Mubadalah.id – Beberapa, atau bisa jadi banyak, perempuan yang mengalami sakit sebelum menstruasi. Inilah yang disebut premenstrual syndrome. Secara lahir, atau mata telanjang, belum ada darah haid yang keluar, pada saat PMS. Sehingga bagi kalangan ahli fiqh yang awam, boleh saja suami mengajak berhubungan seksual. (Baca: Bolehkah Mengajak Suami Berhubungan Seksual Duluan?)
“Toh ga ada darah, dan tugas istri kan melayani dan menyenangkan suami”, begitu biasanya dalih yang dikeluarkan. (Baca: Perempuan dan Menstruasi : Ironi Sampah Produk Menstruasi Sekali Pakai)
Tetapi dalam perspektif fiqh al-khawas, dimana mu’syarah bil ma’ruf (kesalingan dalam kebaikan) jadi pondasi relasi suami istri, suami justru diminta untuk empati, bersabar, dan bahkan ikut mendampingi sang istri yang terkena PMS agar dapat melaluinya dengan tenang, nyaman, dan segera pulih. (Baca: Victim Blaming, dan Gejala Sosial Akibat Kurang Empati Terhadap Korban Kekerasan)
“Islam kan agama yang penuh akhlak, ramah, mengajarkan kasih sayang dan empati, terutama bagi yang lemah dan sedang sakit,” dawuh bu Nyai Nur Rofiah. (Baca: Perempuan Kerap Jadi Korban Kekerasan? Ini Pandangan Bu Nur Rofiah)
“Apalagi prinsip relasi pasutri adalah kesalingan, hunna libasun lakum, wa antum libasun lahunna, satu sama lain adalah pakaian yang menenangkan dan menyenangkan,” tambahnya.
Demikian, sedikit dari ceramah Bu Nyai, di hadapan kami, para santri jaringan ulama perempuan, di Semarang. Wallahu a’lam bishowaab.[]