Senin, 8 September 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Ulama Perempuan KUPI

    Doa, Seruan Moral, dan Harapan Ulama Perempuan KUPI untuk Indonesia

    Ulama Perempuan KUPI yang

    Nyai Badriyah Fayumi: Maklumat Ulama Perempuan KUPI untuk Menyelamatkan Indonesia

    Ekoteologi

    Forum Rektor Bersama Gusdurian Dorong Ekoteologi Kampus

    Tuntutan 17+8

    Kamala Chandrakirana: Demokrasi Indonesia Hadapi “Krisis dalam Krisis”

    Keselamatan Bangsa

    Jaringan KUPI Akan Gelar Doa Bersama dan Maklumat Ulama Perempuan Indonesia

    Deligitimasi Otoritas

    Agama, Rakyat, dan Proses Delegitimasi Otoritas

    Nyai Badriyah

    Nyai Badriyah Fayumi: Gus Dur Selalu Letakkan Kemanusiaan di Atas Politik

    Mahfud MD

    Mahfud MD Ungkap Masalah Utama Bangsa, Beberkan Cara Gus Dur Tangani Krisis dan Demo

    Bersaudara dengan Alam

    GUSDURian Ajak Manusia Kembali Bersaudara dengan Alam

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Wakil Rakyat

    Belajar dari Wakil Rakyat: Komunikasi dengan Baik itu Penting

    Refleksi Maulid

    Refleksi Maulid sebagai Alarm Sosial: Dari Quraisy ke Oligarki

    Pseudoharmoni

    Pseudoharmoni; Kekaburan Relasi Pejabat Dengan Rakyat

    Demokrasi Deliberatif

    Habermas dan Senayan: Demokrasi Deliberatif yang Absen di Indonesia

    Maulid Nabi

    Maulid Nabi Tahun Ini Diwarnai oleh Darah

    Demo

    Apakah Demo Itu Selalu Anarkis?

    Kepercayaan Rakyat

    Mengembalikan Kepercayaan Rakyat: Pelajaran dari Kesederhanaan Umar bin Khattab

    Mereset Hidup

    Usaha Mereset Hidup menurut Fahruddin Faiz

    Tuntutan 17+8

    Mari Kita Baca Bersama Tuntutan 17+8

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Surat Al-Hujurat Ayat 2

    Ketika Suara Menentukan Etika; Refleksi Teladan Nabi Melalui Surat Al-Hujurat Ayat 2

    Nabi Muhammad Saw

    Nabi Muhammad Saw adalah Ahsan An-Nas Khalqan wa Khuluqan

    Muhammad Saw Kecil

    Ketabahan Muhammad Saw Kecil saat Kehilangan Ayah dan Ibu

    Ibunda Aminah

    Duka Nabi Muhammad Saw Kecil: Kehilangan Ibunda Aminah di Usia Belia

    Muhammad

    Kehidupan Masa Kecil Nabi Muhammad

    Muhammad

    Mengapa Abdul Muththalib Menamai Cucu Itu Muhammad ?

    Panggung Maulid

    Panggung Maulid: Ruang Kreatif Gen Z Menyemai Cinta Rasulullah

    Lahir Nabi Muhammad

    Kisah Tahun Gajah dan Lahirnya Nabi Muhammad Saw

    Maulid Nabi Muhammad Saw

    Ketika Maulid Nabi Muhammad Saw Dituduh Bid‘ah

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Ulama Perempuan KUPI

    Doa, Seruan Moral, dan Harapan Ulama Perempuan KUPI untuk Indonesia

    Ulama Perempuan KUPI yang

    Nyai Badriyah Fayumi: Maklumat Ulama Perempuan KUPI untuk Menyelamatkan Indonesia

    Ekoteologi

    Forum Rektor Bersama Gusdurian Dorong Ekoteologi Kampus

    Tuntutan 17+8

    Kamala Chandrakirana: Demokrasi Indonesia Hadapi “Krisis dalam Krisis”

    Keselamatan Bangsa

    Jaringan KUPI Akan Gelar Doa Bersama dan Maklumat Ulama Perempuan Indonesia

    Deligitimasi Otoritas

    Agama, Rakyat, dan Proses Delegitimasi Otoritas

    Nyai Badriyah

    Nyai Badriyah Fayumi: Gus Dur Selalu Letakkan Kemanusiaan di Atas Politik

    Mahfud MD

    Mahfud MD Ungkap Masalah Utama Bangsa, Beberkan Cara Gus Dur Tangani Krisis dan Demo

    Bersaudara dengan Alam

    GUSDURian Ajak Manusia Kembali Bersaudara dengan Alam

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Wakil Rakyat

    Belajar dari Wakil Rakyat: Komunikasi dengan Baik itu Penting

    Refleksi Maulid

    Refleksi Maulid sebagai Alarm Sosial: Dari Quraisy ke Oligarki

    Pseudoharmoni

    Pseudoharmoni; Kekaburan Relasi Pejabat Dengan Rakyat

    Demokrasi Deliberatif

    Habermas dan Senayan: Demokrasi Deliberatif yang Absen di Indonesia

    Maulid Nabi

    Maulid Nabi Tahun Ini Diwarnai oleh Darah

    Demo

    Apakah Demo Itu Selalu Anarkis?

    Kepercayaan Rakyat

    Mengembalikan Kepercayaan Rakyat: Pelajaran dari Kesederhanaan Umar bin Khattab

    Mereset Hidup

    Usaha Mereset Hidup menurut Fahruddin Faiz

    Tuntutan 17+8

    Mari Kita Baca Bersama Tuntutan 17+8

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Surat Al-Hujurat Ayat 2

    Ketika Suara Menentukan Etika; Refleksi Teladan Nabi Melalui Surat Al-Hujurat Ayat 2

    Nabi Muhammad Saw

    Nabi Muhammad Saw adalah Ahsan An-Nas Khalqan wa Khuluqan

    Muhammad Saw Kecil

    Ketabahan Muhammad Saw Kecil saat Kehilangan Ayah dan Ibu

    Ibunda Aminah

    Duka Nabi Muhammad Saw Kecil: Kehilangan Ibunda Aminah di Usia Belia

    Muhammad

    Kehidupan Masa Kecil Nabi Muhammad

    Muhammad

    Mengapa Abdul Muththalib Menamai Cucu Itu Muhammad ?

    Panggung Maulid

    Panggung Maulid: Ruang Kreatif Gen Z Menyemai Cinta Rasulullah

    Lahir Nabi Muhammad

    Kisah Tahun Gajah dan Lahirnya Nabi Muhammad Saw

    Maulid Nabi Muhammad Saw

    Ketika Maulid Nabi Muhammad Saw Dituduh Bid‘ah

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Sastra

Gus Rohim

Ghufron Ibnu Masud Ghufron Ibnu Masud
3 Agustus 2020
in Sastra
0
Gus, Rohim

(sumber foto tebuireng.online)

74
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Suara sumbang pengamen kecil dengan bunyi gitar fals membangunkannya dari tidur. Matanya masih begitu berat ketika bunyi mesin bus yang ditumpanginya mati. Terminal Terboyo Semarang begitu terik. Debu seketika mengepul bersama laju bus-bus besar antar kota maupun propinsi yang lalu lalang.

Suara lirih adzan dzuhur dari mushola terminal sesekali ditelan deru mesin, teriakan calo dan kondektur, suara datar pedagang asongan menawarkan dagangan dan hiruk pikuk manusia dengan segala aktivitasnya masing-masing.

“Tidak turun, Mas. Sudah sampai.” Sapa kondektur.
“Oh ya, maaf, Pak. Simpang Lima naik angkot yang mana ya, Pak?
“Itu, warna merah. Sepertinya mau berangkat itu, Mas.”

Buru-buru Rohim mengejar angkot yang mulai keluar terminal. Angkot yang tidak terlalu sesak itu melaju menyusur di tengah terik dan kepulan asap yang menyelimuti ruas jalan. Rohim mengintip dari balik kaca jendela. Matanya disibukkan untuk melihat pemandangan kota yang sungguh baru dalam pengalaman hidupnya. Maklum, ini pertama kali ia ke Semarang. Nekat. Ya, ia hanya berbekal nomor telpon Akbar, teman yang ditujunya. Masih ia terngiang kejadian pagi tadi di rumah.

“Pokoknya Abah tidak setuju kalau kamu kuliah, Rohim”
“Abah egois. Apa semua anak Kyai harus mondok dan mewarisi pondok. Apa tidak boleh mencari pengetahuan di bangku kuliah?”
“Pokoknya abah tidak setuju”

*****
“Gila kamu, Rohim. Jadi kamu ke sini untuk pelarian.”
“Maaf, Bar, boleh kan aku numpang di sini.”
“Ya, boleh-boleh saja, tapi gimana dengan orang tuamu?.”
“Sudahlah,” tanpa menghiraukan Akbar, Rohim merebahkan tubuhnya di atas kasur kumal. Mungkin karena kesal dan kecapean, Rohim langsung terkapar dengan pulasnya. Akbar hanya geleng-geleng kepala melihat sahabat karibnya itu.

Rohim terlelap dan bermimpi. Masya Allah, gila! Zaman memang sudah kebalik. Semuanya berubah seiring arus kemajuan kota, atau istilahnya modernisasi. Mata Rohim terus memelototi gadis-gadis kampus. Tak habis-habisnya ia menebar pandang ke segala penjuru.

Hasilnya sama. Aurat terumbar, gumamnya. Zina mata begitu mudahnya terjadi. Bagaimana tidak. Dengan pakaian ketat, yang menonjolkan lekuk tubuh, dan sesekali pusar tersingkap. Belum lagi dengan paduan celana yang ngepres. Wah, klop sudah.

Itu belum seberapa, di kantin kampus Rohim terperangah. Lelaki dan perempuan bercengkerama sambil, dan sesekali berkelakar dan ada cewek merokok lagi. Gawat, kalau sudah begini. Bagaimana mereka kelak sebagai orang tua yang harus bertanggung jawab mendidik anak-anaknya kalau masa mudanya saja ugal-ugalan kayak gini.

Rohim mengelus dada. Sementara Akbar yang sejak tadi mengikuti gerak-gerik sahabatnya tersenyum kecut. Maklum, Rohim sejak kecil terdidik di lingkungan pesantren yang diasuh abahnya sendiri, mulai dari bayi sampai tamat madrasah aliyah. Tak heran jika ia gagap dengan dunia kota yang sangat fulgar, di mana gaya hidup menggerus etika dan moral yang telah lama mengakar dalam sendi kehidupan.

Rohim melangkah ke luar kamar kost yang hanya berukuran 33 meter. Ia menyusuri lorong-lorong perumahan. Gang demi gang dilaluinya, hingga membawanya pada jalan raya kota. Meski telah larut, suasana masih ramai. Warung-warung masih menjajakan dagangannya. Kendaraan lalu-lalang, sesekali berhenti pada lampu merah. Kerlap-kerlip lampu dari gedung, baliho, maupun sorot kendaraan menandakan masih adanya kehidupan. Ya, siang dan malam tak ada bedanya di sini. 180 derajat terbalik dengan desa, di mana malam adalah peraduan melepas penat.

Kedua kakinya mengantarkannya di alun-alun kota. Pandangannya mampir pada sebuah warung remang-remang. Matanya tersentak. Seorang gadis muda dengan genit melayani pembeli setengah baya. Dan sesekali tangan lelaki itu nyasar pada tubuh gadis itu.

Orang tua macam apa yang membiarkan anaknya yang masih ingusan itu bekerja selarut ini dengan model beginian?, batin Rohim. Kembali matanya bergerilya. Dilihatnya deretan warung-warung dengan pemandangan yang sama persis dengan apa yang baru saja di lihatnya.

Langit begitu pekat. Bulan redup, bintang bersembunyi di balik tabir jubah malam. Ia putuskan hengkang dari alun-alun. Ia terus berjalan hinga tanpa sengaja ia sampai pada pangkalan PSK, ada perempuan dan waria. Ia hendak berlalu, tapi tangan seorang waria menahannya.

“Eh, Mas, mau ke mana? Saya temani yuk!”. Ih, ia meronta. Kehidupan apalagi ini. Manusia telah menyalahi kodratnya sendiri. Benar-benar gila, edan!. Ia mencoba melepasakan diri dari gerombolan waria itu, yang disertai kelakar dari mereka.

Setelah beberapa kali cubitan para waria itu mendarat di wajahnya, barulah ia dilepaskan. Sekuat tenaga ia berlari, entah ke mana yang penting lolos dari lorong gelap itu. Keringat mengucur deras dari tubuhnya. Nafasnya tersengal-sengal. Ditaruhnya tubuhnya pada kursi halte. Ia mencoba mengatur nafasnya.

Nampak dari arah samping dua laki-laki sangar menghampirinya. Kali ini Rohim merasa ketakutan. Di halte ini begitu lengang. Hanya seseakali ada kendaraan yang lewat. Dua lelaki itu kini sudah duduk mengapitnya. Yang duduk di kanannya, berkumis tebal dan berambut gondrong. Telinganya penuh dengan anting. Kalung rantainya melingkar di leher yang bertato. Ih, serem, pikirnya. Sedang yang di samping kirinya tak kalah sangarnya. Berambut cepak, dengan muka kasar dan ada bekas goresan senjata tajam hingga memberi kesan angker wajahnya.

Keringat dingin mulai mengalir dari tubuhnya. Degup jantung kian kencang. Rasanya ia ingin cepat kabur dari halte itu. Tapi belum sempat pikirannya terlaksana, tiba-tiba lelaki yang di samping kanannya telah menodongkan sebilah belati tepat di lehernya.

“Serahkan dompetmu, cepat!, kalu tidak, kubunuh kau.” Ancam lelaki itu.
“Ayo, cepat! Sebelum kami nekat!” hardik lelaki yang satunya. Ketakutan menggelayuti pikirannya. Tubuhnya gemetar.
“Ma..ma…ma..af, Bang, saya tak bawa dompet,” ucapnya terbata-bata.
“Ah! Bohong kamu!,” gertak lelaki itu sambil menggerayangi saku celana maupun baju rohim. Tapi hasilnya nihil.
“Sialan, rupanya anak ini kere. Ayo pergi.” Kedua lelaki itu berlalu dengan berbagai umpatan, setelah sebelumnya mendaratkan pukulan. Meski tidak terlalu keras, namun cukup untuk membuat memar pipi kiri Rohim.

“Alhamdulillah…” ucap Rohim lega sambil meringis kesakitan. Ia ingin cepat pulang, tak mau ada bahaya mengancamnya lagi.

Untung dompetnya ketinggalan di kamar Akbar. Kalau tidak, hari-hari berikutnya makan pakai apa?. Padahal uang saku dari ibunya yang merasa tidak tega anaknya pergi tanpa bekal, boleh dibilang pas-pasan untuk ukuran kota Semarang. Namun yang lebih membuat Rohim bersyukur adalah nyawanya.

Coba kalu kedua lelaki tadi saking jengkelnya langsung menikamkan belatinya tepat di jantung Rohim, mungkin keesokan harinya, mayatnya masuk berita kriminal seperti, tikam, buser, patroli dan lainnya. Lalu orang tuanya akan dirundung kepedihan dan rasa bersalah karena membiarkan Rohim pergi dari rumah. Kemudian Rohim tinggal nama selepas tujuh hari kematiannya.

Pikiran-pikiran konyol itu segera diusirnya jauh-jauh. Kini ia berkonsentrasi mengingat arah dan jalur mana untuk sampai ke kosan Akbar. Hampir satu jam ia berjalan, tapi tidak ada titik terang. Ia mulai panik. Dilihatnya gang-gang yang berjejer di tepian jalan.

Parahnya, ia tidak hafal keluar dari gang mana tadi ia pergi. Suasana nampak lengang, sepi, karena malam menjumpai fajar. Tanya pada siapa kalau keadaannnya begini, batinnya menggerutu. Tanpa pikir panjang ia pilih gang nomor dua dari pijakannya. Langkahnya memecah hening gang sadewa yang telah ditinggal lelap penghuninya. Ia belok kiri. Ah, rupanya di gardu ada orang, batinnya sedikit lega. Ia menghampiri gardu.

“Maaf, Bang. Numpang tanya, kalau jalan Delima gang III itu sebelah mana,? Tanya Rohim sambil menyaksikan berapa pemuda yang lagi asyik menenggak minuman dalam botol. Ya Allah, mengapa Engkau pertemukan aku dengan pemuda-pemuda pemabuk ini. kehidupan apalagi yang kau perlihatkan padaku, Ya Allah. Pemuda yang seharusnya menjadi generasi penerus, menjeburkan diri dalam kubangan kehancuran yang mereka gali sendiri.

“Hai, bocah semprul. Sana pergi!, ganggu orang senang-senag saja,” hardik satu dari mereka dengan mata memerah. Apa boleh buat, ia langsung berjingkat dari gardu itu, tak mau cari masalah.

Ia terus berjuang mencari kosan Akbar dengan menyusuri gang demi gang. Lelah tak dirasakannya lagi, yang penting ketemu jalan dan gang yang dicarinya. Kini ia teringat rumah. Bapak, ibu, kakak-kakanya, adiknya, santri-santri bapaknya, mampir dalam pikirannya. Ia mulai membenarkan perkataan bapaknya.

Dunia kota seperti arus yang akan membawanya terombang-ambing, membawanya pada dunia lain yang perlahan lepas dari nilai-nilai agama yang selama ini ia agung-agungkan di rumahnya, pesantren dan masyarakat sekitarnya. Perkataan Akbar sore tadi juga mampir dalam otaknya.

“Kalau belajar ilmu-ilmu sosial, filsafat, sastra, tidak selamanya harus mengenyam bangku kuliah. Banyak tokoh dunia yang lahir tanpa embel-embel gelar sarjana. Karena bagi mereka, pendidikan sejati adalah ada pada kemauan seseorang untuk selalu ingin tahu dengan membaca, diskusi dan berkarya.

Contoh saja, Gus Dur, tokoh idolamu itu. Dia besar dari latar pesantren, tapi kiprahnya di jagad pendidikan maupun panggung politik, tidak ada yang menyangsikan. Semuanya tergantung bagaimana cara kita memahami realitas yang ada.”

“Benar juga perkataan Akbar. Mungkin aku terlalu memaksa diri tanpa mempedulikan pendapat orang lain” desisnya.
Adzan subuh bersahutan dari segala penjuru. Bertanda dimulainya babak baru kehidupan. Setelah berputar-putar sekian lamanya, akhirnya ia temukan juga kosan Akbar.

Pagi itu Akbar bangun kesiangan. Dilihatnya Rohim tidak ada di sampingnya. Matanya tertuju pada sebuah kertas yang tertempel di pintu kamarnya. Aku pulang, Akbar. Abahku pasti mencemaskanku. Terima kasih atas tumpangannya (Sahabatmu, Rohim). []

Ghufron Ibnu Masud

Ghufron Ibnu Masud

Terkait Posts

Surat Al-Hujurat Ayat 2
Hikmah

Ketika Suara Menentukan Etika; Refleksi Teladan Nabi Melalui Surat Al-Hujurat Ayat 2

8 September 2025
Nabi Muhammad Saw
Hikmah

Nabi Muhammad Saw adalah Ahsan An-Nas Khalqan wa Khuluqan

8 September 2025
Nabi Muhammad
Buku

Maulid Nabi Muhammad: Merayakan Idul Mahabbah Melalui Buku Membaca Sirah Nabi Muhammad

8 September 2025
Muhammad Saw Kecil
Hikmah

Ketabahan Muhammad Saw Kecil saat Kehilangan Ayah dan Ibu

8 September 2025
Wakil Rakyat
Publik

Belajar dari Wakil Rakyat: Komunikasi dengan Baik itu Penting

8 September 2025
Ibunda Aminah
Hikmah

Duka Nabi Muhammad Saw Kecil: Kehilangan Ibunda Aminah di Usia Belia

8 September 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Wakil Rakyat

    Belajar dari Wakil Rakyat: Komunikasi dengan Baik itu Penting

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Refleksi Maulid sebagai Alarm Sosial: Dari Quraisy ke Oligarki

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duka Nabi Muhammad Saw Kecil: Kehilangan Ibunda Aminah di Usia Belia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Maulid Nabi Muhammad: Merayakan Idul Mahabbah Melalui Buku Membaca Sirah Nabi Muhammad

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketabahan Muhammad Saw Kecil saat Kehilangan Ayah dan Ibu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Ketika Suara Menentukan Etika; Refleksi Teladan Nabi Melalui Surat Al-Hujurat Ayat 2
  • Nabi Muhammad Saw adalah Ahsan An-Nas Khalqan wa Khuluqan
  • Maulid Nabi Muhammad: Merayakan Idul Mahabbah Melalui Buku Membaca Sirah Nabi Muhammad
  • Ketabahan Muhammad Saw Kecil saat Kehilangan Ayah dan Ibu
  • Belajar dari Wakil Rakyat: Komunikasi dengan Baik itu Penting

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID