• Login
  • Register
Rabu, 21 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom

Ketika Para Penyintas Kekerasan Saling Bicara dan Mendengarkan

Zahra Amin Zahra Amin
03/10/2022
in Kolom
0
Penyintas Kekerasan Saling Bicara

Ketika Para Penyintas Kekerasan Saling Bicara dan Mendengarkan

61
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.Id-Artikel akan membahas tentang ketika para penyintas kekerasan saling bicara dan mendengarkan.  Kemarin, tepatnya Sabtu 1 Desember 2018 saya berkesempatan membersamai proses Speak Up bareng sahabat Cherbon Feminist, yang digawangi Nurul Bahrul Ulum. Dalam kesempatan itu, saya mendengarkan seluruh peserta yang hadir untuk bicara, tentang apa yang sudah pernah mereka alami terkait dengan pelecehan dan kekerasan seksual.

Dari semua cerita yang telah mereka sampaikan, saya membuat beberapa catatan. Pertama, kebanyakan pelaku tindak kekerasan adalah orang dekat, tapi belum tentu keluarga. Bisa sahabat, atau tetangga di sekitar rumah.

Kedua, peristiwa pelecehan dan kekerasan lebih sering terjadi di lingkungan pendidikan. Bahkan dalam satu kasus pernah dilakukan oleh oknum guru Pendidikan Agama Islam. Dan di kasus lain pelaku merupakan dosen kampus Islam Negeri yang notebene harusnya memberi contoh bagaimana seharusnya agama memuliakan perempuan, tidak malah menghancurkannya.

Baca juga: Belajar dari Korban Kekerasan Seksual; Waspadai Orang Terdekat

Maka di sinilah menurut saya pentingnya saling bicara dan mendengarkan, agar kita semakin mengetahui jika pelecehan dan kekerasan seksual terhadap perempuan itu ada dan nyata di sekitar. Lekat dan dekat dengan kehidupan kita sehari-hari.

Baca Juga:

Dari Kasus Nenek SA: Hukum Tak Lagi Melindungi yang Lemah

Tonic Immobility: Ketika Korban Kekerasan Seksual Dihakimi Karena Tidak Melawan

Bagaimana Hukum Aborsi Akibat Perzinaan?

Bagaimana Hukum Fikih soal Tingginya Angka Kematian Ibu Akibat Aborsi Tak Aman?

Karena terkadang kita menganggap sesuatu yang mungkin dianggap sebagai pelecehan atau kekerasan seksual itu tindakan yang biasa saja dan lumrah terjadi. Apalagi jika itu juga dialami oleh anak-anak perempuan yang masih bersekolah di tingkat dasar atau sekolah menengah.

Menganggap bahwa apa yang dilakukan oleh oknum guru sebagai bentuk perhatian, padahal senyatanya merupakan tindakan pelecehan seksual. Seperti bersalaman dengan memegang tangan dalam waktu yang lama, sambil menggerak-gerakkan jari tangan, menepuk pantat dan bagian tubuh yang sensitif atau menarik (jepret) tali BH dari balik punggung.

Yang paling berbahaya itu ketika pelecehan dan kekerasan seksual menjadi lumrah terjadi. Dengan alasan “yang penting bukan gue korbannya”, dan bentuk sikap ketidakpedulian lainnya. Bukan tidak mungkin pelecehan dan kekerasan seksual pada akhirnya akan menjadi tradisi serta budaya bangsa ini. Maka takkan ada lagi masa depan yang aman dan gemilang bagi anak-anak perempuan kita.

Mengapa? Karena trauma akibat pelecehan atau kekerasan yang dialami perempuan tak cukup satu atau dua hari untuk terobati. Tak hanya satu atau dua bulan agar bisa sembuh seperti semula. Butuh waktu dan proses bertahun-tahun agar mampu menerima kenyataan jika bagian tubuhnya sudah tak utuh lagi.

Baca juga: Aktivis Cirebon Desak DPR-RI Sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

Menyadari hal itu maka penting pula kita mendorong segera disahkannya Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS). Dilansir dari Infografis laman Cherbon Feminist, Komnas Perempuan merilis 15 jenis kekerasan seksual yang tidak bisa dikenali dan belum diatur dalam sistem hukum nasional.

Karena kekerasan seksual semakin berkembang dan beragam bentuknya, sementara payung hukum yang mengaturnya sangat terbatas. Maka dari itu tidak semua jenis kekerasan seksual yang terjadi di masyarakat bisa diproses secara hukum, sebab memang perangkatnya belum ada.

Perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) cenderung menempatkan isu kekerasan seksual sebagai persoalan kesusilaan, sehingga pengaturannya lebih melindungi rasa kesusilaan masyarakat daripada rasa keadilan korban.

Padahal kekerasan seksual adalah kejahatan yang melanggar martabat kemanusiaan korban. Sehingga, ketika para penyintas kekerasan saling bicara dan mendengarkan secara tidak langsung turut menyuarakan aspirasi agar RUU PKS segera disahkan.

Baca juga: 5 Alasan Mengapa Kita Membutuhkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

Harapannya, payung hukum itu akan memenuhi rasa keadilan bagi korban, dan melindungi seluruh perempuan di Indonesia dari ketidaknyamanan akibat tindakan pelecehan dan kekerasan seksual. Jadi mari kita bergerak bersama dan mewujudkannya sekarang juga.

Demikian penjelasan ketika para penyintas kekerasan saling bicara dan mendengarkan. Semoga bermanfaat. []

Tags: cherbon feministhakhukumkekerasanKomnas PerempuankorbanKUHPpenyintaspidanaseksual
Zahra Amin

Zahra Amin

Zahra Amin Perempuan penyuka senja, penikmat kopi, pembaca buku, dan menggemari sastra, isu perempuan serta keluarga. Kini, bekerja di Media Mubadalah dan tinggal di Indramayu.

Terkait Posts

Peran Aisyiyah

Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan

20 Mei 2025
Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas

Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama

20 Mei 2025
Bangga Punya Ulama Perempuan

Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

20 Mei 2025
Aeshnina Azzahra Aqila

Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

20 Mei 2025
Kekerasan Seksual Sedarah

Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

19 Mei 2025
Inspirational Porn

Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!

19 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Bangga Punya Ulama Perempuan

    Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB dalam Pandangan Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan
  • KB dalam Pandangan Riffat Hassan
  • Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman
  • Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version