Mubadalah.id – Seseorang yang beribadah bisa jadi karena didorong berbagai hal, baik yang bersifat duniawi seperti materi atau kepopuleran, bisa karena hal-hal ukhrawi seperti harapan pahala dan ketakwaan.
Ya, tentu saja beribadah karena dorongan ketakwaanya dan kecintaanya pada Allah Swt.
Tetapi bagi seorang wali, ada dorongan yang lebih mulia lagi. Yaitu cinta Allah Swt kepada seorang hamba.
Syekh Ramadan al-Buthi, ulama kharismatik dari Syria, pernah berkisah dalam salah satu ceramahnya. Bahwa ada seorang wali perempuan yang berkhidmah di rumah seorang ulama laki-laki.
Dalam salah satu malam yang pekat dan dingin, sang wali perempuan terbangun sebagaimana biasanya, untuk shalat tahajud.
Di antara do’a yang ditengadahkan sang wali tersebut adalah munajat berikut ini:
“Ya Allah, atas nama cinta-Mu padaku, teruslah memberiku taufik dan pertolongan agar aku bisa beribadah kepada-Mu”.
Do’a ini didengar sang tuan rumah, seorang ulama berpengaruh. Menurut ulama ini, munajat sang wali perempuan tadi kurang sesuai. Dia kemudian menunggu sampai sang wali perempuan selesai berdoa. Begitu selesai dari tahajud, sang ulama berkata kepadanya:
“Aku mendengar dirimu berdoa: Ya Allah, atas nama cinta-Mu padaku. Ini kurang elok. Berdoa tidak seharusnya demikian. Mungkin lebih baik jika diucapkan: Ya Allah, atas nama cintaku pada-Mu”, kata sang ulama.
“Tuan, bagaimana aku bisa bangun di malam gelap dan dingin ini, jika bukan karena cinta-Nya padaku? Bagaimana aku bisa tahajud dan beribadah jika bukan karena cinta-Nya padaku? Aku berharap cinta-Nya ini terus menjadi jalan yang mendorongku untuk selalu bisa beribadah kepada-Nya?”, kata sang wali perempuan.
Syekh Ramadan al-Buthi, masih dalam ceramah yang sama, mengapresiasi munajat sang wali perempuan.
Sebaiknya, kata Syekh al-Buthi, seorang mukmin lebih berbahagia dengan adanya cinta Allah Swt kepadanya. Melebihi bahagia atas ibadahnya yang banyak kepada Allah Swt.
Di sinilah posisi mulia yang ditempati sang wali tersebut. Beribadah karena merasa dicintai Allah Swt dan diberi taufik dari-Nya lebih mulia dari merasa bisa beribadah karena cintanya, kemauannya, dan kehendaknya.
(Catatan: Kisah ini terinspirasi dari ceramah Syekh Ramadhan al-Buthi yang terekam dalam situs ini: https://www.youtube.com/watch?v=hZUoBfX-I-Q). []