Mubadalah.id – Berhati-hatilah dalam menjalani hidup ini, terutama terhadap tiga fitnah dunia yaitu harta, tahta, dan wanita! Familiarkah dengan pernyataan tersebut?! Bahkan wanita/ perempuan dianggap menjadi fitnah dan cobaan terbesar bagi kaum laki-laki.
Kenapa? Karena dalam kasus perselingkuhan, perempuan yang salah. Dalam kasus kekerasan seksual dan pemerkosaan juga perempuan yang salah. Oleh sebab itulah perempuan dianggap menjadi sumber fitnah, sehingga penampilan dan aktivitasnya sangat dibatasi.
Banyak sekali pembatasan yang perlu perempuan terima dengan alasan untuk menjaga marwah sebagai perempuan. Sayangnya pembatasan ini justru tidak melibatkan pengalaman perempuan, seolah peraturan itu dibuat hanya untuk dipatuhi, jika tidak maka akan mendapat sanksi. Sanksinya pun gak main-main. Perempuan bisa dikucilkan oleh lingkungan sekitarnya hingga dianggap melakukan dosa.
Jika melihat pembatasan-pembatasan ini, sangat jelas bahwa perempuan dijadikan sebuah objek. Objek yang bisa membuat laki-laki meningkatkan hasrat seksualnya. Bisa disimpulkan kalau perempuan itu sebagai objek seksual.
Anehnya untuk menanggulangi permasalahan hasrat seksual yang mudah tersulut ini, perempuanlah yang perlu bertanggung jawab. Dibandingkan mencari solusi antara keduanya, laki-laki dan perempuan, justru lingkungan kita lebih memilih aktivitas perempuan yang perlu dibatasi.
Padahal kalau mau melihat dari sudut pandang bahwa perempuan juga sama-sama manusia yang memerlukan kebebasan dalam mengekspresikan identitas dirinya, maka kasus-kasus seperti yang disebutkan diatas membutuhkan peran dari keduanya, laki-laki dan perempuan.
Ketika perempuan ditugaskan menjaga marwahnya, maka laki-laki juga perlu melakukan itu. Namun yang terjadi justru malah sebaliknya. Laki-laki dianggap maklum ketika keluar malam dan tidak dilabeli sebagai laki-laki nakal. Berbeda dengan perempuan ketika keluar malam, justru akan dicap sebagai perempuan nakal dan menjadi sumber fitnah bagi keluarganya.
Tidak cukup tentang tidak boleh keluar malam, perempuan bahkan dilarang untuk berhias diri, menggunakan perhiasan, dan lebih baik tidak keluar rumah bagi beberapa kelompok ekstrem. Alasannya lagi-lagi akan menjadi sumber fitnah bagi laki-laki yang melihatnya. Dengan adanya pandangan seperti ini, muncullah ke permukaan salah satu ciri-ciri perempuan solehah adalah dia yang lebih suka berdiam diri di rumah. Dampaknya mereka yang percaya akan menunaikannya meski sebenarnya bisa jadi tidak mau melakukannya. Tapi karena balasannya adalah pahala, para perempuan ini akan mengupayakannya.
Hal lain yang menjadikan perempuan sebagai sumber fitnah ialah ketika perempuan menggunakan parfum. Tertulis jelas dalam konten artikel yang saya baca, aroma wangi parfum akan memfitnah laki-laki asing yang bukan mahramnya. Bagaimana kalau sumber wanginya itu berasal dari pewangi pakaian, apakah akan tetap diklaim sebagai sumber fitnah jugakah bagi perempuan?!
Sesederhana menggunakan parfum saja perempuan sudah menjadi sumber fitnah. Sedetail itu lingkungan kita membatasi cara berpenampilan dan aktivitas perempuan tanpa melihat konteksnya. Lagi-lagi benchmark yang digunakan untuk memperkuat alasannya adalah ajaran agama. Ketika ajaran agama disinggung, maka balasannya berarti pahala dan dosa. Jika mengambil kesimpulan sembarang, perempuan yang memakai parfum ini berarti telah melakukan perbuatan dosa.
Apalagi di era sekarang ini, aturan-aturan yang katanya untuk menjaga marwah perempuan semakin ngaco. Untuk menggunakan tas gendong (backpack) untuk berbagai keperluan saja perempuan dilarang menggunakannya dengan alasan menjadi sumber fitnah. Ini karena backpack dianggap membuat baju yang dikenakan menjadi ketat, sehingga memperlihatkan bagian bahunya. Larangan ini dibuat dengan tujuan agar hasrat laki-laki tidak tersulut.
Ya, saya pernah melihat konten tentang larangan menggunakan backpack untuk perempuan ini di instagram. Kontennya dibuat dalam bentuk infografis yang dibawahnya tertulis Bahasa Arab yang artinya tidak tercantum. Penggunaan Bahasa Arab ini pun seolah dijadikan legitimasi bahwa larangan menggunakan backpack ini benar adanya. Kalau gak boleh pakai backpack, kita harus pakai apa dong?
Baru-baru ini juga ada sebuah konten infografis yang menyebarkan paham tentang hukum memakai bra dalam Islam. Highlight-nya karena bra mengakibatkan bentuk payudara menjadi nampak dan membuat para perempuan nampak lebih muda sehingga menjadi sumber fitnah.
Saya pribadi merasa tidak habis pikir, ada ya oknum yang mengeluarkan fatwa seperti itu? Selalu yang menjadi sorotan dari perempuan itu sebagai objek seksual. Bahkan bra yang menjadi kebutuhan primer perempuan saja dianggap sebagai sumber fitnah. Masalah bra saja sampai mengeluarkan hukum yang membawa ajaran agama.
Kenapa yang membuat fatwa tentang bra itu tidak mencoba melihat dari sudut pandang perempuan juga ya?! Betapa perempuan merasa terkekang dan lelah dengan seluruh pembatasan yang ada. Saya kira fatwa itu dibuat bahkan tanpa merasa adanya empati terhadap perempuan. Jangankan mau mendengarkan pengalaman perempuan, sepertinya empatinya pun masih belum terasah. Semuanya diukur berdasarkan kebutuhan sepihak, bukan keduanya.
Jika diamati lebih lanjut, pembatasan-pembatasan yang diberlakukan kepada perempuan ini semakin tidak melihat konteks dibelakangnya. Bahkan ada juga konten yang menyatakan perempuan baligh yang belum menikah itu bagian dari sumber fitnah. Dikarenakan ia akan lebih suka mempercantik diri, sering keluar rumah, membuka aurat, senang memakai parfum, dan senang hangout bersama teman laki-lakinya.
Konsep-konsep perempuan sebagai sumber fitnah ini bagi saya sangat bertolak belakang dengan konsep self love dan sangat judgmental. Sangat terlihat larangan-larangan itu dibuat hanya berdasar pada sudut padang laki-laki saja. Perempuan sangat jelas tidak dilibatkan dalam merumuskan sebuah kebijakan bagi sesama perempuan. Hal inilah yang pada akhirnya membuat status sosial perempuan berada di bawah laki-laki yang masih dianggap wajar hingga saat ini.
Maka dari itu, menurut saya penting sekali kaum laki-laki belajar keadilan dan kesetaraan gender. Belajar juga mendengarkan pengalaman perempuan secara langsung. Tujuannya agar bisa lebih memahami kenapa perempuan pulang malam, memilih tidak menikah, memilih menghias diri, dan lain-lain. Pada dasarnya semua ini dilakukan sebagai bentuk dari self love yang selama ini sulit ditunaikan karena banyaknya pembatasan-pembatasan itu dan diancam dengan dosa.
Menurut saya, semua yang perempuan lakukan dalam penampilan dan aktivitasnya tidak ada setitik pun niat untuk menggoda laki-laki, tapi lebih kepada mereka memilih sesuatu yang nyaman untuk dipakai dan dilakukannya.
Saya yakin, semua perempuan pasti ingin melindungi dirinya sendiri dengan caranya masing-masing kalau pada akhirnya semua yang dilakukan menjadi sumber fitnah. Sebagai perempuan dewasa juga pasti akan tahu mana hal yang benar dan salah. Jadi, menurut saya pembatasan-pembatasan di atas tidak perlu diglorifikasi lagi, karena sudah tidak relevan dengan berbagai kebutuhan perempuan di era sekarang. []