Rabu, 19 November 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Human Rights Tulip 2025

    KUPI Masuk 10 Deretan Pembela HAM Dunia dalam Human Rights Tulip 2025

    KUPI

    KUPI: Jalan Panjang Ulama Perempuan Menuju Pengakuan Global

    Bedah Buku #Reset Indonesia

    Bedah Buku #Reset Indonesia: Membongkar Kegagalan Sistemik Negeri Ini

    silent revolution

    Prof. Alimatul Qibtiyah Sebut Silent Revolution sebagai Wajah Gerakan Perempuan Indonesia

    Alimat

    Alimat Teguhkan Arah Gerakan Perempuan Lewat Monev Sosialisasi Pandangan Keagamaan KUPI tentang P2GP

    mahasiswa dan diaspora Indonesia di Sydney

    Mahasiswa dan Diaspora Indonesia di Sydney Tolak Soeharto Jadi Pahlawan Nasional

    Soeharto

    Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto

    Pahlawan Soeharto

    Ketua PBNU hingga Sejarawan Tolak Gelar Pahlawan Soeharto, Dosanya Besar bagi NU dan Masyarakat

    Disabilitas

    Di UNIK Cipasung, Zahra Amin: Jadikan Media Digital Ruang Advokasi bagi Penyandang Disabilitas

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Fiqih Al-Murunah

    Mempraktikkan Fiqih Al-Murunah Untuk Difabel, Mungkinkah?

    beragama dan berkeyakinan

    Kegagalan Negara dalam Menjamin Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

    Ruang Bioskop

    Mengapa Desain Ruang Bioskop Ableis terhadap Penonton Difabel?

    Perkawinan Katolik

    Perkawinan Katolik yang Sifatnya Monogami dan Tak Terceraikan

    Perempuan dan Alam

    Saat Alam Dirusak, Perempuan yang Paling Awal Menanggung Akibatnya

    Kampus Menjadi Ruang

    Bersama Melawan Bullying: Kampus Harus Menjadi Ruang Aman

    Tinder

    Kelindan Teror dalam Aplikasi Tinder

    CBB

    Cewek Bike-Bike (CBB): Bukan Sekadar Kayuhan, Tapi tentang Merayakan Tubuh Perempuan

    Al-Ummu Madrasatul Ula

    Menafsir Al-Ummu Madrasatul Ula: Keluarga Sebagai Sekolah Pertama

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Human Rights Tulip 2025

    KUPI Masuk 10 Deretan Pembela HAM Dunia dalam Human Rights Tulip 2025

    KUPI

    KUPI: Jalan Panjang Ulama Perempuan Menuju Pengakuan Global

    Bedah Buku #Reset Indonesia

    Bedah Buku #Reset Indonesia: Membongkar Kegagalan Sistemik Negeri Ini

    silent revolution

    Prof. Alimatul Qibtiyah Sebut Silent Revolution sebagai Wajah Gerakan Perempuan Indonesia

    Alimat

    Alimat Teguhkan Arah Gerakan Perempuan Lewat Monev Sosialisasi Pandangan Keagamaan KUPI tentang P2GP

    mahasiswa dan diaspora Indonesia di Sydney

    Mahasiswa dan Diaspora Indonesia di Sydney Tolak Soeharto Jadi Pahlawan Nasional

    Soeharto

    Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto

    Pahlawan Soeharto

    Ketua PBNU hingga Sejarawan Tolak Gelar Pahlawan Soeharto, Dosanya Besar bagi NU dan Masyarakat

    Disabilitas

    Di UNIK Cipasung, Zahra Amin: Jadikan Media Digital Ruang Advokasi bagi Penyandang Disabilitas

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Fiqih Al-Murunah

    Mempraktikkan Fiqih Al-Murunah Untuk Difabel, Mungkinkah?

    beragama dan berkeyakinan

    Kegagalan Negara dalam Menjamin Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

    Ruang Bioskop

    Mengapa Desain Ruang Bioskop Ableis terhadap Penonton Difabel?

    Perkawinan Katolik

    Perkawinan Katolik yang Sifatnya Monogami dan Tak Terceraikan

    Perempuan dan Alam

    Saat Alam Dirusak, Perempuan yang Paling Awal Menanggung Akibatnya

    Kampus Menjadi Ruang

    Bersama Melawan Bullying: Kampus Harus Menjadi Ruang Aman

    Tinder

    Kelindan Teror dalam Aplikasi Tinder

    CBB

    Cewek Bike-Bike (CBB): Bukan Sekadar Kayuhan, Tapi tentang Merayakan Tubuh Perempuan

    Al-Ummu Madrasatul Ula

    Menafsir Al-Ummu Madrasatul Ula: Keluarga Sebagai Sekolah Pertama

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom

Film True Love Waits; Laki-laki yang Memilih Monogami

Zahra Amin Zahra Amin
15 November 2022
in Kolom
0
Film True Love Waits; Laki-laki yang Memilih Monogami

Film True Love Waits; Laki-laki yang Memilih Monogami

482
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.Id– Di tengah ramainya berita poligami salah seorang ustadz selebritas dan konflik rumah tangga yang berakhir tragis hingga merenggut nyawa, mari sejenak kita melihat cerita cinta yang menenangkan jiwa dalam film pendek “True Love Waits” besutan Fahd Pahdepie.

Film True Love Waits yang diangkat dari kisah nyata pasangan suami istri Dr. Mulyoto Pangestu dan Lies Pangestu ini akan menarik-narik perasaan kita hingga tanpa sadar meneteskan air mata. Sinema ini menyampaikan pesan bahwa masih ada cinta sejati di sekitar kita. Sebuah teladan yang bisa menginspirasi banyak orang.

Lihat Film True Love Waits: 

Pelajaran berharga bahwa cinta sejati selalu bisa menunggu, bagi siapa saja yang percaya pada makna cinta dan komitmen pernikahan.

Film dimulai dengan monolog Ibu Lies Pangestu, yang mengidap kelainan saraf Spiral Muscular Antrophy sejak remaja. Penyakit itu membuatnya terbaring di kamar tidur. Aktivitas sehari-hari harus ditopang menggunakan kursi roda.

“Hidup adalah tentang menunggu waktu yang tersisa dan bagaimana kita mensyukurinya”. Demikian prolog Ibu Lies membuka adegan dalam film. Sejak lama Ibu Lies menunggu waktu itu datang. Sambil terus berharap mendapat kebahagiaan yang pantas.

Adegan berikutnya, Mulyoto menggendong dan meletakkan istrinya di kursi roda. Lalu suami istri itu melewatkan pagi bersama dengan sarapan dan ngobrol ringan. Begitu selesai menjalani rutinitas pagi, tiba waktunya Mulyoto berpamitan kerja. Ibu Lies kembali bermonolog.

“Tapi rupanya saya harus menunggu lagi. Kadang-kadang kita kecewa, curiga pada apa yang direncanakan semesta untuk kebahagiaan kita”.

Awal-awal, perilaku Mulyoto mengecoh karena sepertinya dia sedang berhubungan dengan perempuan lain. Apalagi saat dia janjian bertemu di kafe sekitar tempat kerjanya lewat sebuah pesan singkat. Dugaan ini diperkuat saat Mulyoto membawa bunga segar dan seuntai kalung emas ke kafe.

Tapi dugaan saya ternyata keliru. Mulyoto hanya meminta saran dari seorang perempuan tentang hadiah yang tepat untuk istrinya.

Kejutan juga hadir saat dengan segala keterbatasan fisiknya, Lies tetap berusaha menjadi istri yang baik. Hari itu, pandangan Lies tertuju pada sebuah foto pernikahan dia dan suaminya 11 Desember 1988 silam. Foto yang berada di dalam album kenangan itu membuatnya tersadar, sekarang adalah hari ulang tahun pernikahannya.

Untuk merayakannya, Lies segera berdandan sebaik mungkin. Selanjutnya, dia belanja ke toko terdekat. Membeli kebutuhan sehari-hari dan memasak untuk makan malam bersama suami.

Malam pun tiba. Mulyoto pulang ke rumah. Lies menyambut kedatangan suami tercintanya itu. Namun Mulyoto terlihat acuh. Mata pria itu hanya tertuju pada sebuah layar ponsel. Obrolan makan malam menjadi datar dan biasa saja. Tidak ada sesuatu yang istimewa. Padahal, malam itu, Lies menunggu.

Setelah malam semakin larut, Lies meminta Mulyoto menggendongnya turun dari kursi roda. Diam-diam Lies membalikkan wajah menghadap bantal dan menangis. Dia terisak perlahan. Namun apa yang terjadi kemudian, Mulyoto memberikan kejutan dengan memberikan seikat bunga dan seuntai kalung emas sambil mengucapkan selamat ulang tahun pernikahan untuk istrinya tercinta.

Menerima kejutan yang luar biasa itu,  Ibu Lies tersenyum dan menangis bahagia. Dari cerita ini kita belajar sebuah cinta sejati melalui cara yang sederhana.

“Hidup adalah tentang menunggu. Waktu yang tersisa adalah tentang bagaimana kita mensyukuri. Hanya saja jika kita mengerti tentang cinta sejati, akan menunggu menghitung waktu. Karena cinta sejati selalu bisa menunggu”.

Demikian kalimat monolog Lies mengakhiri adegan. Kemudian diperlihatkan juga foto-foto kebersamaan Mulyoto dan Lies serta anak semata wayangnya, Galih. Sekarang keluarga yang harmonis ini tinggal di Melbourne, Australia.

Dr. Mulyoto Pangestu memerankan sendiri tokoh utama dalam film pendek ini. Mulyoto adalah seorang ilmuwan Indonesia dan Pengajar di Monash Universitym, Australia serta Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.

