Jumat, 3 Oktober 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Soka Gakkai

    Pimpinan Soka Gakkai Jepang: Dialog Antaragama Hilangkan Salah Paham tentang Islam

    Gus Dur dan Ikeda

    Masjid Istiqlal Jadi Ruang Perjumpaan Dialog Peradaban Gus Dur dan Daisaku Ikeda

    Fasilitas Ramah Disabilitas

    Teguhkan Komitmen Inklusif, Yayasan Fahmina Bangun Fasilitas Ramah Disabilitas

    UIN SSC Kampus Inklusif

    UIN SSC Menuju Kampus Inklusif: Dari Infrastruktur hingga Layanan Digital Ramah Disabilitas

    Makan Bergizi Gratis

    Ironi Makan Bergizi Gratis: Ketika Urusan Dapur Menjadi Kebijakan Publik

    Nyai Sinta Nuriyah

    Kunjungi Aktivis yang Ditahan, Nyai Sinta Nuriyah Tunjukkan Keteguhan Ulama Perempuan dalam Membela Rakyat

    Hari Tani

    Hari Tani Nasional 2025: Menghargai Petani dan Menjaga Pangan Negeri

    Jaringan WPS

    5 Tuntutan Jaringan WPS Indonesia atas Penangkapan Perempuan Pasca Demonstrasi

    Kampanye Inklusivitas

    Inklusivitas di Era Digital: Strategi Baru Kampanye di Media Sosial

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    kerja domestik

    Meneladani Nabi Muhammad dalam Kerja Domestik

    Fiqhul Bina'

    Belajar dari Musibah Ponpes Al Khoziny: Menghidupkan Fiqhul Bina’ di Dunia Pesantren

    Ekosistem mangrove

    Perempuan Pangkal Babu: Menjaga Ekosistem Mangrove Lewat Batik

    Pipiet Senja

    Mengenang Pipiet Senja; Terima Kasih telah Mewarnai Masa Remajaku

    Rumah Tinggal

    Mencari Rumah Tinggal bagi Keluarga Sakinah

    Kerja Domestik

    Kerja Domestik Laki-Laki dan Perempuan Sama-Sama Ibadah

    Difabel Grahita

    Fikih Inklusif : Meneguhkan Hak Ekonomi Dan Sosial Difabel Grahita

    Kerja Domestik

    Kerja Domestik dalam Perspektif Mubadalah

    Kehilangan Mama

    Apa Rasanya Kehilangan Mama?

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Keluarga Mubadalah

    Keluarga dalam Perspektif Mubadalah

    Syafaat Nabi

    Lima Syafaat Nabi di Tengah Lesunya Ekonomi

    Akhlak Nabi

    Dakwah Nabi di Makkah: Menang dengan Akhlak, Bukan Kekerasan

    Teladan Nabi dan Abu Bakar terhadap Umat Berbeda Agama

    Teladan Nabi dan Abu Bakar terhadap Umat Berbeda Agama

    Akhlak Nabi yang

    Akhlak Nabi Tak Pernah Berubah, Meski pada yang Berbeda Agama

    Nabi Muhammad Saw

    Kesaksian Khadijah Ra atas Kemuliaan Akhlak Nabi Muhammad Saw

    Berbeda Agama

    Membaca Kembali Relasi Nabi dengan Umat Berbeda Agama

    Akhlak Nabi dalam

    Meneladani Akhlak Nabi dalam Relasi Antarumat Beragama

    Akhlak Luhur Nabi

    Meneladani Akhlak Luhur Nabi Muhammad Saw

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Soka Gakkai

    Pimpinan Soka Gakkai Jepang: Dialog Antaragama Hilangkan Salah Paham tentang Islam

    Gus Dur dan Ikeda

    Masjid Istiqlal Jadi Ruang Perjumpaan Dialog Peradaban Gus Dur dan Daisaku Ikeda

    Fasilitas Ramah Disabilitas

    Teguhkan Komitmen Inklusif, Yayasan Fahmina Bangun Fasilitas Ramah Disabilitas

    UIN SSC Kampus Inklusif

    UIN SSC Menuju Kampus Inklusif: Dari Infrastruktur hingga Layanan Digital Ramah Disabilitas

    Makan Bergizi Gratis

    Ironi Makan Bergizi Gratis: Ketika Urusan Dapur Menjadi Kebijakan Publik

    Nyai Sinta Nuriyah

    Kunjungi Aktivis yang Ditahan, Nyai Sinta Nuriyah Tunjukkan Keteguhan Ulama Perempuan dalam Membela Rakyat

