Mubaadalah.id – Penulis Buku Qira’ah Mubadalah, Dr. KH. Faqihuddin Abdul Kodir, M.A mengatakan, agama Islam telah memberikan fondasi bahwa menikah adalah bagian dari kebaikan hidup. Karena dengan menikah memungkinkan pasangan suami istri (pasutri) mampu saling melakukan hal-hal yang membawa kepada kebaikan.
“Dengan menikah orang diingatkan untuk lebih banyak melakukan kebaikan. Pernikahan sebagai media memperkokoh, memperbanyak dan memperkuat ibadah,” kata Kiai Faqih saat pengajian ramadhan Kitab Mambaussa’adah di kawasan Yayasan Fahmina, Senin, 14 Mei 2019.
Dalam menikah juga, lanjutnya, terdapat relasi antar personal. Menurutnya, relasi ini mengajarkan untuk saling berbuat kemaslahatan baik suami maupun istri.
“Menikah itu mempertemukan orang yang tadinya berpisah atau sendirian, memungkinkan orang mampu melakukan hal-hal kebaikan hidup yang tadinya tidak bisa dilakukannya sendiri. Karena itu kita sering mendengar istilah nikah adalah ibadah,” tuturnya.
Tetapi ibadah ini, kata dia, bukan untuk memperbanyak menikah yang kemudian punya kesempatan untuk bisa banyak beribadah. Padahal di hadis-hadis lain disebutkan bahwa sunah tidak hanya menikah, termasuk makan, puasa, salat sunah, belajar dan lain-lain itu bagian sunah.
“Sunah itu artinya sesuatu yang dilakukan oleh Nabi dan dianggap baik,” tambahnya.
Selain itu, menurut Kiai Faqih, orang yang meninggalkan menikah dengan tujuan ibadah terus-menerus. Maka hal ini juga salah. Karena Nabi tidak pernah mengajarkan hal demikian.
“Nabi beribadah tidak terus-menerus tetapi ada ibadah ada perbuatan-perbuatan kebiasaan yang lain. Dan membiasakan antara ibadah dengan bukan ibadah itu bagian dari sunah. Jadi sunah itu bukan ibadah terus, bukan puasa terus,” tuturnya.
Oleh sebab itu, salah satu pendiri Yayasan Fahmina itu mengatakan, orang yang bukan bagian dari Nabi adalah orang yang membenci sunah-sunah Nabi. Begitupun dengan pernikahan, kalau tidak menikah saja maka tidak masalah. Tetapi kalau membenci pernikahan apalagi untuk ibadah itu yang salah.
“Tidak boleh keinginannya untuk beribadah puasa digunakan untuk mematikan syahwat seksnya, itu tidak boleh. Yang boleh itu mengontrol. Karena mengontrol itu bagian dari Islam,” ucapnya.
Lebih lanjut lagi, Islam itu justru membiarkan semua kehidupan manusia hidup berdampingan dan bersamaan dengan keinginan-keinginan yang bersifat spiritual. Karena itulah menikah adalah ibadah karena syahwat seksnya dilangsungkan dengan cara-cara yang halal.
“Dengan cara-cara yang membuat pasangan kita menjadi senang dan bahagia,” tutupnya. (RUL)