Mubadalah.id – Dari definisi child abuse tidak sedikit anak-anak yang menjadi korban kekerasan di dalam rumah tangga (KDRT) yang dilakukan oleh orang tuanya, baik ibu, ayah, atau keluarganya.
Ibu yang mengalami KDRT sering kali menumpahkan kekesalannya dengan mencubit atau memarahi anak-anak. Ketika ibunya mendapat perlakuan kekerasan maupun tindakan-tindakan yang tidak bertanggung jawab dari suaminya. Ttidak sedikit yang menjadi korban dari pertikaian rumah tangga mereka adalah anaknya.
Kasus kekerasan lainnya yang ada dalam rumah adalah yang disebut dengan incest, yaitu ayah si anak tega merenggut kehormatan anak gadisnya.
Dari laporan korban kepada SIKAP (sebuah LSM yang menangani perempuan korban kekerasan):
“Kebobrokan bapak, baru berani saya ungkapkan setelah tidak tahan lagi menerima perlakuannya selama 2 tahun. Dalam sebulan, pasti bapak, jika pulang dalam keadaan mabuk, memaksa saya untuk melayani nafsu berahinya. Ibu mengetahuinya. Namun justru memaksa saya agar tabah saja menerima perlakuan bapak. Saat ini, saya hamil dari bapak saya sendiri.”
Kekerasan di dalam rumah juga dapat terkait karena persoalan seksualitas (jenis kelamin), yang sering kali menyebabkan tindakan diskriminatif kepada anak (child abuse).
Contoh yang sederhana adalah keinginan untuk mendapatkan jenis kelamin tertentu. Sehingga jika lahir anak yang tidak orang tua inginkan, terjadi penerimaan yang berbeda. Hal ini akan berimplikasi pada psikologi anak dan bisa mengakibatkan kekerasan psikis akibat ketidaksukaan dari orangtua.
Memang sukar dipercaya bahwa ada orangtua yang tega melakukan penganiayaan terhadap anaknya sampai perlu dirawat di tumah sakit atau bahkan sampai meninggal dunia. Hal ini dapat terjadi karena orangtua tersebut tidak mampu mengendalikan amarah dalam dirinya dan sangat impulsif dalam bertindak.
Fenomena-fenomena yang terjadi ini mengindikasikan bahwa rumah yang seharusnya menjadi tempat yang aman untuk melindungi si anak justru menjadi tempat sumber kekerasan dapat terjadi.
Oleh karena itu, masyarakat juga harus menyadari bahwa peristiwa-peristiwa tersebut dapat terjadi kepada orang atau anak di sekitar kita. Sehingga perlindungan anak bukan hanya menjadi tanggung jawab orangtua, tetapi juga menjadi tanggung jawab bersama. []