    Hari Tani

    Hari Tani Nasional 2025: Menghargai Petani dan Menjaga Pangan Negeri

    Jaringan WPS

    5 Tuntutan Jaringan WPS Indonesia atas Penangkapan Perempuan Pasca Demonstrasi

    Kampanye Inklusivitas

    Inklusivitas di Era Digital: Strategi Baru Kampanye di Media Sosial

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    kerja domestik

    Meneladani Nabi Muhammad dalam Kerja Domestik

    Fiqhul Bina'

    Belajar dari Musibah Ponpes Al Khoziny: Menghidupkan Fiqhul Bina’ di Dunia Pesantren

    Ekosistem mangrove

    Perempuan Pangkal Babu: Menjaga Ekosistem Mangrove Lewat Batik

    Pipiet Senja

    Mengenang Pipiet Senja; Terima Kasih telah Mewarnai Masa Remajaku

    Rumah Tinggal

    Mencari Rumah Tinggal bagi Keluarga Sakinah

    Kerja Domestik

    Kerja Domestik Laki-Laki dan Perempuan Sama-Sama Ibadah

    Difabel Grahita

    Fikih Inklusif : Meneguhkan Hak Ekonomi Dan Sosial Difabel Grahita

    Kerja Domestik

    Kerja Domestik dalam Perspektif Mubadalah

    Kehilangan Mama

    Apa Rasanya Kehilangan Mama?

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Keluarga Mubadalah

    Keluarga dalam Perspektif Mubadalah

    Syafaat Nabi

    Lima Syafaat Nabi di Tengah Lesunya Ekonomi

    Akhlak Nabi

    Dakwah Nabi di Makkah: Menang dengan Akhlak, Bukan Kekerasan

    Teladan Nabi dan Abu Bakar terhadap Umat Berbeda Agama

    Teladan Nabi dan Abu Bakar terhadap Umat Berbeda Agama

    Akhlak Nabi yang

    Akhlak Nabi Tak Pernah Berubah, Meski pada yang Berbeda Agama

    Nabi Muhammad Saw

    Kesaksian Khadijah Ra atas Kemuliaan Akhlak Nabi Muhammad Saw

    Berbeda Agama

    Membaca Kembali Relasi Nabi dengan Umat Berbeda Agama

    Akhlak Nabi dalam

    Meneladani Akhlak Nabi dalam Relasi Antarumat Beragama

    Akhlak Luhur Nabi

    Meneladani Akhlak Luhur Nabi Muhammad Saw

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Indonesia Jadi Rumah Bersama: Emang Bisa?

Masih bisakah Indonesia menjadi rumah bersama untuk siapa saja? Bisakah Indonesia menjadi ruang aman bagi setiap pemeluk agama dan keyakinan??

Laila Fajrin Rauf Laila Fajrin Rauf
17 April 2024
in Publik, Rekomendasi
0
Indonesia Rumah Bersama

Indonesia Rumah Bersama

661
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

“Hei, ayo lari dari sini, ada rumah yang punya pohon natal”

“Jangan lupa tutup telinga kalau mendengar lagu Haleluya”

“Kalau kita menyanyikan lagu Merry Christmas, nanti iman kita jadi lemah. Berhenti menyanyikan dan mendengar lagu itu!”

“Stop mengucapkan selamat natal, nanti bisa murtad!”

Mubadalah.id – Waktu masih kecil, kalimat-kalimat seperti itu sering sekali saya dengar. Entah dari guru di pesantren atau tetangga rumah. Tentu saja saat itu saya akan menuruti perkataan mereka karena menganggap semua yang orang dewasa katakan adalah benar. Seakan Indonesia menjadi rumah bersama hanyalah mimpi belaka.

Pernah suatu ketika saya dan teman-teman melewati rumah seorang dokter di kampung. Keluarga dokter itu beragama Kristen. Mereka memiliki anjing yang sangat manis, tetapi sebab doktrin yang ada di masyarakat, akhirnya kami berlari sembari berteriak “ada anjingnya orang Kristen”.

Dewasa ini, saya baru menyadari dan merasa geli pada tingkah laku yang saya lakukan saat masih kecil. Bukankah anjing adalah hewan yang Tuhan ciptakan. Anjing tidak beragama dan tidak perlu kita berikan label agama. Begitu juga dengan pohon cemara yang identik digunakan saat perayaan hari natal oleh teman-teman Katolik dan Protestan.

Perbedaan adalah Niscaya

Fenomena yang pernah saya alami saat masih anak-anak, mungkin saja juga terasa oleh sebagian orang yang ada di Indonesia. Menganggap bahwa apa yang kita yakini adalah kebenaran mutlak. Sedangkan yang tidak seiman kita anggap salah dan terus kita permasalahkan.

Padahal perbedaan adalah sebuah keniscayaan. Di manapun pasti kita akan menjumpainya. Bahkan yang kembar identik sekalipun memiliki perbedaan pada sidik jari mereka. Apalagi Indonesia yang multikultural, memiliki banyak sekali keberagaman bahasa, budaya, suku, ras, bahkan agama. Cocok jika punya semboyan bhinneka tunggal ika.

Tanpa kita sadari, sikap intoleransi ternyata banyak tertanamkan sejak dini kepada anak-anak. Mereka tumbuh menjadi sosok yang tidak suka melihat orang lain yang berbeda, terutama dalam hal keyakinan. Simbol-simbol agama jadi kita salah artikan.

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia juga pernah mengatakan bahwa anak-anak adalah kelompok rentan yang menjadi korban secara psikis kasus intoleransi yang terjadi. Kondisi anak-anak begitu dekat dengan orang dewasa. Sehingga wajar saja, jika orang dewasa mengarahkan untuk saling membenci dan tidak saling menghargai, maka anak-anak akan menjadi peniru yang ulung.

Fenomena Labelisasi Syar’i

Akibat jangka panjang dari peristiwa di atas adalah sikap ekslusivitas yang bisa kita lihat hari ini di Indonesia. Berapa banyak permasalahan yang muncul akibat tidak menerima perbedaan. Adanya kos khusus muslimah atau suku tertentu, perumahan khusus orang Islam atau agama tertentu, penolakan pembangunan rumah ibadah hingga penolakan makam beda agama sudah sering sekali kita jumpai.

Bahkan, sekarang ini fenomena labelisasi syar’i juga sudah ada dimana-mana, seperti sepatu syar’i, baju syar’i, celana syar’i, kacamata syar’i dan yang terakhir saya melihat di pinggir jalan ada penjual bakso syar’i. Kalau kita biarkan terus menerus, bukan tidak mungkin, sesama manusia akan saling mencurigai, bersikap kasar dan hidup tanpa rasa damai karena penuh kekhawatiran dan ketakutan.

Lalu, masih bisakah Indonesia menjadi rumah bersama untuk siapa saja? Bisakah Indonesia menjadi ruang aman bagi setiap pemeluk agama dan keyakinan?

Kabar baiknya, kita masih bisa bernafas lega sebab sikap saling menghargai juga masih bisa kita rasakan. Barangkali salah satu contohnya adalah sikap toleransi yang ada di Surakarta. Keberadaan masjid Al-Hikmah dan Gereja Joyodiningratan yang bersebelahan, hanya terbatasi oleh tembok saja.

Bahkan mereka memiliki alamat yang sama sebagai penanda tempat, yakni di jalan Gatot Subroto 222 Surakarta, tentu saja dengan imam yang tetap berbeda. Fenomena ini menjadi afirmasi sederhana bahwa perbedaan identitas agama sudah semestinya berjalan beriringan dengan damai dan bahagia.

Temu Anak Muda Lintas Agama

Dialog anak muda lintas iman juga masih bisa disaksikan. Mereka banyak bertukar pikiran dan bersinggungan secara langsung untuk mengenal yang berbeda. Belajar untuk lebih open mind, open heart dan juga open will pada tiap fenomena yang dialami.

Saya pernah mengikuti sebuah acara yang mempertemukan anak-anak muda dari berbagai latar belakang agama di Kota Semarang. Acara Pondok Damai yang diadakan oleh Persaudaraan Lintas Agama di Vihara Budhagaya Watugong ini menjadi ruang refleksi anak muda untuk lebih mengenali agama masing-masing.

Acara ini memang bertujuan untuk menumbuhkan sikap saling toleransi antar umat beragama. Bagi saya yang saat itu hampir tidak pernah bersinggungan dengan yang berbeda agama tentu menjadi hal baru yang menarik. Selama acara Pondok Damai, kami di ajak untuk melakukan dialog interaktif.

Berbincang ringan tentang alasan kenapa kita beragama serta bagaimana stigma positif dan negatif pada agama tertentu. Ini satu hal yang menarik. Kebanyakan dari kami beragama karena warisan yang telah di turunkan oleh orang tua pada anak-anaknya. Meski pada akhirnya, perjalanan telah menuntun untuk menemukan jawaban “mengapa memeluk suatu agama tertentu”.

Yang membuat saya terenyuh karena di tengah forum hadir teman-teman yang menjadi “penyintas” kekerasan atas nama agama. Mereka menyaksikan secara langsung pertumpahan darah di daerah tertentu hingga dampak traumanya mereka rasakan sampai saat ini.

Indonesia Rumah Bersama

Salah satu teman Ahmadiyah bahkan bercerita sambil menangis sesenggukan karena trauma yang sangat besar saat sekolah tempatnya belajar di keroyok dan dihancurkan. Dia menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri, banyak orang-orang yang mengatasnamakan agama tetapi saling menyakiti sesama manusia.

Tidak ada salahnya kita mengenal dan menjadi dekat dengan teman yang berbeda agama maupun keyakinan. Sebab, titik tertinggi dari ajaran agama adalah memiliki sikap humanis; memanusiakan manusia.

Tidak ada satupun agama dan keyakinan yang mengajarkan umatnya untuk saling membenci, tetapi yang diajarkan adalah sikap welas asih, saling menyayangi dan mengasihi antar sesama manusia. Sehingga, Siapapun orangnya, selama masih manusia, maka kita wajib untuk memanusiakannya.

Toh, lebih baik menyalakan pelita dari pada mengutuk kegelapan! Saling memberikan kedamaian, ketentraman dan kasih sayang kepada siapa saja tanpa melihat latar belakang agama, suku, ras dan lain sebagainya.

Jika kita mampu untuk saling menerima, menghormati dan mau menghargai, bukan tidak mungkin Indonesia yang kita cintai ini akan baik-baik saja. Indonesia akan menjadi rumah kita bersama. Rumah yang menyejukkan siapa saja yang ada didalamnya. Sebab, cinta kasih ada disetiap sudutnya. []

 

Tags: agamaahmadiyahIndonesia Rumah BersamakeberagamanPerdamaiantoleransi
Laila Fajrin Rauf

Laila Fajrin Rauf

Founder Komunitas Gerakan Kolektif Perempuan Feministic Indonesia. Aktif di Jaringan GUSDURian dan Duta Damai Yogyakarta. Bisa dihubungi via email ke lailafajrin17@gmail.com atau instagram @ubai_rauf

Terkait Posts

Film PK
Film

Menyoal Esensi Beragama, Film PK Mengajarkan Soal Cinta dan Kemanusiaan

1 Oktober 2025
Dialog Lintas Iman
Publik

Dialog Lintas Iman: Peran Setiap Generasi Merawat Kerukunan

30 September 2025
Perempuan Akar Rumput
Personal

Perempuan Akar Rumput sebagai Influencer Perdamaian

29 September 2025
Pembelaan Gus Dur
Publik

Perbedaan Tidak Berarti Perpecahan: Belajar dari Pembelaan Gus Dur terhadap Ahmadiyah

27 September 2025
Penghormatan Kepada Ibu
Keluarga

Pentingnya Penghormatan kepada Ibu, Meski Beda Agama

26 September 2025
Beragama
Publik

Membangun Relasi Perdamaian Antarumat Beragama dengan Spirit Mubadalah

25 September 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Difabel Grahita

    Fikih Inklusif : Meneguhkan Hak Ekonomi Dan Sosial Difabel Grahita

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengenang Pipiet Senja; Terima Kasih telah Mewarnai Masa Remajaku

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perempuan Pangkal Babu: Menjaga Ekosistem Mangrove Lewat Batik

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kerja Domestik Laki-Laki dan Perempuan Sama-Sama Ibadah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pimpinan Soka Gakkai Jepang: Dialog Antaragama Hilangkan Salah Paham tentang Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Meneladani Nabi Muhammad dalam Kerja Domestik
  • Belajar dari Musibah Ponpes Al Khoziny: Menghidupkan Fiqhul Bina’ di Dunia Pesantren
  • Perempuan Pangkal Babu: Menjaga Ekosistem Mangrove Lewat Batik
  • Mengenang Pipiet Senja; Terima Kasih telah Mewarnai Masa Remajaku
  • Pimpinan Soka Gakkai Jepang: Dialog Antaragama Hilangkan Salah Paham tentang Islam

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID