Mubadalah.id – Dirgahayu Negeri Pancasila! Dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote berkumandang lagu Indonesia Raya. Sebagai anak-anak bangsa dan tanah air Indonesia, hari ini kita merayakan kemerdekaan Indonesia yang ke 80 tahun.
Namun dalam semarak perayaan kemerdekaaan, tersimpan pertanyaan sebagai bahan permenungan. Apakah kita sungguh-sungguh menghidupi arti kemerdekaan itu sendiri?
Perayaan kemerdekaan Indonesia harus sungguh menjadi momen berefleksi. Bagi umat Katolik, kemerdekaan bukan hanya hasil perjuangan para pahlawan, tetapi juga anugerah Allah yang istimewa.
Makna Kemerdekaan Dalam Katolik
Iman Katolik mengajarkan bahwa kebebasan adalah bagian dari martabat manusia yang Allah ciptakan baik adanya. Maka, perayaan kemerdekaan menjadi kesempatan untuk berefleksi sejauh mana kita menghidupi kebebasan itu dalam kehidupan sehari-hari? Apakah kebebasan itu sebagai dasar kebaikan bersama, atau justru untuk kepentingan pribadi semata?
Kemerdekaan dalam iman Katolik seringkali mengambil dasar dari kitab suci. Galatia 5:13 menjadi ayat kitab suci berkaitan dengan kemerdekaan.
“Saudara-saudara, kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih.”
Rasul Paulus mengirimkan kalimat ini kepada jemaat Galatia. Pada saat itu, ia berbicara tentang kebebasan orang Kristen dari hukum Taurat yang kaku, namun menegaskan bahwa kebebasan itu bukan berarti hidup semaunya sendiri.
Paulus menekankan bahwa kebebasan bukan kebetulan, tetapi panggilan dari Tuhan. Artinya, kebebasan adalah bagian dari rencana ilahi untuk manusia. Bagi Paulus, kemerdekaan mempunyai makna sebagai bentuk terlepas dari belenggu egoisme.
Raul Paulus juga menegaskan bahwa kebebasan harus sungguh membebaskan orang dari dosa. Kebebasan sejati terwujud ketika adanya sikap saling membangun, bukan menghancurkan. Pelayanan dalam kasih menempatkan kebebasan sebagai sarana, bukan tujuan akhir.
Mengenal Mgr. Soegijapranata
Berbicara tentang peran Gereja bagi Indonesia, tentu sudah tidak asing dengan tokoh besar, yaitu Mgr. Soegijapranata. Mgr, Soegijapranata tidak hanya terkenal dalam kalangan umat Katolik, tetapi juga banyak orang yang mengenalnya.
Semboyan terkenal dari Mgr. Soegijapranata ini adalah 100 % Indonesia, 100 % Katolik. Beliau tidak hanya berkarya dalam lingkungan Gereja, tetapi juga bagi masyarakat Indonesia pada saat itu. Soegijapranata merupakan uskup pribumi Indonesia yang pertama. Ia memiliki pendirian yang pro nasionalis dalam jubah Uskup Agung. Beliau menjadi Uskup Agung pada 6 Oktober 1940.
Ketika Mgr. Soegijapranata menjadi seorang imam, mulai terbentuklah rasa nasionalis serta solidaritas. Beliau mengharapkan agar dirinya mampu mengabdikan dirinya secara penuh untuk negara serta bangsa dengan menjadi imam.
Setelah Proklamasi 17 Agustus 1945, ia aktif menyampaikan dukungan bagi Republik Indonesia, baik kepada umat Katolik maupun kepada masyarakat luas.
Ia menegaskan bahwa umat Katolik harus berdiri bersama seluruh bangsa Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaan. Dalam surat-surat pastoralnya, ia mengingatkan agar umat Katolik tidak ragu berkontribusi dalam perjuangan melawan penjajahan.
Selain memberikan dukungan kepada masyarakat dalam memperjuangkan hak dan kebebasan, beliau juga menjadi penghubung Indonesia dengan negara Vatikan. Dua tahun setelah Ir. Soekarno membacakan proklamasi, Mgr. Soegijapranata mengirimkan sebuah surat kepada Tahta Suci. Dalam suratnya, beliau menulis bagaimana perjuangan rakyat Indonesia.
Usahanya berbuah manis, surat tersebut mendapat tanggapan dari Tahta Suci Vatikan. Dalam surat balasan, Vatikan mengakui kemerdekaan Indonesia. Perlu menjadi pengetahuan bahwa Vatikan merupakan negara Eropa pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia.
Peran Gereja Masa Kini dalam Kemerdekaan
Dalam perjalanan Indonesia merdeka hingga 80 tahun ini, sudah sangat banyak hal yang Gereja lakukan. Jika dahulu Mgr. Soegijapranata menegaskan bahwa umat Katolik adalah 100% Katolik dan 100% Indonesia, maka kini Gereja berusaha menjaga agar kemerdekaan tetap berbuah nyata dalam kehidupan bangsa yang majemuk.
Salah satu peran penting Gereja adalah merawat persatuan dalam keberagaman. Gereja selalu menyuarakan adanya perdamaian. Salah satu contoh bagaimana peran Gereja dalam perdamaian adalah dengan hadirnya ensiklik Frateli Tutti. Ensiklik ini mengingatkan kepada semua orang untuk terus menjaga persaudaraan sejati.
Selain itu Gereja juga berperan dalam bidang pendidikan. Dengan berdirinya sekolah-sekolah Katolik di berbagai penjuru negeri, melayani anak-anak dari beragam agama. Kasih, saling menghormati, persaudaraan, dan solidaritas menjadi ciri khas sekolah katolik. Dengan demikian, lembaga pendidikan Katolik membantu mencetak generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga berkarakter mulia demi Indonesia yang lebih adil.
Dengan semua keterlibatan itu, Gereja ingin menunjukkan bahwa iman Katolik bukanlah sesuatu yang menjauhkan umat dari bangsanya. Justru sebaliknya, iman mendorong keterlibatan aktif dalam mengisi kemerdekaan.
Kemerdekaan yang Memerdekakan Semua
Kemerdekaan sejati bukan hanya milik satu kelompok saja, tetapi menjadi hak semua warga. Sebagai satu bangsa, kita harus melihatnya sebagai ruang bersama yang inklusif. Dalam perspektif ini, umat Katolik berkontribusi bukan hanya bagi komunitasnya sendiri, tetapi juga bagi siapa pun yang membutuhkan.
Ketika kemerdekaan tumbuh dan hidup dalam keberagaman, maka kita sedang mempraktikkan kemerdekaan yang memerdekakan semua orang.
Contoh nyatanya adalah keterlibatan umat Katolik di berbagai daerah dalam aksi kemanusiaan lintas iman dan pelayanan umat. Semua ini menunjukkan bahwa kemerdekaan adalah panggilan untuk saling mengangkat, bukan saling menjatuhkan. []