Mubadalah.id – Beruntunglah kita yang mendapat rezeki dalam bentuk teman yang baik. Bagaimanapun manusia adalah makhluk sosial yang tak bisa lepas dari bantuan orang lain. Salah satunya hadir dalam bentuk pertemanan.
Teman yang baik kerapkali terasa seperti keluarga, apalagi di tanah rantau yang tak satu pun ada sanak saudara di tempat baru tersebut, maka teman lah yang akan kita andalkan dalam berbagai keadaan.
Pada momen wisuda kuliah misalnya, berat sekali menghadapi perpisahan dengan teman-teman baik yang harus pulang ke daerah masing-masing. Sedih rasanya jika mengingat kapan lagi bisa berkumpul bersama mereka mengingat daerah asal satu dan lainnya yang tak berdekatan. Berangkat dari latar belakang yang berbeda beda, bagaimana keterpautan hati antar teman ini dapat terjadi?
Teman memiliki pengaruh yang besar terhadap kehidupan seseorang. Sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah, bahwasanya;;
“Seseorang itu tergantung agama temannya. Maka hendaknya salah seorang dari kalian melihat siapa temannya” (HR. Ahmad dan Tirmidzi).
Beruntunglah yang dalam hidupnya terberkati teman baik, karena nyatanya tak semua orang diberkati dengan rezeki demikian. Ada seseorang yang menjadi lebih baik sebab diajak temannya ke jalan kebaikan, sebaliknya ada juga yang justru tersesat dalam keburukan sebab terikut pada kebiasaan buruk temannya.
Lingkungan Pertemanan
Sebagaimana perumpaan jika berteman dengan penjual minyak wangi, maka kita akan ikut terkena wanginya, dan apabila berteman dengan pandai besi, makan akan tercium pula baunya. Selain itu, ada juga seseorang yang ternyata tidak punya teman yang mampu menerima diri apa adanya. Sering kita temui seseorang yang rela berbohong dan berpura-pura hidup mewah hanya demi gengsi agar diterima di lingkungan teman-temannya.
Tuntutan gaya hidup di lingkungan pertemanan yang tidak sesuai kemampuan dapat membuat seseorang rela berdebat dengan orang tuanya. Lalu menjual barang-barang di rumah, mencuri, atau bahkan terlibat dalam kejahatan lainnya.
Pertemanan yang demikian alih-alih memberi kenyamanan, justru memberi tekanan. Pada hakikatnya seseorang memilih berteman untuk saling meringankan beban kehidupan. Misalnya: saling membantu dalam pekerjaan, tempat berbagi cerita suka dan duka, atau saling berbagi kebermanfaatan.
Dalam kehidupan pertemanan yang sudah sangat erat dan dekat, semakin kita mengenal rupanya akan semakin banyak kesamaan yang kita temukan.
Berawal dari saling nyambung dalam obrolan, lama-lama ternyata baru tahu jika saling memiliki kebiasaan yang sama, selera humor yang sama. Bahkan untuk yang sudah sangat dekat, sesama teman bisa langsung nyambung dan paham akan kode-kode tertentu sesederhana lirikan mata masing-masing.
Teman Satu Frekuensi
Hal demikian ternyata sudah dijelaskan dalam hadis Nabi, riwayat Imam Muslim, dari Abu Hurairah, dan diriwayatkan pula oleh Imam Bukhari secara muallaq dari Aisyah.
“Roh-roh itu bagaikan tentara-tentara yang satu. Jika mereka saling kenal, maka mereka akan menyatu dan kapan mereka tidak saling kenal, maka mereka akan berselisih”.
Demikian pula, Imam Malik bin Anas berkata bahwa, “Manusia itu mirip dengan burung. Burung akan bersatu dengan sejenis dengannya. Merpati akan gabung dengan merpati. Gagak dengan gagak, itik dengan itik. Itik akan gabung dengan itik”.
Hal yang sangat baik dari Abdullah bin Mas`ud tentang hal ini, ”Jangan kamu tanya tentang seseorang ia suka kamu atau tidak. Tapi perhatikan dirimu. Lihat dirimu. Kalau kamu suka sama dia, maka ia pun suka kamu. Jika tidak, maka juga tidak“.
Dari penjelasan beberapa hadis tersebut, cukup menjelaskan bahwa di manapun kita akan bertemu dengan teman yang se-frekuensi. Tidak perlu berpura-pura menjadi orang lain, atau ikut-ikutan ke dalam tren pergaulan masa kini yang tidak benar. Di manapun kita harus teguh dengan prinsip kebenaran yang kita jaga, dan tidak perlu khawatir akan sendirian.
Ragam Sifat Manusia
Beragam sifat manusia kita jumpai dalam kehidupan ini. Beberapa punya banyak teman, beberapa lagi satu pun tak punya. Ada orang yang begitu disukai sekitarnya, ada pula seseorang yang tak bisa dekat dengan sekitarnya. Bagaimanapun seperti yang kita tahu, bahwa hati manusia sesungguhnya adalah milik Allah, maka Allah pula yang menggerakkan hati manusia untuk condong dan menyukai siapa.
Sesuai firman Allah dalam hadits kudsi, hadist Jibril,
“Allah jika cinta seorang hamba, maka Allah akan panggil Jibril, ”Saya cinta fulan, maka cintai orang itu juga”. Jibril umumkan juga pada penduduk langit, “Allah cinta pada fulan, maka wahai malaikat, cintailah fulan tersebut”, penduduk langit akan cinta padanya. Penduduk bumi juga akan cinta pada orang tersebut”.
Dengan siapapun kita berteman saat ini, semoga teman yang dengannya kita merasa nyaman dan aman memang seorang yang Allah cintai. Kita pun menjadi yang Dicintai pula sebab berteman dengan hamba yang dicintaiNya. []