Mubadalah.id – Pengasuh Pondok Pesantren Mahasina Darul Qur’an wal Hadits, Nyai Hj. Badriyah Fayumi, Lc. MA menjelaskan bahwa aborsi dalam perkosaan apabila ditinjau dalam fikih, maka hukumnya boleh.
Adapun dalil kebolehan tersebut fukaha telah bersepakat bahwa adh-dharuuraatu tubiihul mahdzuuraat (darurat itu membolehkan hal-hal yang dilarang). Ini menjadi kaedah fikih yang bisa menjadi pedoman (Baca juga: Hukum Aborsi Menurut Para Ulama Ahli Fikih)
Aborsi karena perkosaan, yang melakukannya sesuai dengan ketentuan, maka, Nyai Badriyah mengungkapkan ini merupakan penyelamatan terhadap perempuan korban yang tidak berdosa.
Lebih lanjut, Nadhlatul Ulama melalui Munas Alim Ulama di Jakarta (pada tanggal 2 November 2014) juga memberikan respons. (Baca juga: Aborsi Bagi Korban Perkosaan)
Yaitu, untuk kehamilan akibat perkosaan, pembolehan aborsi harus memenuhi ketentuan-ketentuan khusus.
Untuk kedaruratan medis, kata Bu Nyai Badriyah, ada pengecualian bisa sudah memenuhi syarat kedaruratan. Ketentuan khusus dan syarat kedaruratan itu harus terpenuhi karena pada dasarnya aborsi haram.
Untuk memenuhi pintu terjadinya penyalahgunaan aturan ini, Nyai Badriyah menyebutkan, aborsi bagi kehamilan karena zina atau seks bebas adalah terlarang dan masuk dalam kategori tindakan kriminal. (Baca juga: Kawin Tangkap dan Ruang Aman bagi Perempuan Sumba)
Agama mengharamkan aborsi yang demikian. Pelakunya masuk dalam kategori melakukan dosa besar karena membunuh tanpa hak. KUHP juga mengategorikan aborsi yang demikian sebagai tindakan pidana. (Rul)