Dr. Mulyoto adalah penemu teknologi pembekuan sperma yang merupakan terobosan baru dalam dunia kedokteran. Melalui penemuan ini, Dr. Mulyoto mendapatkan penghargaan tertinggi (Gold Award) dalam Young Inventor Award yang diselenggarakan oleh The Fareastren Economic Review dan Hewlett Packard Asia Pasifik.

Istrinya, Lies Pangestu, sejak remaja mengidap kelainan Spiral Muscular Antrophy. Dia telah divonis oleh dokter kelak usianya tak lebih dari 23 tahun. Namun pada usia 25 tahun, seorang anak muda (Dr. Mulyoto) yang masih berusia 27 tahun waktu itu melamarnya.

Mulyoto bersedia menunggu apapun yang akan terjadi esok nanti. Meski kondisi fisik Lies terus menurun, kekuatan cinta membuatnya bisa bertahan hidup hingga hari ini.

Nah, kalian yang masih jomblo pasti akan baper melihat film pendek ini. Kita akan berharap banget bisa dipertemukan dengan cinta sejati yang rela melakukan apa saja. Dalam kondisi lapang atau sempit, susah atau senang.

Sedangkan untuk para pasangan suami istri yang baru menikah ataupun yang sudah lama mengarungi bahtera rumah tangga, semoga kita bisa belajar dari Pak Mulyoto dan Ibu Lies. Sebagai pasangan hidup, kita harus siap sedia menunggu apapun yang terjadi di kemudian hari.

Sikap Mulyoto barangkali sangat berbeda dengan lelaki lain yang berpoligami ketika menemukan kekurangan pada istrinya. Mulyoto memilih setia. Dia memilih monogami dan menerima kondisi apapun yang dialami istrinya. Menjadi monogami tetap memberikan kepuasan lahir batin, bahkan kebahagiaan berlebih hingga mampu memberi harapan hidup yang lebih baik bagi pasangan.

Sikap kebersalingan yang dicontohkan Mulyoto setidaknya menjadi sindiran halus bagi para pelaku  dan pendukung poligami. Memposisikan perempuan dalam tempat terhormat dan mulia tidak akan mengurangi penghormatan orang lain terhadap lelaki. Justru akan semakin bertambah, salut dan penuh kekaguman.

Dalam kehidupan nyata, tidak hanya Mulyoto lelaki yang memilih monogami dan sukses memaknai perjalanan hidupnya sebagai manusia yang bermanfaat untuk kehidupan orang lain. Buya Hamka, Gus Dur, Gus Mus, KH Sahal Mahfudz, KH Quraisy Shihab, dan masih banyak sederet lelaki hebat yang memiliki integritas tinggi, pengetahuan agama yang mumpuni, namun tak mudah menjadikan ajaran agama sebagai alasan untuk berpoligami.

Pelayanan, penghargaan dan penghormatan terhadap pasangan bukan semata-mata karena kewajiban dan tanggung jawab janji pernikahan. Tapi lebih pada kesadaran tentang makna cinta sejati. Setiap orang saling memberi dan menerima pasangan dengan penuh ketulusan. Tanpa melihat kelebihan dan kekurangannya.

Karena cinta sejati selalu bisa menunggu. Sampai tak ada lagi sekat yang bisa memisahkan suami istri dalam sebuah ikatan pernikahan.[Baca juga: Menepis Paham Ekstremisme Melalui Film Tanda Tanya ]

Tags: Dr.Mulyotokisah monogamiMemilih monogami
Zahra Amin

Zahra Amin

Zahra Amin Perempuan penyuka senja, penikmat kopi, pembaca buku, dan menggemari sastra, isu perempuan serta keluarga. Kini, bekerja di Media Mubadalah dan tinggal di Indramayu.

Terkait Posts

Menolak Poligami
Figur

Gusti Nurul dan Keteguhan Hatinya Menolak Poligami

18 Juni 2022
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • KUPI

    KUPI: Jalan Panjang Ulama Perempuan Menuju Pengakuan Global

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Saat Alam Dirusak, Perempuan yang Paling Awal Menanggung Akibatnya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KUPI Masuk 10 Deretan Pembela HAM Dunia dalam Human Rights Tulip 2025

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mempraktikkan Fiqih Al-Murunah Untuk Difabel, Mungkinkah?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kegagalan Negara dalam Menjamin Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Mempraktikkan Fiqih Al-Murunah Untuk Difabel, Mungkinkah?
  • Kegagalan Negara dalam Menjamin Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan
  • Mengapa Desain Ruang Bioskop Ableis terhadap Penonton Difabel?
  • KUPI Masuk 10 Deretan Pembela HAM Dunia dalam Human Rights Tulip 2025
  • Perkawinan Katolik yang Sifatnya Monogami dan Tak Terceraikan

Komentar Terbaru

  • Refleksi Hari Pahlawan: Tiga Rahim Penyangga Dunia pada Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto
  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID