Mubadalah.id – Siapa yang tidak mengenal Habib Ali bin Muhammad bin Husein al-Habsyi? Beliau adalah ulama besar yang masyhur dalam hal keilmuan dan terkenal akhlaknya serta rasa hormatnya terutama kepada sang ibunda.
Salah satu kitab karyanya yaitu kitab Maulid Simtu ad-Duror tersebar dan terbaca hingga ke seluruh penjuru dunia. Kesuksesannya dalam belajar, berdakwah, mengarang kitab, dan lain-lain tidak lepas dari didikan dan baktinya kepada orang tua.
Dalam ajaran Islam, birrul walidain atau bakti kepada orang tua memang merupakan salah satu kunci kesuksesan seseorang dalam kehidupan di dunia maupun di akhirat kelak. Kesuksesan seseorang tidak dapat dipisahkan dengan peran orang tua. Oleh sebab itulah, kewajiban kita untuk menghormati, mencintai, dan berbakti kepada mereka.
Bakti dan cinta Habib Ali kepada ibunya, Hubabah Alawiyah binti Husein al-Jufri yang sangat luar biasa menjadi teladan umat di masa ini. Habib bahkan suatu waktu pernah mengatakan bahwa dirinya tidak merasa memiliki harta ataupun barang yang berharga selama sang ibu masih hidup.
Padahal Habib Ali memiliki harta yang barokah dan melimpah. Baginya semua yang ia miliki haruslah ia manfaatkan untuk membuat sang ibu ridha dan senang dengannya.
Berbakti itu Laksana Hutang
قال الحبيب علي الحبشي : ما أحسب انا معي شيئ او أملك شيئ وأمي في قيد الحياه فما املك كله حقها
Beliau berkata: “Aku tidak merasa memiliki sesuatu atau merasa mempunyai hak atas diriku selagi ibu masih hidup, karena yang aku miliki semuanya adalah milik ibuku.”
Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi bahkan juga pernah berkata:
ﻗﺎﻝ ﺍﻟﺤﺒﻴﺐ ﻋﻠﻲ ﺍﻟﺤﺒﺸﻲ : ﻟﻮ ﺇﺩﻋﺖ ﺃﻣﻲ ﺭﻗﻲ ﻭﺧﺮﺟﺖ ﻭﺑﺎﻋﺘﻨﺎ ﻓﻲ ﺍﻟﺴﻮﻕ ﻣﺎﺑﺎﺃﻧﻜﺮ
“Jika ibuku membawaku ke pasar dan berkata ini (Habib Ali) adalah budakku dan ibunya ingin menjualnya. Maka aku tidak akan memungkiri di depan orang kalau aku adalah budaknya.”
Sebuah pengajaran berharga bagi kita semua, di mana dewasa ini tidak sedikit anak-anak yang sangat pelit terhadap orang tuanya dan merasa berat hati jika ingin mengeluarkan sebagian uangnya atau sesuatu untuk ibu bapaknya. Padahal, sebagaimana ulama salaf menegaskan bahwa berbakti itu laksana hutang. Bahwa apa yang kita berikan kepada orang tua adalah hutang yang akan Allah bayar berlipat ganda.
Jika memberi hutang maka akan di bayar kebaikan yang lebih. Sebaliknya, kejelekan (akhlak buruk) yang kita berikan pada orang tua maka, balasannya adalah kejelekan dan rasa pelit yang akan dibayarkan oleh anak-anak kita nanti.
Buah Kesalehan Ibu dan Ayah
Kesalehan Habib Ali al-Habsyi telah tumbuh sejak usianya masih belia, hal tersebut sebab didikan kuat dari orang tuanya. Ayah beliau, Habib Muhammad bin Husein al-Habsyi merupakan seorang ulama besar dari kota Seiwun. Sedangkan ibunya, Hubabah Alawiyah adalah seorang perempuan salehah yang gigih membimbing dan mengajak orang-orang di sekitarnya untuk bersungguh-sungguh dalam menjalankan ajaran agama.
Meskipun tumbuh dan besar di lingkungan yang sederhana, ibunda Habib Ali merupakan perempuan terpelajar yang memiliki keimanan dan kecerdasan tinggi. Beliau bahkan menimba ilmu dari banyak ulama besar di Hadhramaut, Yaman. Sebagai seorang anak beliau juga sangat patuh dan berbakti kepada kedua orang tuanya.
Setelah menikah, Hubabah justru semakin aktif berdakwah dari satu kampung ke kampung lainnya. Beliau bersama suaminya gigih mengenalkan ajaran Islam kepada masyarakat yang pengetahuan agamanya sangat minim.
Pernikahan Hubabah Alawiyyah dan Habib Muhammad menjadi teladan kesalingan yang luar biasa. Mereka menikah bukan hanya untuk bersenang-senang atau sekedar mempunyai keturunan. Namun, pernikahannya diniatkan untuk menjadi pelayan agama Allah.
Mendidik di Tengah Kesibukan Dakwah
Akan tetapi, meski ibunda Habib Ali itu sangat sibuk dengan aktivitasnya di masyarakat, beliau juga berhasil menjadi ibu yang sangat dekat dengan anaknya. Seperti kepada Habib Ali, beliau dari kecil hingga usia 17 tahun selalu bersamanya.
Hubabah Alawiyyah sendiri yang turun langsung mendidik dan menanamkan akhlak mulia kepada Habib Ali dan memberi pengajaran serta lingkungan pendidikan terbaik. Beliau selalu membawa serta putranya untuk menghabiskan waktunya di masjid dengan salat, berdzikir, mengkhatamkan al-Quran, dan ta’lim.
Bahkan, ketika Habib Ali pergi ke masjid untuk menuntut ilmu di kota Qasam, Hubabah Alawiyyah akan mengantar jemput beliau karena khawatir bertemu dengan sembarang orang di jalan. Berkat usahanya dalam menjaga, memindik akhlak dan kebersihan zahir batin putranya tersebut, Habib Ali tumbuh menjadi seorang yang saleh, ‘alim, dan bijaksana seperti yang kita ketahui.
Wasiat Habib Ali Al-Habsyi
Teladan Hubabah Alawiyah memberi hikmah dan pengajaran kepada semua perempuan terkhusus sebagai seorang ibu. Demikian pula, teladan dan wasiat Habib Ali al-Habsyi menjadi penting untuk kita renungkan kaitannya dengan berbakti kepada ibu (dan ayah).
Beliau menasehatkan, tidak ada amalan yang manfaatnya paling besar di dunia ini selain birr al-walidain. Seorang anak akan mendapatkan kedudukan yang mulia di sisi Allah dan Rasul-Nya dikarenakan baktinya terhadap kedua orangtuanya.
Bentuk bakti kepada orang tua salah satunya adalah dengan mendoakannya, bahkan bentuk bakti itu harus dilakukan meskipun salah satu atau kedua orang tua telah meninggal dunia. Bahkan ulama mengatakan, indikator saleh tidaknya seorang anak dapat dilihat dari seberapa sering mereka mendoakan orang tuanya.
Habib Ali al-Habsyi memberi ijazah ‘ammah (artinya siapa saja boleh mengamalkan), yaitu doa birrul walidain sebagaimana dalam Alquran yang sebaiknya dibaca setiap selesai doa adzan sebanyak 5x. Juga setiap bakda shalat fardhu 3x, dibaca seusai salam, kemudian istighfar dan dalam kondisi sebelum mengubah posisi duduk tasyahud akhir.
رَبِّ اغْفِرْ لِيْ وَلِوَالِدَيَّ وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِيْ صَغِيْرَا ×٣
Rabbighfirli wa li walidayya warhamhuma kama rabbayani saghira
“Ya Allah ampunilah dosa-dosaku dan dosa kedua orang tuaku dan kasihanilah mereka sebagaimana mereka memelihara dan mendidik ku sejak kecil.”
رَبِّ اغْفِرْ لِيْ وَلِوَالِدَيَّ وارْحَمْنِي وَارْحَمْهُمَا واجْعَلْ الجَنَّةَ مَثْوَاهُمَا ومَأْوَاهُمَا ×٣
Rabbighfirli wa li walidayya warhamni warhamhuma waj’alil jannah matswahuma wa ma’wahuma.
“Ya Allah ampunilah dosa-dosaku dan dosa kedua orang tuaku. Rahmatillah aku dan kedua orang tuaku dan jadikanlah surga sebagai tempat kembali untuk keduanya.”
Jika kita menginginkan kelapangan hidup, doa ini lah yang akan menjadi wasilah pertolongan dan rahmat Allah turun, doa-doa dan permintaan lain yang kita panjatkan juga akan cepat dikabulkan olehNya. Wallahu musta’an.[]