Sabtu, 15 November 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    silent revolution

    Prof. Alimatul Qibtiyah Sebut Silent Revolution sebagai Wajah Gerakan Perempuan Indonesia

    Alimat

    Alimat Teguhkan Arah Gerakan Perempuan Lewat Monev Sosialisasi Pandangan Keagamaan KUPI tentang P2GP

    mahasiswa dan diaspora Indonesia di Sydney

    Mahasiswa dan Diaspora Indonesia di Sydney Tolak Soeharto Jadi Pahlawan Nasional

    Soeharto

    Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto

    Pahlawan Soeharto

    Ketua PBNU hingga Sejarawan Tolak Gelar Pahlawan Soeharto, Dosanya Besar bagi NU dan Masyarakat

    Disabilitas

    Di UNIK Cipasung, Zahra Amin: Jadikan Media Digital Ruang Advokasi bagi Penyandang Disabilitas

    Bagi Disabilitas

    Rektor Abdul Chobir: Kampus Harus Berani Melahirkan Gagasan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas

    Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    4 Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah bagi

    Fiqh al-Murunah: Menakar Azimah dan Rukhsah dari Pengalaman Difabel

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Tumbler

    Tumbler: Antara Komitmen Jaga Bumi atau Gaya Hidup Masa Kini

    Gus Dur yang

    Di Balik Cinta dan Kebencian kepada Gus Dur

    Pendidikan Perempuan Rahmah el-Yunusiyah

    Strategi Rahmah El-Yunusiyah Memajukan Pendidikan Perempuan

    Kontroversi Gus Elham

    Kontroversi Gus Elham: Dakwah dan Gelombang Reaksi Publik

    Rahmah el-Yunusiyah sudah

    Jika Rahmah el-Yunusiyah Sudah Memulai Sejak 1900, Mengapa Kita Masih Berdebat Soal Pendidikan Perempuan?

    Memandang Disabilitas

    Menata Ulang Cara Kita Memandang Disabilitas

    Rahmah el-Yunusiyah

    Ketika Rahmah El-Yunusiyah Memulai Revolusi Pendidikan Perempuan

    Rahmah el-Yunusiyah

    Pentingnya Menjaga Warisan Rahmah El-Yunusiyah bagi Generasi Hari Ini

    Rahmah el-Yunusiyah

    Rahmah El-Yunusiyah: Perempuan Indonesia yang Mengubah Kebijakan Al-Azhar

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

    Rumah Tangga dalam

    Mencegah Konflik Kecil Rumah Tangga dengan Sikap Saling Terbuka dan Komunikasi

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    silent revolution

    Prof. Alimatul Qibtiyah Sebut Silent Revolution sebagai Wajah Gerakan Perempuan Indonesia

    Alimat

    Alimat Teguhkan Arah Gerakan Perempuan Lewat Monev Sosialisasi Pandangan Keagamaan KUPI tentang P2GP

    mahasiswa dan diaspora Indonesia di Sydney

    Mahasiswa dan Diaspora Indonesia di Sydney Tolak Soeharto Jadi Pahlawan Nasional

    Soeharto

    Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto

    Pahlawan Soeharto

    Ketua PBNU hingga Sejarawan Tolak Gelar Pahlawan Soeharto, Dosanya Besar bagi NU dan Masyarakat

    Disabilitas

    Di UNIK Cipasung, Zahra Amin: Jadikan Media Digital Ruang Advokasi bagi Penyandang Disabilitas

    Bagi Disabilitas

    Rektor Abdul Chobir: Kampus Harus Berani Melahirkan Gagasan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas

    Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    4 Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah bagi

    Fiqh al-Murunah: Menakar Azimah dan Rukhsah dari Pengalaman Difabel

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Tumbler

    Tumbler: Antara Komitmen Jaga Bumi atau Gaya Hidup Masa Kini

    Gus Dur yang

    Di Balik Cinta dan Kebencian kepada Gus Dur

    Pendidikan Perempuan Rahmah el-Yunusiyah

    Strategi Rahmah El-Yunusiyah Memajukan Pendidikan Perempuan

    Kontroversi Gus Elham

    Kontroversi Gus Elham: Dakwah dan Gelombang Reaksi Publik

    Rahmah el-Yunusiyah sudah

    Jika Rahmah el-Yunusiyah Sudah Memulai Sejak 1900, Mengapa Kita Masih Berdebat Soal Pendidikan Perempuan?

    Memandang Disabilitas

    Menata Ulang Cara Kita Memandang Disabilitas

    Rahmah el-Yunusiyah

    Ketika Rahmah El-Yunusiyah Memulai Revolusi Pendidikan Perempuan

    Rahmah el-Yunusiyah

    Pentingnya Menjaga Warisan Rahmah El-Yunusiyah bagi Generasi Hari Ini

    Rahmah el-Yunusiyah

    Rahmah El-Yunusiyah: Perempuan Indonesia yang Mengubah Kebijakan Al-Azhar

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

    Rumah Tangga dalam

    Mencegah Konflik Kecil Rumah Tangga dengan Sikap Saling Terbuka dan Komunikasi

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Film

Film Njagong: Belajar Tidak Menormalisasi Sumbangan Hajat

Salah satu film yang menurut saya memiliki korelasi dan cukup menyindir tradisi merugikan dan berkedok empati ini adalah Film Njagong

Firda Rodliyah Firda Rodliyah
8 Juni 2024
in Film
0
Film Njagong

Film Njagong

1.2k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Akhir-akhir ini banyak orang yang sudah mulai menerapkan hajatan kecil, intimate, tidak mengundang banyak orang, apalagi jika hanya berharap uangnya saja yang datang. Namun di desa-desa, praktik semacam ini masih kerap masyarakat lakukan. Alasannya adalah sudah tradisi, bentuk saling tolong menolong, dan bahu membahu.

Salah satu film yang menurut saya memiliki korelasi dan cukup menyindir tradisi merugikan dan berkedok empati ini adalah Film Njagong. Sebuah film pendek yang ditayangkan oleh Sanggar Ori Gunung Kidul pada Festival Film Gunung Kidul ke-5 pada 2023.

Tumpukan Undangan Hajat

Film “Njagong” sendiri bermula ketika ada seorang lelaki yang mendatangi rumahYanto (si suami) dan memberikan sebuah undangan hajat sunat. Saat Harsini (si istri) datang, ia menanyakan undangan tersebut dari siapa, dan lelaki itu menjawab dari Mbak Muryani orang Pring Sigar.

Harsini pun langsung menyadari bahwa Muryani merupakan kakak dari Susi, teman dekatnya waktu SMP. Sehingga ia merasa harus njagong (Bahasa Jawa yang berarti menghadiri undangan hajatan, kondangan) ke tempatnya.

Setelah lelaki pengantar undangan pergi, pasangan suami istri tersebut masuk ke dalam rumah untuk menelisik beberapa undangan yang mereka dapatkan. Sembari membaca catatan berisi orang-orang yang pernah menyumbang saat hajat pernikahan mereka.

Pada undangan pertama, mereka harus menyumbang sebesar 30.000 sesuai catatan di buku. Sedangkan undangan kedua, mereka merasa tidak perlu hadir karena tidak mengenal orang yang mengundang dan namanya tidak tercatat di buku. Sedangkan undangan terakhir, yang berasal dari Muryani, ternyata mereka harus memberikan sumbangan sebesar 100.000.

Mementingkan Gengsi

Si Yanto yang pekerjaannya hanya mencari rongsokan pun mengatakan pada istrinya untuk tidak usah pergi. Tapi istrinya tetap teguh untuk pergi. Ia merasa malu jika tidak turut menyumbang hajat Muryani, karena ia adalah kakak dari teman dekatnya sendiri. Sedangkan Yanto sendiri tidak membawa uang sepeserpun kecuali lima ribu rupiah yang telah ia sodorkan kepada sang istri saat itu juga.

Harsini mengeluh, merasa bahwa uang lima ribu tidak cukup untuk apa-apa. Lantas Yanto pun menguatkan, bahwa solusi satu-satunya hanyalah istirahat untuk tidak pergi dan menyumbang hajat terlebih dahulu. Sayang lagi-lagi Harsini masih teguh. Ia merasa malu akan omongan tetangga terhadap dirinya jika dianggap enggan menyumbang hajat.

Benar saja, saat Harsini pergi ke warung membeli lauk dan garam, ada tetangga yang julid kepadanya. “Tak kasih tahu, ya. Ingat nggak kamu? Pas anakku sakit siapa yang nggak datang?! Ya, Cuma dia! Kalau seperti itu tidak umum tetangga kan mbak. Makanya, besok kalau dia punya hajatan, nggak usah pada datang. Biar sepi kayak kuburan.”

Lantas saat tengah makan malam, Harsini menceritakan pada suaminya bahwa saat pergi ke warung, ada tetangga yang mengajaknya pergi rombongan ke rumah Muryani. Dan lagi-lagi Yanto mengatakan pada istrinya untuk tidak memaksakan keadaan. Makan saja masih lauk garam. Lebih baik mementingkan keluarga terlebih dahulu sebelum orang lain.

Yanto pun menguatkan, bahwa hal-hal semacam inilah (budaya sumbangan hajat) yang membuat orang desa tidak bisa kaya. Karena lebih mementingkan gengsi, membesar-besarkan masalah sumbangan tanpa melihat keadaan.

Sampai mereka harus makan lauk garam karena uang habis untuk sumbangan hajat. Sayangnya Harsini masih mengelak. Ia mengatakan bahwa umumnya orang desa harus demikian.

Akhirnya, seluruh panci di rumah harus Yanto ia jual habis.

Keluarga Dulu Tetangga Kemudian

Saat saya bertemu dengan seorang teman dan membahas tentang film ini, ia berkata bahwa di desanya, terlebih tetangganya sendiri takkan mau jika budaya sumbangan hajat dihapuskan. Bahkan di antara mereka selalu mencatat kepada siapa pernah menghadiri acara dan menyumbang hajatnya. Naasnya, ada juga yang sampai sudi mengumpulkan undangan, di antaranya adalah undangan yang tidak dihadiri, agar bisa menagih sumbangan hajat di kemudian hari.

Memang benar seperti yang Harsini ungkapkan, bahwa pada suatu keadaan, undangan hajat bisa meringankan beban si empunya acara. Namun di sisi lain, banyak orang yang merasa tertekan karena dianggap sama-sama memiliki kewajiban untuk menyumbang meski hidupnya pas-pasan.

Tetangga takkan tahu apa isi dapur rumah kita, bahkan jika seisi dapur kosong tanpa sisa, tetangga takkan mau tahu. Yang mereka mau adalah kita tetap mengikuti budaya selayaknya biasa masyarakat lakukan, alasannya agar bisa terlihat “pantas”.

Lantas saya sangat setuju dengan perspektif Yanto sejak awal yang tidak mau memaksakan diri demi gengsi. kewajiban yang paling pertama untuk ia tunaikan adalah kebutuhan keluarganya sendiri, bahkan sebelum melihat tetangga sekitarnya. Hal ini selaras dengan pernyataan Syekh Zainuddin Al-Malyabari dalam kitabnya Fathul Mu’in yang menyatakan bahwa:

وإعطاؤها لقريب لا تلزمه نفقته أولى الأقرب فالأقرب من المحارم ثم الزوج أو الزوجة ثم غير المحرم والرحم من جهة الأب ومن جهة الام سواء ثم محرم الرضاع ثم المصاهرة أفضل

Artinya: “Memberikah sedekah sunnah kepada kerabat yang tidak menjadi tanggung jawab nafkahnya itu lebih utama. Baru kemudian kerabat paling dekat berikutnya, berikutnya yang bersumber dari keluarga yang haram dinikah (mahram), suami/istri, kemudian kelurga non-mahram, keluarga dari ayah ibu, mahram sebab sepersusuan, berikutnya adalah mertua.”

