْلَةً مِنْ مَاءٍ فَجَاءُوا بِإِنَاءٍ فِيهِ مَاءٌ قَلِيلٌ فَأَدْخَلَ يَدَهُ فِي الْإِنَاءِ ثُمَّ قَالَ حَيَّ عَلَى الطَّهُورِ الْمُبَارَكِ وَالْبَرَكَةُ مِنْ اللَّهِ فَلَقَدْ رَأَيْتُ الْمَاءَ يَنْبُعُ مِنْ بَيْنِ أَصَابِعِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَقَدْ كُنَّا نَسْمَعُ تَسْبِيحَ الطَّعَامِ وَهُوَ يُؤْكَلُ (رواه البخاري)
Dari Abdullah, ia berkata, “Kami dulu menilai ayat-ayat Al-Quran sebagai berkah, sementara kalian menganggapnya untuk menakut-nakuti. Dulu pada saat kami bepergian bersama RasuluLlah SAW, persediaan air sangat sedikit. Beliau bersabda, ‘Carilah sisa-sisa air.’
Maka, beberapa orang datang dengan membawa wadah berisi air yang sedikit jumlahnya. RasuluLlah SAW lantas memasukkan tangannya ke dalam wadah, kemudian beliau berpesan, ‘Mari segera bersuci dengan (air yang) diberkahi. Berkah yang berasal dari Allah.’ Sungguh aku melihat air terus mengucur dari jari-jemari RasuluLlah SAW. Kami bahkan benar-benar bisa mendengar bunyi tasbih dari makanan yang sedang dimakan.” (HR. Al-Bukhari)
Efisiensi air dalam bersuci
Pemakaian air dalam bersuci semestinya mengikuti prinsip efisiensi, karena air termasuk barang ekonomi yang sangat mungkin mengalami kelangkaan. Terutama di daerah-daerah tandus dan kering dengan curah hujan yang rendah. Dalam konteks ini, hadis Rasulullah SAW berikut ini patut untuk dijadikan pertimbangan:
عَنْ أَبِي نَعَامَةَ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ مُغَفَّلٍ سَمِعَ ابْنَهُ يَقُولُ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْقَصْرَ الْأَبْيَضَ عَنْ يَمِينِ الْجَنَّةِ إِذَا دَخَلْتُهَا فَقَالَ أَيْ بُنَيَّ سَلْ اللَّهَ الْجَنَّةَ وَتَعَوَّذْ بِهِ مِنْ النَّارِ فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّهُ سَيَكُونُ فِي هَذِهِ الْأُمَّةِ قَوْمٌ يَعْتَدُونَ فِي الطَّهُورِ وَالدُّعَاءِ (رواه أبو داود)
Dari Abi Na’amah bahwa Abdullah bin Mughaffal mendengar putranya berdoa, “Ya Allah, sungguh aku memohon kepada-Mu (agar ditempatkan di) istana putih yang terletak di sebelah kanan surga andai aku masuk surga.”
Abdullah bin Mughaffal menegur anaknya, “Wahai anakku, mintalah kepada Allah agar dimasukkan surga dan berlindunglah kepada Allah dari neraka, karena sesungguhnya aku mendengar RasuluLlah SAW bersabda, ‘Sesungguhnya, kelak akan muncul sekelompok orang dari umat ini yang berlebihan dalam bersuci dan berdoa.’” (HR. Abu Dawud)
Hadis di atas secara tidak langsung merupakan “sindiran” atas perbuatan umat Islam di akhir zaman yang berlebihan dalam bersuci. Sikap israf dalam bersuci itu bisa kita lihat dari kuantitas jumlah sumber daya alam, khususnya air, yang kita butuhkan untuk berwudhu maupun mandi junub. Meskipun air dalam kondisi melimpah, umat Islam tidak boleh berlebih-lebihan dalam menggunakannya untuk kepentingan ibadah sekalipun.
Secara fikih, rukun-rukun wudhu, mulai dari membasuh wajah dan tangan ke siku, mengusap kepala, hingga membasuh kaki, memang anjurannya kita lakukan sebanyak 3 kali. Akan tetapi, yang dihukumi wajib hanya 1 kali.
Oleh karenanya, kita perlu pembiasaan berwudhu secara optimal sekaligus efisien dengan standar minimal sudah memenuhi hal-hal wajib. Selain itu, sikap was-was dalam bersuci juga perlu kita hindari, sebab hal ini dapat berpotensi mengakibatkan tabdzir. []