Rabu, 8 Oktober 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Thufan al-Aqsha

    Dua Tahun Thufan al-Aqsha: Gema Perlawanan dari Jantung Luka Kemanusiaan

    Daisaku Ikeda

    Dialog Kemanusiaan Gus Dur & Daisaku Ikeda, Inaya Wahid Tekankan Relasi Lintas Batas

    Soka Gakkai

    Pimpinan Soka Gakkai Jepang: Dialog Antaragama Hilangkan Salah Paham tentang Islam

    Gus Dur dan Ikeda

    Masjid Istiqlal Jadi Ruang Perjumpaan Dialog Peradaban Gus Dur dan Daisaku Ikeda

    Fasilitas Ramah Disabilitas

    Teguhkan Komitmen Inklusif, Yayasan Fahmina Bangun Fasilitas Ramah Disabilitas

    UIN SSC Kampus Inklusif

    UIN SSC Menuju Kampus Inklusif: Dari Infrastruktur hingga Layanan Digital Ramah Disabilitas

    Makan Bergizi Gratis

    Ironi Makan Bergizi Gratis: Ketika Urusan Dapur Menjadi Kebijakan Publik

    Nyai Sinta Nuriyah

    Kunjungi Aktivis yang Ditahan, Nyai Sinta Nuriyah Tunjukkan Keteguhan Ulama Perempuan dalam Membela Rakyat

    Hari Tani

    Hari Tani Nasional 2025: Menghargai Petani dan Menjaga Pangan Negeri

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Perempuan Menikah

    Perempuan Menikah dan Pertanyaan yang Tak Pernah Usai

    Suster Vassa

    Suster Vassa dan Wajah Suram Otoritas Agama

    Isu Disabilitas

    Isu Disabilitas dan Pergeseran Paradigma Sosial dan HAM: Dari Belas Kasihan ke Keadilan

    Suara Panci

    Suara Panci: Perlawanan Ibu-ibu atas Program Makan Bergizi Gratis

    Pernikahan Anak

    Mengapa Masih Ada Tokoh Agama yang Terlibat dalam Pernikahan Anak?

    Feminis Sejati

    Ibuku Tak Belajar Feminisme, Tapi Ia Seorang Feminis Sejati

    Anak Difabel

    Mendorong Pengasuhan Inklusi Untuk Anak Difabel

    Program MBG

    Protes Program MBG: Ketika Panci dan Sutil Bukan Hanya Simbol Urusan Dapur Ibu

    Reproduktif Perempuan yang

    Ketika Peran Reproduktif Perempuan Menjadi Tanggung Jawab Bersama

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Al-Qur'an Terhadap Perempuan

    Afirmasi Revolusioner Al-Qur’an terhadap Perempuan

    Islam Perempuan

    Islam Melindungi Martabat Perempuan

    Islam Perempuan

    Islam Mengangkat Martabat Perempuan dari Objek Warisan Menjadi Subjek Kemanusiaan

    Perempuan Baik untuk Lelaki yang Baik

    Perempuan Baik untuk Lelaki yang Baik dalam Perspektif Al-Qur’an

    Sumayyah binti Khayyat

    Sumayyah binti Khayyat: Perempuan Pertama yang Syahid di Jalan Islam

    Perempuan yang

    Jejak Para Perempuan yang Meneguhkan Islam Sejak Awal

    Khadijah Ra yang

    Khadijah Ra: Bukan Sekadar Simbol Kesalehan Perempuan, tetapi Teladan Kemanusiaan yang Universal

    Membaca Mubadalah

    Membaca Khadijah Ra dalam Spirit Mubadalah

    Khadijah Ra meneguhkan

    Khadijah Ra: Perempuan Pertama yang Meneguhkan Misi Kenabian

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Thufan al-Aqsha

    Dua Tahun Thufan al-Aqsha: Gema Perlawanan dari Jantung Luka Kemanusiaan

    Daisaku Ikeda

    Dialog Kemanusiaan Gus Dur & Daisaku Ikeda, Inaya Wahid Tekankan Relasi Lintas Batas

    Soka Gakkai

    Pimpinan Soka Gakkai Jepang: Dialog Antaragama Hilangkan Salah Paham tentang Islam

