• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom

Kita Perlu Belajar Advokasi bagi Perempuan Penyintas Kekerasan

Ada tiga aspek yang membuat advokasi anti kekerasan terhadap perempuan menjadi khas dan berbeda dari advokasi yang dipahami secara umum.

Rizka Umami Rizka Umami
30/11/2020
in Kolom, Publik
0
Advokasi bagi Perempuan Penyintas Kekerasan

Advokasi bagi Perempuan Penyintas Kekerasan

201
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Pada Desember 2006, Komnas Perempuan lewat Sub Komisi Pengembangan Sistem Pemulihan Bagi Korban Kekerasan, sempat merilis sebuah dokumen berjudul ‘Advokasi Anti Kekerasan terhadap Perempuan; Pengalaman Forum Belajar Bersama Komnas Perempuan’. Dokumen dengan tebal 52 halaman itu ditulis oleh Eko Bambang Subiyantoro dengan beberapa pembaca kritis. Apa saja advokasi bagi perempuan penyintas kekerasan?

Ada tiga bab yang disampaikan dalam dokumen resmi ini. Pada bab pertama membahas tentang perbedaan konsep advokasi bagi perempuan korban kekerasan, peran advokasi dan prinsip-prinsip kerja advokasi anti kekerasan terhadap perempuan, serta penyempurnaan advokasi sebagai ruang pemulihan korban. Setidaknya ada tiga aspek yang membuat advokasi anti kekerasan terhadap perempuan menjadi khas dan berbeda dari advokasi yang dipahami secara umum.

Letak perbedaan tersebut ada pada aspek pelaku, yang tidak sekadar aktor negara, akan tetapi juga bisa dari orang terdekat seperti ayah, paman, kakak laki-laki maupun saudara lainnya. Selain itu, kekerasan terhadap perempuan tidak mengenal lokus. Ruang yang dianggap paling aman seperti rumah, pun bisa menjadi tempat terjadinya kekerasan. Kemudian dalam advokasi anti kekerasan terhadap perempuan juga mempertimbangkan adanya diskriminasi sistemik yang mengakar di masyarakat atau institusi kultural, sehingga kerja advokasi dalam hal ini lebih kompleks.

Dalam menjalankan advokasi anti kekerasan terhadap perempuan, ada enam prinsip ketat yang juga mesti dipahami, yakni advokasi harus bisa menjadi alat transformasi sosial, melakukan penguatan jaringan untuk mendukung kerja organisasi, mengutamakan hak atas kebenaran, keadilan sampai pada pemulihan fisik dan psikis korban, menjalankan advokasi dengan prinsip demokrasi dan dilaksanakan secara transparan, menyelenggarakan proses pasca-advokasi seperti pemulihan pada korban dan yang terakhir memberi perlindungan kepada perempuan yang mendampingi korban kekerasan (Subiyantoro, 2006, 8).

Kemudian di bab dua, penulis memaparkan strategi dan pengalaman dari tiga lembaga yang aktif menyelenggarakan advokasi bagi perempuan korban kekerasan. Tiga organisasi tersebut adalah Kelompok Perempuan Pro-Demokrasi (KPPD) yang ada di Surabaya, Women Crisis Center (WCC) Cahaya Bengkulu dan Lembaga Pemberdayaan Perempuan (LPP) yang ada di Bone. Dari ketiga forum belajar bersama tersebut diketahui bahwa proses advokasi bagi perempuan korban kekerasan menemui lebih banyak kendala persoalan dan sangat berbeda antara satu wilayah dengan wilayah lainnya.

Baca Juga:

Ketika Sejarah Membuktikan Kepemimpinan Perempuan

Qiyas Sering Dijadikan Dasar Pelarangan Perempuan Menjadi Pemimpin

Membantah Ijma’ yang Melarang Perempuan Jadi Pemimpin

Tafsir Hadits Perempuan Tidak Boleh Jadi Pemimpin Negara

Meski sama-sama getol memperjuangkan hak perempuan korban kekerasan, akan tetapi budaya masyarakat yang berbeda membuat langkah atau cara yang ditempuh untuk bisa memenuhi prinsip-prinsip advokasi anti kekerasan terhadap perempuan juga berbeda. Perbedaan ini bisa dilihat dari proses yang terjadi di KPPD Surabaya dengan proses yang dilalui LPP Bone.

Ketika KPPD Surabaya sudah bisa mendorong disahkannya Perda No. 9/2005 mengenai Penyelenggaraan Perlindungan Perempuan dan Anak, LPP di Bone masih perlu melakukan pendekatan kultural terlebih dahulu dengan tokoh adat dan tokoh agama setempat guna merealisasikan bentuk-bentuk penanganan bagi perempuan korban kekerasan.

Tapi meski memiliki perbedaan dalam prosesnya, ada lima aspek yang bisa ditangkap dari adanya forum belajar besama yang disampaikan oleh tiga lembaga tersebut, bahwa dalam proses advokasi, aspek utama yang dibutuhkan adalah persamaan persepsi antara korban, pendamping dan pihak-pihak yang terlibat dalam proses advokasi.

Kemudian proses advokasi juga membutuhkan dukungan dari luar, sehingga penting kiranya merawat jaringan atau membangun aliansi. Kapasitas kelembagaan juga menjadi aspek yang perlu diperhatikan, agar dalam menjalankan advokasi bagi korban kekerasan, prosesnya tidak berhenti di tengah jalan dan rawan ditunggangi kepentingan lainnya.

Kemudian di bab ketiga, penulis secara khusus menguraikan lebih lanjut tentang langkah-langkah yang bisa ditempuh guna membangun kapasitas kelembagaan. Pertama, membangun budaya organisasi yang kritis dan terbuka. Kedua, memperjelas mekanisme organisasi.

Ketiga. Memastikan tiap individu yang tergabung di dalam organisasi atau lembaga advokasi memiliki penguasaan dan keterampilan strategis dalam berorganisasi. Keempat, memastikan terpenuhinya sumber daya manusia yang berkualitas, memiliki kompetensi untuk menjalankan proses-proses advokasi.

Meski dokumen ini diterbitkan 2006 silam, akan tetapi masih cukup relevan dipelajari untuk konteks saat ini. Naskah ini penting dibaca oleh lembaga yang baru terjun untuk menangani kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan, tapi belum sepenuhnya memahami hak-hak korban dan perempuan pendamping korban.

Kerja advokasi adalah untuk kepentingan korban, memberdayakan dan memulihkan korban, bukan menyebabkan korban mengalami kekerasan untuk kedua kalinya. Maka dalam memahami kerja-kerja advokasi bagi perempuan korban kekerasan, perlu juga kiranya memiliki kepekaan pada kondisi korban, memahami hak kebenaran, keadilan dan pemulihan korban serta sadar terhadap hukum, baik dalam institusi formal maupun kultural. []

 

Tags: 16 HAKTPadvokasiKekerasan seksualperempuanRUU P-KS
Rizka Umami

Rizka Umami

Alumni Pascasarjana, Konsentrasi Islam dan Kajian Gender.

Terkait Posts

Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas

Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama

20 Mei 2025
Aeshnina Azzahra Aqila

Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

20 Mei 2025
Kekerasan Seksual Sedarah

Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

19 Mei 2025
Inspirational Porn

Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!

19 Mei 2025
Kehamilan Tak Diinginkan

Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

18 Mei 2025
Keberhasilan Anak

Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

17 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama
  • KB dalam Pandangan Islam
  • Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version