Hajat Kecil Besar Berkah

Saya kira tak penting lagi kita untuk menormalisasi budaya sumbangan hajat. Bukankah dengan budaya ini banyak yang merasa terbebani. Bahkan saya merasa dengan menormalisasi sumbangan hajat sama saja kita tidak memiliki empati terhadap keadaan orang lain.

Mereka yang tak selalu di atas, tak mesti berkecukupan, bahkan untuk makan saja kesusahan. Seperti Halnya yang Yanto tegaskan dalam film Njagong, bahwa orang desa takkan bisa kunjung kaya kalau budaya ini terus diterap-cekikkan.

Lebih baik jika kita bisa membuat hajat dengan niat memberi, bukan meminta. Meniatkan hajat sebagai ungkapan syukur dan mencari berkah, bukan mengemis uang kepada tetangga. Dan andaikan di daerah-daerah tertentu masih menerapkan budaya sumbangan hajat ini, bukankah kita bisa menjadi agen yang memutusnya pelan-pelan? Setidaknya dari diri kita sendiri.

Misalnya dengan membuat hajat kecil dengan tumpeng di dalam rumah yang cukup mendapatkan rapalan zikir dan doa tanpa acara seremonial. Sehingga tetangga cukup mendapatkan getah makanan tanpa harus mengeluarkan uangnya. Dalam bahasa sekarang biasa disebut dengan intimate.

Kita bisa mendatangkan orang-orang tertentu saja untuk sama-sama mengaminkan doa baik. Tak perlu merepotkan banyak orang, juga merugikan kantong-kantong masyarakat yang harusnya lebih membutuhkan. Sehingga meski hajat kita tergolong kecil, tapi bisa membawa berkah yang besar baik bagi diri sendiri, maupun orang sekitar. []

Tags: Film NjagongGotong RoyongHajatkemanusiaanTasyakuranTradisi
Firda Rodliyah

Firda Rodliyah

Anggota Puan Menulis

Terkait Posts

Berdayakan Penyandang Disabilitas
Publik

Akhiri Stigma, Hentikan Bullying, dan Berdayakan Penyandang Disabilitas

14 November 2025
Romo Mangun
Figur

Romo Mangun dan Spiritualitas Membumi: Pahlawan tak Bergelar

13 November 2025
Menyusui Anak
Keluarga

Ketika Menyusui Anak Menjadi Amal Kemanusiaan

11 November 2025
Haid dalam
Keluarga

Islam Menghapus Stigma Haid Perempuan: Dari Mata Iblis ke Martabat Kemanusiaan

4 November 2025
Aborsi
Keluarga

Aborsi, Fiqh, dan Kemanusiaan

31 Oktober 2025
Backburner
Personal

Menolak Backburner: Bahaya Relasi Menggantung dalam Islam

29 Oktober 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Rahmah el-Yunusiyah

    Ketika Rahmah El-Yunusiyah Memulai Revolusi Pendidikan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Teruslah Bodoh Jangan Pintar: Antara Cacat Moral dan Disabilitas Fisik

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pentingnya Menjaga Warisan Rahmah El-Yunusiyah bagi Generasi Hari Ini

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Energi Terbarukan dari Panel Surya hingga Bobibos Masih Belum Jadi Prioritas Negara?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menata Ulang Cara Kita Memandang Disabilitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Tumbler: Antara Komitmen Jaga Bumi atau Gaya Hidup Masa Kini
  • Di Balik Cinta dan Kebencian kepada Gus Dur
  • Film CODA (2021): Potret Keluarga Ala Perspektif Mubadalah
  • Strategi Rahmah El-Yunusiyah Memajukan Pendidikan Perempuan
  • Kontroversi Gus Elham: Dakwah dan Gelombang Reaksi Publik

Komentar Terbaru

  • Refleksi Hari Pahlawan: Tiga Rahim Penyangga Dunia pada Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto
  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID