Mubadalah.id – Salah satu dari pancaindra yang manusia miliki adalah mulut. Mulut merupakan bagian tubuh yang sangat penting fungsinya, selain untuk makan dan minum, mulut membantu manusia untuk saling berkomunikasi dan lain sebagainya. Selain itu juga sebagai penentu menjadi muslim sejati. Bagaimana bisa? Berikut penjelasannya.
Bicara tentang mulut, tentu kita sering mendengar “Mulutmu Harimaumu”, slogan tersebut sudah tidak asing lagi di telinga kita, sebuah slogan yang sarat makna dan filosofis. Jika kita tilik dari kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), slogan ini masuk dalam kategori peribahasa.
Sedangkan makna dari peribahasa tersebut yaitu “Keselamatan dan harga diri kita bergantung pada perkataan kita sendiri”. Maksudnya adalah kalimat apapun yang nantinya keluar dari mulut akan menentukan dampak yang akan kita terima. Baik berupa respon yang positif atau negatif.
Firman Allah swt. dalam surat An-Nur ayat 24 berbunyi:
يَّوۡمَ تَشۡهَدُ عَلَيۡهِمۡ اَلۡسِنَـتُهُمۡ وَاَيۡدِيۡهِمۡ وَاَرۡجُلُهُمۡ بِمَا كَانُوۡا يَعۡمَلُوۡنَ
Artinya: “Pada hari (ketika) lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.”
Ayat tersebut menjelaskan tentang kesaksian mulut, tangan dan kaki di hari akhir kelak. Konsekuensi yang akan didapat tidak akan bisa kita hindari, semua ucapan akan mendapat balasannya. Jika banyak kebaikannya, maka selamat. Sebaliknya, jika banyak buruknya maka urung dari keselamatan.
Kriteria Muslim yang Baik
Rasulullah saw. menggambarkan kriteria muslim yang baik dan beriman ditandai dengan anggota badan yakni mulut dan tangan. Berikut bunyi sabda nabi saw:
المُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ)
Artinya: “Muslim yang sempurna imannya adalah seseorang yang orang muslim lainnya selamat dari gangguan lidah dan tangannya” (Muttafaqun ‘alaih).
Dalam hadis lain Rasulullah saw. bersabda:
وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَــقُلْ خَــــيْرًا أَوْ لِيَـصـــمُــتْ
Artinya: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam” (HR. Bukhari).
Melalui hadis di atas Rasulullah saw. memberi “rambu” kepada umat Islam agar senantiasa menjaga mulut dan tangan agar tidak menyakiti saudara muslim lain. Salah satunya dengan cara bertutur yang baik yaitu dengan menggunakan kalimat yang lembut, menyenangkan hati dan tidak menyinggung perasaan.
Namun apabila ia sedang tidak sanggup untuk berbicara yang santun, hendaknya diam saja. Maksud diam di sini adalah agar terhindar dari terpelesetnya lisan dari perkataan-perkataan yang buruk. Sehingga tidak membahayakan diri sendiri dan juga orang sekitar.
Obat Hati Adalah Mengingat Allah
Syukur apabila di setiap nafas kita selalu diiringi dengan berzikir dan bermunajat kepada Allah swt., tiada hal yang nikmat di dunia ini kecuali selalu ingat kepada yang telah menciptakan kita. Sesuai dengan potongan surat Ar-Ra’d ayat 28 yang berbunyi:
..اَلَا بِذِكْرِ اللّٰهِ تَطْمَىِٕنُّ الْقُلُوْبُ
Artinya: “..Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati akan selalu tenteram.”
Mungkin kita lupa bahwa malaikat Raqib dan ‘Atid telah diutus oleh Allah swt. khusus untuk mengawasi gerak-gerik mulut manusia, mulai dari ucapan yang baik seperti doa, zikir, salam, bersalawat dll. hingga ucapan yang buruk seperti ghibah, adu domba, memfitnah, berbohong dan sebagainya, semuanya itu tercatat lengkap dan tak lepas sedikitpun dari intaian malaikat.
مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
Artinya: “Tak ada suatu kalimat pun yang diucapkan melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaf :18)
Tips Berteman Menurut Kitab Hikam
Bukti bahwa mulut dapat memberikan pengaruh yang besar dapat kita lihat dari perkataan ‘Amr bin Ma’ad, beliau merupakan salah seorang panglima perang sahabat Rasulullah saw. sekaligus sahabat Umar bin Khattab saat menjadi khalifah. Sahabat ‘Amr bin ‘Ash berkata:
الكلام اللين يلين القلوب التي هي اقسى من الصخر، والكلام الخشن يخشن القلوب التي هي انعم من الحرير
“Tutur kata yang lembut dapat meluluhkan hati sekeras batu sekalipun. Dan kata-kata yang kasar dapat mengeraskan hati selembut sutera sekalipun.”
Begitu pula dalam pergaulan dan bersosialisasi, kita disarankan hanya mencari teman yang berbudi dan beretika. Ada dua tips mencari teman yang baik agar tidak salah circle menurut Syekh Ibnu ‘Atha’illah dalam kitabnya Al-Hikam yaitu:
(1) Jangan berteman dengan orang yang keadaannya tidak membuat kita bersemangat;
(2) Jangan berteman dengan orang yang ucapannya tidak membimbingmu ke jalan Allah.
Tips pertama mengarahkan agar menghindari orang-orang yang hidupnya tidak jelas, suka menyia-nyiakan waktu, membuat gaduh, melakukan perundungan kepada yang lebih muda, tidak menghargai selayaknya teman, dan sebagainya.
Melihat tips yang kedua, dapat kita jadikan cerminan bagi diri kita sendiri sebagai introspeksi bahwa selain dilarang berteman dengan orang yang ucapannya dapat melalaikan kita dari Allah, kita juga dilarang mengajak orang lain dengan nada ucapan yang dapat melenceng dari jalan Allah.
Berpikir Sebelum Mengungkapkan Sesuatu
Beberapa cara mengelola mulut ketika bicara dalam Islam, di antaranya adalah menghindari sikap berlebihan dalam berbicara, tidak memotong dan membantah pembicaraan, dan berpikir dahulu sebelum berbicara.
Semua itu berlaku di dunia nyata dan sosial media. Hendaknya selalu menjaga dan mengontrol diri agar tidak ada penyesalan setelah mengungkapkan sebuah pernyataan, sebisa mungkin menghindari perdebatan yang dapat berujung menjadi konflik dengan lawan bicara.
Namun banyak manfaat apabila kita mampu mengelola lisan. Dengan lisan maka dapat mempengaruhi orang lain, mulut mampu menggerakkan orang-orang yang semula lemah menjadi lebih kuat dan bersemangat. Mulut dapat berfungsi sebagai peluit bagi orang-orang yang siap melakukan ibadah seperti kumandang azan tanda salat berjamaah kita mulai.
Mari saling tanamkan di dalam hati pepatah ini: سَلَامَةُ اْلإِنْسَانِ فِي حِفْظِ اللِّسَانِ Artinya: “Keselamatan manusia terletak dalam menjaga lisannnya.” Wallahu a’lam. []