    Gus Dur dan Ikeda

    Masjid Istiqlal Jadi Ruang Perjumpaan Dialog Peradaban Gus Dur dan Daisaku Ikeda

    Fasilitas Ramah Disabilitas

    Teguhkan Komitmen Inklusif, Yayasan Fahmina Bangun Fasilitas Ramah Disabilitas

    UIN SSC Kampus Inklusif

    UIN SSC Menuju Kampus Inklusif: Dari Infrastruktur hingga Layanan Digital Ramah Disabilitas

    Makan Bergizi Gratis

    Ironi Makan Bergizi Gratis: Ketika Urusan Dapur Menjadi Kebijakan Publik

    Nyai Sinta Nuriyah

    Kunjungi Aktivis yang Ditahan, Nyai Sinta Nuriyah Tunjukkan Keteguhan Ulama Perempuan dalam Membela Rakyat

    Hari Tani

    Hari Tani Nasional 2025: Menghargai Petani dan Menjaga Pangan Negeri

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Perempuan Menikah

    Perempuan Menikah dan Pertanyaan yang Tak Pernah Usai

    Suster Vassa

    Suster Vassa dan Wajah Suram Otoritas Agama

    Isu Disabilitas

    Isu Disabilitas dan Pergeseran Paradigma Sosial dan HAM: Dari Belas Kasihan ke Keadilan

    Suara Panci

    Suara Panci: Perlawanan Ibu-ibu atas Program Makan Bergizi Gratis

    Pernikahan Anak

    Mengapa Masih Ada Tokoh Agama yang Terlibat dalam Pernikahan Anak?

    Feminis Sejati

    Ibuku Tak Belajar Feminisme, Tapi Ia Seorang Feminis Sejati

    Anak Difabel

    Mendorong Pengasuhan Inklusi Untuk Anak Difabel

    Program MBG

    Protes Program MBG: Ketika Panci dan Sutil Bukan Hanya Simbol Urusan Dapur Ibu

    Reproduktif Perempuan yang

    Ketika Peran Reproduktif Perempuan Menjadi Tanggung Jawab Bersama

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Al-Qur'an Terhadap Perempuan

    Afirmasi Revolusioner Al-Qur’an terhadap Perempuan

    Islam Perempuan

    Islam Melindungi Martabat Perempuan

    Islam Perempuan

    Islam Mengangkat Martabat Perempuan dari Objek Warisan Menjadi Subjek Kemanusiaan

    Perempuan Baik untuk Lelaki yang Baik

    Perempuan Baik untuk Lelaki yang Baik dalam Perspektif Al-Qur’an

    Sumayyah binti Khayyat

    Sumayyah binti Khayyat: Perempuan Pertama yang Syahid di Jalan Islam

    Perempuan yang

    Jejak Para Perempuan yang Meneguhkan Islam Sejak Awal

    Khadijah Ra yang

    Khadijah Ra: Bukan Sekadar Simbol Kesalehan Perempuan, tetapi Teladan Kemanusiaan yang Universal

    Membaca Mubadalah

    Membaca Khadijah Ra dalam Spirit Mubadalah

    Khadijah Ra meneguhkan

    Khadijah Ra: Perempuan Pertama yang Meneguhkan Misi Kenabian

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Figur

Emmeline Pankhurst, Suffragist, dan Tuduhan “Blackmail Politik”

Perempuan kini memang memiliki hak pilih di hampir semua negara, tetapi ketidaksetaraan gender belum sepenuhnya sirna

Ibnu Fikri Ghozali Ibnu Fikri Ghozali
8 Oktober 2025
in Figur
0
Emmeline Pankhurst

Emmeline Pankhurst

10
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Perjuangan hak pilih perempuan di Inggris awal abad ke-20 merupakan salah satu bab terpenting dalam sejarah demokrasi modern. Periode ini memperlihatkan ketegangan antara dua arus besar dalam gerakan perempuan. Suffragist, yang berfokus pada jalur damai dan diplomasi, serta suffragette, yang memilih jalan radikal demi percepatan perubahan.

Emmeline Pankhurst, pendiri Women’s Social and Political Union (WSPU), tampil sebagai simbol keberanian sekaligus kontroversi. Militansi yang ia pilih menimbulkan tuduhan keras dari lawan-lawannya, termasuk tuduhan “blackmail politik.”

Suffragist, yang dipimpin oleh Millicent Garrett Fawcett melalui National Union of Women’s Suffrage Societies (NUWSS), menekankan jalur persuasi dan diplomasi. Mereka percaya bahwa kesetaraan politik dapat tercapai melalui lobi parlemen, pengumpulan tanda tangan, dan penyampaian argumentasi rasional. Strategi ini mencerminkan keyakinan pada nilai-nilai deliberasi dalam demokrasi. Perubahan tercapai lewat argumen yang meyakinkan, bukan tekanan atau kekerasan.

Namun, strategi ini berjalan sangat lambat. Petisi demi petisi mereka ajukan ke parlemen, tetapi hampir selalu terabaikan. Bahkan ketika perempuan kelas menengah mulai membentuk jaringan luas untuk mendukung gerakan, suara mereka tetap dipandang tidak signifikan oleh politisi laki-laki. Kekecewaan terhadap ketidakmampuan pendekatan damai untuk menghasilkan perubahan konkret melahirkan kerinduan akan metode yang lebih tegas.

“Deeds, not words”, Perbuatan, Bukan Kata-kata

Di sinilah Emmeline Pankhurst dan para suffragette mengambil peran penting. Pankhurst mendirikan WSPU pada 1903 dengan moto “Deeds, not words” — perbuatan, bukan kata-kata. Mereka menilai bahwa diplomasi tanpa tekanan hanyalah sia-sia. Karena itu, berbagai aksi radikal mereka lakukan: memecahkan kaca jendela kantor pemerintah, melakukan mogok makan di penjara, bahkan membakar kotak surat sebagai simbol perlawanan.

Langkah-langkah ini memang menimbulkan simpati sekaligus ketakutan. Media sering menggambarkan mereka sebagai perempuan yang “kehilangan kewarasan,” sementara kalangan konservatif menyebut aksi-aksi tersebut sebagai bentuk pemerasan politik. Istilah ini muncul karena militansi Pankhurst dianggap memaksa pemerintah membuat kebijakan bukan karena persetujuan rasional, tetapi karena ketakutan akan kerusakan lebih lanjut.

Namun, dari perspektif teori sosial, tuduhan itu perlu kita baca ulang. Perubahan sosial besar sering kali lahir bukan dari persuasi semata, melainkan dari ketegangan yang sengaja diciptakan oleh kelompok yang sebelumnya terabaikan.

Analisis Lewis Coser (1956) tentang teori konflik sosial memberikan kunci untuk memahami mengapa militansi Pankhurst dapat kita benarkan secara historis. Menurut Coser, konflik bukan sekadar gangguan dalam masyarakat, melainkan mekanisme penting untuk menghasilkan perubahan sosial. Ketika kelompok subordinat dikecualikan dari proses politik, konflik menjadi jalan untuk menuntut perhatian dan memaksa sistem beradaptasi.

Dalam kerangka ini, Pankhurst tidak semata-mata melakukan “pemerasan politik,” melainkan menyalurkan konflik yang laten menjadi nyata. Dengan kata lain, militansi suffragette menciptakan krisis yang membuat status quo tidak lagi dapat dipertahankan. Tuduhan blackmail sebenarnya mencerminkan ketakutan elite politik terhadap tekanan yang tak bisa lagi mereka abaikan.

Dilema Etis

Sejarah menunjukkan efektivitas strategi tersebut. Pada 1918, parlemen Inggris akhirnya mengesahkan Representation of the People Act, yang memberi hak pilih kepada perempuan di atas 30 tahun. Meski terbatas, ini merupakan tonggak penting yang tidak bisa dilepaskan dari tekanan gerakan suffragette. Tanpa militansi, kemungkinan besar hak politik perempuan akan tertunda lebih lama.

Pankhurst sendiri menuliskan pengalaman perjuangannya dalam otobiografi My Own Story (1914), di mana ia menegaskan bahwa militansi bukan pilihan pertama, melainkan jalan terakhir setelah segala bentuk diplomasi gagal.

Sejarawan Martin Pugh (2001) menekankan bahwa keberhasilan keluarga Pankhurst tidak bisa terlepaskan dari kombinasi strategi radikal dan dukungan moral dari kelompok lain. Sementara Sandra Holton (1996) menunjukkan bahwa kisah suffragette adalah bukti bagaimana perempuan mampu menggunakan konflik politik untuk meraih posisi yang lebih setara.

