Mubadalah.id – Jika kita tarik pendekatan mubadalah ke konteks Indonesia, maka pendekatan ini sejalan dengan prinsip dasar konstitusi kita, yakni Pancasila. Sila pertama, misalnya, menegaskan bahwa bangsa ini berdiri di atas fondasi pluralisme
Namun, dalam realitasnya, fondasi pluralisme kita masih menghadapi banyak PR yang harus kita perbaiki bersama. Misalnya, kita bisa melihat masih banyaknya kasus penolakan pembangunan rumah ibadah hingga ujaran kebencian di media sosial.
Dalam situasi seperti ini, gagasan mubadalah yang ditawarkan Dr. Faqihuddin Abdul Kodir tawarkan dalam bukunya Relasi Mubadalah Muslim dengan Umat Berbeda Agama (2022) bisa menjadi pijakan kita bersama.
Pertama, umat Islam sebagai mayoritas perlu menunjukkan teladan nyata dalam melindungi minoritas. Oleh karena itu, prinsip kesalingan berarti yang kuat memberi ruang aman bagi yang lemah.
Kedua, pendidikan agama di sekolah dan pesantren perlu mengintegrasikan perspektif relasi kesalingan ini, agar generasi muda tumbuh dengan pandangan inklusif.
Ketiga, negara perlu memperkuat regulasi yang menjamin kebebasan beragama dan menindak tegas segala bentuk intoleransi.
Keberagaman adalah Keniscayaan
Dengan demikian, kita perlu menyadari bahwa keberagaman adalah keniscayaan, bukan ancaman. Jika umat beragama terus terjebak dalam pola eksklusif, kita akan mudah diadu domba dan kehilangan kekuatan untuk menghadapi tantangan global, mulai dari krisis lingkungan hingga ketidakadilan ekonomi.
Sebaliknya, bila prinsip mubadalah benar-benar umat Islam dan umat beragama pahami. Maka mereka akan bahu-membahu membangun peradaban yang lebih adil, setara, dan damai.
Seperti kata Kiai Faqih, relasi kesalingan bukan hanya wacana, melainkan sebuah etika hidup yang harus kita internalisasi dalam keluarga, masyarakat, hingga kebijakan negara (Relasi Mubadalah Muslim dengan Umat Berbeda Agama, hlm. 45-52).
Akhirnya, kita perlu mengingat kembali pesan sederhana namun mendalam dari QS. Al-Maidah (5):48: “Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu. Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan.”
Ayat ini menegaskan bahwa keberagaman adalah ruang kompetisi kebaikan, bukan permusuhan. Dan jalan menuju itu salah satunya adalah dengan menghidupkan etika mubadalah. Yaitu etika saling menghargai, saling melindungi, dan saling bekerja sama dalam membangun dunia yang lebih manusiawi. []