Mubadalah.id – Pada 16 September 2022, Mahsa Amini (dikenal juga dengan nama Jina Amini) meninggal dunia di Rumah Sakit Kasra, Tehran setelah sempat mengalami koma selama tiga hari. Meninggalnya Mahsa Amini dituduh oleh Masyarakat Iran disebabkan oleh kekerasan yang dilakukan oleh polisi moral terhadap Mahsa. Penangkapan Mahsa Amini disebabkan ia tidak memakai hijab “dengan benar” dan sesuai aturan negara.
Beragam liputan berita dan saksi mata melaporkan bahwa polisi moral sempat melakukan kekerasan seperti membenturkan kepalanya ke kendaraan dan memukulnya dengan tongkat.
Namun dibantah oleh pihak berwenang setempat, bantahan yang ditolak oleh saksi mata, termasuk tahanan perempuan lain yang ditahan bersama Mahsa.
Meninggalnya Mahsa Amini meluncurkan gelombang protes terbesar di Iran, yang menolak kewajiban untuk memakai Hijab, yang berjalan bersamaan dengan protes anti pemerintah Iran lain.
Ketika perempuan-perempuan Iran turun ke jalan untuk memprotes peraturan wajib hijab, perempuan-perempuan Muslim di Prancis sedang berjuang untuk mempertahankan haknya untuk menggunakan Niqab dan Burqa.
Di Prancis
Pada tahun 2010, Senat Prancis mengesahkan undang-undang LOI n° 2010-1192: Loi interdisant la dissimulation du visage dans l’espace public, (Undang-undang Nomor 2010-1192: Undang-undang yang melarang menyembunyikan wajah di ruang publik), Undang-Undang ini melarangan pemakaian penutup wajah. Termasuk masker, helm, balaclava, niqab, dan penutup wajah lain yang menutupi wajah di tempat umum, kecuali dalam keadaan khusus.
Tindakan pemerintah Pranics ambil ini berasal dari merupakan bentuk dari tindakan sekularitas yang mereka ambil. istilah Prancis untuk pemisahan gereja (dan agama) dan negara, mengatur bahwa agama tidak dapat memengaruhi urusan pemerintah dan kebijakan.
Sekularitas dan pemisahan agama dan pemerintah di Prancis juga berlaku terhadap institusi publik lainnya. Pada Agustus 2023, Menteri pendidikan Prancis, Gabriel Attal, yang mendapat dukungan dari Presiden Macron, melarang penggunaan Abaya (busana longgar yang perempuan pakai) di lingkungan sekolah. Sama seperti larangan penutup wajah, larangan ini juga menuai protes dari berbagai pihak, baik dari publik domestik Prancis maupun internasional.
Kebebasan Ekspresi
Kedua peristiwa di atas tidak dapat nampak lebih berseberangan dari satu sama lain. Di mana satu peristiwa menginginkan kebebasan untuk tidak memakai hijab dan peristiwa lainnya memperjuangkan hak untuk memakai hijab.
Namun kedua peristiwa ini sejatinya merupakan dua sisi dari koin yang sama. Koin ini adalah kebebasan. Dalam kedua peristiwa, artikel pakaian yang menjadi objek baik niqab, burqa maupun hijab hanyalah aksesori dari isu utama. Yakni kebebasan bagi perempuan untuk memilih, untuk mengekspresikan dan kebebasan bagi perempuan untuk beragama
Kebebasan beragama dan berkeyakinan adalah salah satu hak asasi manusia yang mendasar. Dalam konteks ini, pemakaian hijab oleh perempuan Muslimah menjadi simbol penting dari ekspresi identitas agama mereka. Hak untuk memakai hijab adalah bagian integral dari kebebasan beragama dan berkeyakinan.
Di sisi lain, beberapa perempuan memilih untuk tidak memakai hijab sebagai bentuk pilihan pribadi atau kebebasan individu. Mungkin juga karena alasan budaya, sosial, atau pribadi.
Kebebasan ini juga harus kita hormati dan jaga sebagai bagian dari hak asasi manusia mereka. Sejatinya, keputusan bagaimana mereka mengenakan artikel pakaian ini, seharusnya kita berikan kepada para perempuan.
Setiap perempuan tentunya memilik hak dan alasan tersendiri untuk memilih. Tidaklah pantas bagi sebuah institusi yang seharusnya melindungi dan mengayomi masyarakatnya untuk mendikte dan melanggar hak asasi warganya sendiri.
Undang-undang yang secara eksplisit mewajibkan atau melarang, bukanlah undang-undang yang berguna untuk kemashlatan umat. Melainkan hanya sebagai sarana kontrol negara terhadap segmen masyarakatnya. []