Tentu saja, pilihan Pankhurst tetap menghadirkan dilema etis. Ada korban sampingan dari aksi-aksi militan, baik dalam bentuk kerusakan properti maupun keresahan sosial. Tetapi, dalam bingkai teori konflik sosial, dilema ini dapat terpahami sebagai konsekuensi yang wajar ketika sistem politik menutup pintu bagi negosiasi damai. Konflik, meski destruktif di permukaan, memiliki fungsi konstruktif dalam jangka panjang: ia membuka ruang baru bagi inklusi politik.

Refleksi

Refleksi atas Pankhurst membawa kita pada pertanyaan penting di masa kini. Perempuan kini memang memiliki hak pilih di hampir semua negara, tetapi ketidaksetaraan gender belum sepenuhnya sirna. Representasi perempuan di parlemen masih rendah di banyak negara, kesenjangan upah antara laki-laki dan perempuan terus bertahan, dan diskriminasi struktural dalam dunia kerja maupun politik tetap nyata.

Apakah jalur diplomasi saja cukup untuk mengatasi persoalan tersebut? Atau adakah ruang bagi gerakan yang lebih tegas, bahkan konfrontatif, sebagaimana dilakukan Pankhurst seabad lalu? Jawabannya mungkin berbeda-beda, tetapi sejarah suffragette mengingatkan kita bahwa ketidakadilan sering kali membutuhkan suara keras untuk didengar.

Emmeline Pankhurst mungkin dipandang salah di mata hukum pada masanya, tetapi ia benar di mata sejarah. Tuduhan “blackmail politik” yang mengarah kepadanya tidak sepenuhnya salah, tetapi perlu kita pahami dalam konteks teori konflik sosial. Militansi Pankhurst menunjukkan bagaimana konflik bisa menjadi sarana efektif untuk menantang dominasi dan menciptakan perubahan.

Hak pilih perempuan di Inggris tidak lahir dari diplomasi lembut saja, melainkan dari keberanian sekelompok perempuan untuk memaksa sistem mendengar. Pesan Pankhurst tetap relevan hingga kini: keadilan tidak selalu datang dengan sendirinya, dan kadang kita membutuhkan keberanian untuk menimbulkan konflik demi memperjuangkan masa depan yang lebih setara. []

 

 

Tags: Emmeline PankhurstfeminismeGendergerakan perempuankeadilanKesetaraan
Ibnu Fikri Ghozali

Ibnu Fikri Ghozali

Saat ini sedang menempuh pendidikan Pascasarjana di Prince of Songkla University, Thailand.

Terkait Posts

Perempuan Baik untuk Lelaki yang Baik
Hikmah

Perempuan Baik untuk Lelaki yang Baik dalam Perspektif Al-Qur’an

7 Oktober 2025
Feminis Sejati
Personal

Ibuku Tak Belajar Feminisme, Tapi Ia Seorang Feminis Sejati

6 Oktober 2025
Kesetaraan yang
Hikmah

Prinsip Kesetaraan Laki-laki dan Perempuan dalam Al-Qur’an

22 September 2025
Menjaga Bumi
Hikmah

Maulid Nabi dan Kewajiban Menjaga Bumi

18 September 2025
Tafsir Kesetaraan
Publik

Menilik Tafsir Kesetaraan dan Fakta Kepemimpinan Perempuan

18 September 2025
Negara, Kekuasaan
Publik

Negara, Kekuasaan, dan Problematika Kemanusiaan

12 September 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Gus Iqdam dan Penyandang Disabilitas

    Gus Iqdam dan Penyandang Disabilitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perempuan Baik untuk Lelaki yang Baik dalam Perspektif Al-Qur’an

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Islam Mengangkat Martabat Perempuan dari Objek Warisan Menjadi Subjek Kemanusiaan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Suara Panci: Perlawanan Ibu-ibu atas Program Makan Bergizi Gratis

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Emmeline Pankhurst, Suffragist, dan Tuduhan “Blackmail Politik”
  • Perempuan Menikah dan Pertanyaan yang Tak Pernah Usai
  • Afirmasi Revolusioner Al-Qur’an terhadap Perempuan
  • Suster Vassa dan Wajah Suram Otoritas Agama
  • Islam Melindungi Martabat Perempuan

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID