Mubadalah.id – Sebagai calon orang tua, tentu kita harus mempersiapkan kebutuhan anak bahkan ketika anak tersebut masih dalam kandungan. Hal random yang biasanya aku lakukan adalah mencari inspirasi nama anak dari sosial media atau browsing melalui internet. Ada yang sama Salingers?
Lalu kebetulan sekali aku menemukan sebuah tayangan video reels di Instagram yang mengangkat isu terkait menamai anak. Ketika aku klik di kolom komentar, banyak warganet yang mengatakan “baiknya seorang muslim menamai anaknya dengan nama yang Islami”, mungkin maksudnya dengan menggunakan Bahasa Arab. Dengan alasan, supaya nanti ketika sudah di padang mahsyar yang punya nama dengan Bahasa Arab akan terlebih dahulu mendapatkan hisab.
Terlepas dari benar atau tidaknya narasi tersebut, sebagai calon orang tua yang sudah punya list nama-nama anak dari Bahasa Indonesia tentu merasa, “Ya Allah, apakah aku tidak Islami?” Bukan karena aku tidak suka dengan Bahasa Arab, hanya saja aku lebih ingin anakku punya nama dengan muatan konteks lokal dan pastinya gampang kita sebut namanya, karena berasal dari Bahasa Indonesia.
Langsung saja aku menuliskan sebuah komentar reflektif dalam tayangan video reels tersebut. Menurutku “jika hanya nama seseorang dengan Bahasa Arab yang lebih utama, mengapa Allah SWT menciptakan begitu banyak bahasa, kata, nada, intonasi? Bukankah kita terlalu mereduksi sifat Gusti Allah yang maha besar ini, hanya karena yang Islami (Islam) lebih dahulu muncul di Arab?”
Anjuran Menamai Anak dalam Islam
Kemudian aku mulai mencari-cari bahan bacaan tentang anjuran memberi nama untuk anak dalam Islam. Lalu aku menemukan sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Abu Darda, hadist ini juga menjadi landasan oleh Imam Nawawi sebagai anjuran menamai anak.
عن أبي الدرداء رضي الله عنه قال : قال رسول الله (صلى الله عليه وسلم) : إنكم تدعون يوم القيامة بأسمائكم وأسماء آبائكم فأحسنوا أسماءكم
Artinya, “Dari Abu Darda Ra berkata, Rasulullah SAW bersabda, ‘Sungguh kalian semua akan dipanggil pada hari Kiamat dengan nama-nama kalian dan nama-nama ayah kalian. Maka dari itu, perbaguslah nama-nama kalian.” (Lihat Muhyiddin Abu Zakariya An-Nawawi, Al-Adzkarun Nawawi, [Beirut: Dar Kutub: 2004], halaman 411).
Imam Nawawi pun menambahkan penjelasannya terkait nama untuk anak dalam Al-Adzkar bahwa “Sunnah menamai anak pada hari ketujuh terhitung dari hari kelahiran anak. Adapun dalilnya ialah riwayat al-Tirmidzi yang bersumber dari Amar bin Syu’aib, dari bapaknya, dari kakeknya, bahwasanya Nabi SAW memerintahkan untuk menamai anak pada hari ketujuh.”
Memilih dengan Nama yang Baik
Selain itu, dalam sebuah artikel di NU Online terkait nama anak, ada juga loh beberapa nama yang tidak disukai oleh Rasul SAW (makruh). Seperti nama Untung (Rabāḥ), Sukses (Najāḥ), Menang (Aflaḥ), Kaya (Yasār), Raja dari segala raja (Malikul Amlak). Mungkin nama-nama ini dianggap terlalu berlebihan karena menggunakan sifat-sifat terbaik Allah SWT.
Dari penjelasan hadist di atas, yang perlu kita pahami adalah memilih nama anak harus dengan nama yang baik dan tidak berlebihan. Bukan dengan bahasa apa yang kita gunakan. Sebagai orang tua, penting juga bagi kita untuk memahami makna kata sebelum nama itu kita sematkan untuk anak kita. Meskipun itu bukan dari Bahasa Arab.
Sebuah nasihat baik juga datang dari Gus Dur yang selalu bangga hidup menjadi muslim di tanah nusantara. Gus Dur pernah bilang “Islam datang bukan untuk mengubah budaya leluhur kita. Pertahankan apa yang menjadi milik kita. Kita serap ajarannya bukan budaya Arabnya.” Ungkapan ini tentu juga ada kaitannya dengan menamai anak.
Oh ya satu lagi salingers, bukan berarti orang Indonesia yang menamai anak dengan Bahasa Arab mereka tidak mencintai Indonesia. Semua orangtua pasti punya alasan ketika memutuskan memberi nama anaknya dengan bahasa Arab atau Bahasa apapun. Jadi, namailah anak kita dengan nama yang baik ya! []