Mubadalah.id – Dalam pemberian hak anak saat mencari jodoh, biasanya orang tua akan memilihkan calon yang terbaik untuk anaknya.
Tidak jarang orang tua akan meminta anaknya untuk mencari istri yang baik. Pasalnya dengan mencari istri yang baik, maka akan dapat melahirkan anak yang sehat, dan bisa mendidiknya dengan baik.
Namun, dalam mengaitkan pencarian jodoh yang baik dengan keinginan memiliki anak yang sehat dan baik adalah bisa dibenarkan.
Tetapi menyimpulkannya sebagai hak anak adalah problematis, karena anak sebagai subjek penerima kemaslahatan belum terwujud.
Dengan pendekatan seperti itu, anak tidak menjadi subjek pembicaraan secara langsung, melainkan menjadi dampak jauh dari perbuatan orang dewasa.
Karena sang anak belum ada dalam kehidupan, sulit untuk merumuskan apa saja kebutuhan sang anak pada saat dia belum ada dalam kehidupan nyata.
Bisa dibayangkan, penjelasan dan perdebatan soal ini, menurut Dr. Faqihuddin Abdul Kodir dalam buku Fikih Hak Anak, juga tidak terkait dengan sejauh mana anak akan menerima hak yang menjadi kemaslahatannya.
Tetapi lebih pada detail perbuatan-perbuatan orang dewasa dalam hal mencari jodoh, akad nikah, dan hubungan intim pasangan suami istri.
Terlebih jika melihatnya sebagai subjek dari pembahasan ini, maka hanya laki-laki yang memiliki kesempatan untuk mencari jodoh perempuan shalihah.
Ini artinya, Kang Faqih menegaskan, yang menuntut untuk menjadi baik dan cakap terkait hak anak adalah perempuan pilihan laki-laki sebagai bapak si calon anak. Perempuanlah yang menjadi sebagai penentu baik-buruknya anak.
Padahal, anak lahir dari laki-laki sebagai ayahnya dan perempuan sebagai ibunya. Tanggungjawab laki-laki, sebagai ayah, sejatinya, juga melekat dalam hukum Islam, bukan semata-mata memilihkan calon ibunya dan membuahinya. (Rul)