Mubadalah.id – Jika kita menelusuri jejak sejarah Arab pra- Islam, posisi perempuan berada pada titik paling rendah dalam tatanan sosial. Mereka dianggap beban keluarga, bahkan bayi perempuan sering dikubur hidup-hidup karena dianggap aib. Al-Qur’an dengan tegas menolak praktik itu dan menyebutnya sebagai kejahatan kemanusiaan.
“Dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apakah mereka dibunuh?” (QS. at-Takwiir [81]: 8–9).
Ayat menegaskan bahwa perempuan adalah manusia utuh yang memiliki martabat dan hak hidup yang sama di hadapan Allah.
Islam datang membawa revolusi moral yang mengangkat harkat perempuan dari objek menjadi subjek kemanusiaan.
Dari Objek Warisan Menjadi Pemilik Hak Waris
Sebelum Islam, perempuan bukan hanya tidak memiliki hak, bahkan menjadi bagian dari harta warisan. Mereka bisa “dimiliki” oleh kerabat suami yang meninggal. Lalu datanglah wahyu yang menghapus praktik tersebut.
Allah berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mewarisi perempuan dengan jalan paksa.” (QS. an-Nisaa’ [4]: 19).
Tidak berhenti di situ, Islam juga memberikan hak waris kepada perempuan—sebuah kemajuan besar dalam sistem sosial abad ke-7. (QS. an-Nisaa’ [4]: 11)
Artinya, Islam tidak hanya melarang menindas perempuan, tetapi juga memberi mereka posisi legal dan sosial yang setara sebagai pemilik harta, pewaris, dan pengelola ekonomi.
Realitas lain yang diubah Islam adalah praktik poligami tanpa batas di masa Jahiliah. Sebelum Islam datang, laki-laki bebas memiliki perempuan sebanyak yang diinginkan tanpa tanggung jawab moral.
Islam kemudian menurunkan aturan yang membatasi jumlah istri maksimal empat, dengan syarat keadilan yang ketat.
“Jika kamu takut tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja.” (QS. an-Nisaa’ [4]: 3).
Sebagaimana dalam pandangan Dr. Faqihuddin Abdul Kodir dalam Qiraah Mubadalah bahwa Islam tidak melegitimasi poligami sebagai hak istimewa laki-laki. Tetapi menuntut tanggung jawab moral dan sosial untuk menjaga keseimbangan dalam relasi keluarga. []