• Login
  • Register
Senin, 19 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Featured

Kenapa Hari Santri Perlu Kita Rayakan?

Saat masyarakat bangsa Indonesia terancam imperialisme dan kolonialisme Barat, santri pun sigap turun tangan. Hal ini tak lepas dari landasan filosofis pesantren dan santri

Abdul Rosyidi Abdul Rosyidi
22/10/2019
in Featured, Publik
0
jihad, santri
497
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Mungkin sebagian orang akan bertanya kenapa ada hari santri? Apa yang istimewa dari santri sehingga perlu diperingati dan dikhidmati bangsa ini. Saya tidak akan menulis sejarah ditetapkannya Hari Santri Nasional (HSN). Tapi hanya berbagi cerita tentang betapa santri adalah elemen bangsa yang begitu unik dan berharga. Saya mulai dari daerah saya, Cirebon.

Sejarah tradisional di Cirebon menyebutkan, komplek pesantrian atau pesantren ditandai dengan dua pohon: kesambi dan asem. Dua pohon ini pasti ditanam di depan gerbang pesantren zaman dulu.

Saya tanya pada orangtua perihal dua pohon itu, kesambi dan asem. Ada yang mengatakan, dua pohon itu adalah perlambang yang artinya disambi mbari mesem atau dalam bahasa Indonesia bisa diartikan ‘disambut dengan senyuman’.

Katanya, siapa pun tamu yang datang, apalagi yang berniat menjadi santri, belajar ilmu agama di pesantren, akan disambut sang syaikh atau kiai dengan penuh kegembiraan.

Islam memang datang tidak dengan paksaan dan pertumpahan darah, melainkan dengan kegembiraan. Bukan dengan menyalah-nyalahkan, tapi dengan menebar kasih sayang. Bukan dengan mengkafirkan, tapi dengan memperluas persaudaraan. Bukan dengan memberangus budaya lokal, melainkan dengan pembumian nilai-nilai.

Baca Juga:

Peran Pesantren dalam Kehidupan Kartini

Pesan Abah KH Abdul Kholik Hasan: Hikmah Isra Mikraj yang Patut Kita Renungi

Masa Depan Majelis Masyayikh: Profil 8 Kiai dan Bu Nyai Pengasuh Periode 2021-2026

Puluhan Ribu Santri Gelar Aksi Damai di Polda DIY Pulang Tanpa Jejak Sampah

Pesantren tak pernah mengajarkan doktrin buta, teks tanpa konteks, ajaran tanpa etika sosial, ataupun fiqh tanpa tasawuf. Pesantren mengajarkan tubuh, sekaligus ruh.

Pesantren dengan warna tasawufnya berupaya menjauhkan agama dari jurang curam yang menjadikannya hanya sebatas jargon yang rentan dipolitisasi untuk kepentingan sekelompok orang. Agama yang dipolitisasi sering bertentangan dengan kemanusiaan, bertentangan dengan tujuan agama itu sendiri.

Kiai saya di pesantren selalu berkata bahwa tanda keberhasilan seorang pembelajar di pesantren (santri) bukanlah dari sejauh mana dia menguasai pengetahuan agama ataupun menghafal berapa banyak nadzom Alfiyah, tapi dari seberapa dia memberi manfaat bagi masyarakatnya, bangsanya.

Pesantren mengajarkan bahwa skor tertinggi seorang muslim adalah saat–dengan ilmunya–dia bisa memasyarakat. Menjadi bagian dari masyarakat. Bukan dengan ilmunya, kemudian dia malah menyalahkan masyarakat.

Dengan begitu, santri yang ada di pesantren-pesantren Indonesia dididik dan ditempa untuk menjadi bagian tak terpisahkan dari masyarakat Indonesia yang punya kultur khas. Karakter yang sangat berbeda dengan kultur bangsa lainnya, termasuk dari bangsa-bangsa Timur Tengah.

Pesantren dan santri identik dengan realitas keindonesiaan. Pada akhirnya, sebagai sub-kultur, pesantren terus melestarikan ajaran-ajaran Islam yang sesuai dan senafas dengan alam dan semangat keindonesiaan. Itulah Islam Nusantara.

Pesantren melakukan itu semua secara natural. Alami, mengalir bagai air. Hal ini tak lain sebagai sunnatullah, keniscayaan, implikasi logis dari keyakinan pesantren yang amat besar bahwa masyarakat adalah tujuan dari segala ajaran agama, termasuk Islam.

Agama itu diciptakan untuk manusia, bukan untuk Tuhan. Apalagi hanya untuk sebagian kelompok yang mengaku paling salih saja. Bukan. Ajaran-ajaran agama diturunkan untuk mengembalikan manusia pada kodrat kemanusiaannya.

Jihad Santri

Saat masyarakat bangsa Indonesia terancam imperialisme dan kolonialisme Barat, santri pun sigap turun tangan. Hal ini tak lepas dari landasan filosofis pesantren dan santri di atas.

Andai masyarakat dan bangsa Indonesia hancur, maka hancur pula seluruh tujuan agama. Andai begitu, Islam yang dipeluk orang-orang bangsa ini ‘gagal’ menjadi agama.

Santri pun angkat senjata demi tegaknya tujuan-tujuan Islam di atas bumi Nusantara. Resolusi Jihad yang dikeluarkan para kiai Nahdlatul Ulama (NU) di Surabaya, 22 Oktober 1945, menjadi tanda bahwa santri tak tinggal diam. Sebuah ungkapan rasa cinta santri pada bangsanya.

Para pahlawan santri patut kita teladani pengetahuan, pendirian dan sikapnya. Mereka pahlawan bagi bangsa juga bagi agamanya. Generasi sekarang berutang pada mereka. Kita harus membayarnya dengan memastikan generasi berikutnya tetap berdiri kukuh membela bangsa.

Allah sudah memberikan kita banyak contoh bangsa yang hancur dan menderita. Mereka tak bisa melaksanakan tujuan-tujuan Islam yang mulia itu di tanahnya. Tentu kita tak ingin seperti demikian. Karena kita Indonesia. Meski berbeda-beda, tetapi tetap satu.

Cinta mati santri pada bangsanya muncul dari keimanananya pada Sang Pencipta. Jauh-jauh hari, K.H. Wahab Hasbullah menegaskan bahwa mencintai Tanah Air adalah bagian dari iman (hubb al-wathan min al-iman).

Kiai Wahab menyiratkan dalam lagu Ya Lal Wathon bahwa kecintaan santri kepada bangsanya tak akan pernah mati karena cinta tersebut berangkat dari keimanannya. Cinta yang bersanding dengan kerinduan pada Tuhan.

Akhir kata, saya ingin mengajak seluruh anak bangsa, siapapun yang mencintai Indonesia, untuk menyambut Hari Santri dengan penuh suka cita. Mencintai dan menjaga bangsa ini adalah kewajiban teologis kita semua. []

Tags: Hari Santri NasionalKH Hasyim Asy'ariNahdlatul UlamaResolusi JihadSantri
Abdul Rosyidi

Abdul Rosyidi

Abdul Rosyidi, editor. Alumni PP Miftahul Muta'alimin Babakan Ciwaringin Cirebon.

Terkait Posts

Inses

Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

17 Mei 2025
Dialog Antar Agama

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

17 Mei 2025
Inses

Inses Bukan Aib Keluarga, Tapi Kejahatan yang Harus Diungkap

17 Mei 2025
Kashmir

Kashmir: Tanah yang Disengketakan, Perempuan yang Dilupakan

16 Mei 2025
Nakba Day

Nakba Day; Kiamat di Palestina

15 Mei 2025
Nenek SA

Dari Kasus Nenek SA: Hukum Tak Lagi Melindungi yang Lemah

15 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kehamilan Tak Diinginkan

    Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menghindari Pemukulan saat Nusyuz

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Ratu Junti, Sufi Perempuan dari Indramayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memperhatikan Gizi Ibu Hamil

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menghindari Pemukulan saat Nusyuz
  • Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami
  • Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial
  • Memperhatikan Gizi Ibu Hamil

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version