Mubadalah.id – Konflik berkepanjangan di Palestina, terutama di Gaza, tidak hanya membawa kehancuran fisik, tetapi juga memicu krisis kesehatan masyarakat, termasuk masalah sanitasi yang mendesak. Perempuan dan anak-anak merupakan kelompok yang paling rentan dalam menghadapi tantangan ini.
Sanitasi yang buruk di kawasan konflik di Palestina seperti Gaza berdampak langsung pada kesehatan, keamanan, dan kesejahteraan mereka. Dengan semakin terbatasnya akses terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi yang layak, mereka menghadapi risiko serius yang mengancam kesehatan fisik dan mental.
Dampak Konflik terhadap Sanitasi
Perang dan blokade yang berlangsung selama bertahun-tahun di Gaza telah menyebabkan kehancuran infrastruktur penting, termasuk sistem air bersih dan sanitasi. Menurut laporan UNICEF, lebih dari 90% air di Gaza tidak layak untuk diminum karena tercemar dengan limbah dan kadar garam yang tinggi.
Akibatnya, masyarakat di wilayah ini, terutama perempuan dan anak-anak, hidup dalam kondisi sanitasi yang sangat buruk. Saya mengutip dari UNICEF bahwa, “Anak-anak di Gaza hidup dalam kondisi yang sulit, dengan lebih dari 800.000 anak kekurangan akses air bersih dan berisiko terkena penyakit yang ditularkan melalui air kotor”
Kondisi air yang tercemar mengakibatkan penyebaran berbagai penyakit, terutama yang menyerang anak-anak. Laporan dari World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa setelah eskalasi konflik, lebih dari 136.000 kasus diare terlaporkan di antara anak-anak di bawah usia lima tahun. Jumlah ini 25 kali lebih banyak dari padasebelum konflik. Penyakit seperti diare, infeksi pernapasan akut, serta kudis dan infeksi kulit lainnya menjadi semakin umum akibat sanitasi yang buruk.
Dampak terhadap Perempuan
Perempuan di Gaza menghadapi tantangan besar terkait dengan sanitasi yang buruk. Mereka sering kali bertanggung jawab untuk menyediakan air bersih bagi keluarga mereka, dan dengan akses air yang sangat terbatas, beban ini menjadi semakin berat.
Menurut UNICEF, perempuan harus berjalan jauh untuk mendapatkan air, yang sering kali tidak aman untuk mereka konsumsi. Kekurangan air bersih juga mempengaruhi kebersihan pribadi mereka, terutama selama menstruasi. Di mana kurangnya fasilitas sanitasi yang layak membuat banyak perempuan merasa tidak aman dan terancam privasinya.
Selain itu, sanitasi yang buruk juga memperburuk kondisi kesehatan reproduksi perempuan. Kurangnya akses terhadap fasilitas yang memadai membuat perempuan rentan terhadap berbagai infeksi. Hal ini berdampak langsung pada kesehatan mereka secara keseluruhan.
Di tempat-tempat pengungsian yang padat, fasilitas sanitasi yang minim sering kali tidak memberikan privasi yang cukup, sehingga perempuan juga rentan terhadap pelecehan seksual.
Dampak terhadap Anak-anak
Anak-anak di Palestina, terutama di Gaza, sangat terpengaruh oleh krisis sanitasi ini. Sanitasi yang buruk memicu wabah penyakit yang dapat dicegah, seperti diare dan infeksi pernapasan. WHO melaporkan bahwa pada tahun 2024, kasus diare pada anak-anak di Gaza meningkat drastis. Lebih dari 136.000 kasus tercatat hanya dalam beberapa bulan pertama setelah eskalasi konflik.
Penyakit ini sangat berbahaya bagi anak-anak, terutama mereka yang di bawah usia lima tahun, karena dapat menyebabkan dehidrasi dan kematian jika tidak tertangani dengan baik.
Tidak hanya kesehatan fisik, pendidikan anak-anak juga terpengaruh oleh krisis sanitasi. Banyak sekolah di Gaza tidak memiliki fasilitas sanitasi yang memadai, yang membuat lingkungan belajar menjadi tidak kondusif.
Anak-anak perempuan khususnya sering terpaksa melewatkan sekolah selama menstruasi karena tidak ada fasilitas sanitasi yang layak di sekolah mereka. Hal ini berkontribusi pada tingginya angka putus sekolah di kalangan anak-anak perempuan di Gaza.
Urgensi Tindakan dan Tantangan
Tantangan dalam memperbaiki kondisi sanitasi di Palestina, khususnya di Gaza, sangat besar. UNICEF dan UNRWA (Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina) terus berupaya memberikan bantuan darurat. Termasuk memperbaiki akses air bersih dan membangun fasilitas sanitasi yang lebih baik di sekolah-sekolah dan komunitas.
Namun, blokade dan serangan yang terus berlangsung membuat upaya ini sulit mereka lakukan. Selain itu, keterbatasan sumber daya dan aksesibilitas juga menjadi kendala utama.
Sebagai contoh, dalam tiga bulan pertama setelah eskalasi konflik, UNICEF melaporkan bahwa sebanyak 179.000 kasus infeksi saluran pernapasan akut dan lebih dari 55.000 kasus kudis terjadi di Gaza. Kasus-kasus ini menunjukkan betapa mendesaknya kebutuhan akan perbaikan sanitasi dan infrastruktur kesehatan.
Sanitasi adalah kebutuhan dasar yang seharusnya terpenuhi dalam kondisi apa pun, termasuk dalam situasi konflik. Di Palestina, khususnya di Gaza, perempuan dan anak-anak menghadapi tantangan besar akibat krisis sanitasi yang terus memburuk.
Kurangnya akses terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi yang layak meningkatkan risiko penyakit, mengancam kesehatan dan keselamatan mereka. Upaya internasional untuk memperbaiki kondisi ini harus terus kita dorong, dengan fokus pada penyediaan fasilitas sanitasi yang memadai dan akses air bersih yang aman.
Seperti yang UNICEF laporkan, tanpa perbaikan segera pada sistem sanitasi, perempuan dan anak-anak di Gaza akan terus menghadapi risiko kesehatan yang serius. Oleh karena itu, sangat penting bagi komunitas internasional untuk memberikan dukungan yang lebih besar guna membantu masyarakat Palestina mengatasi krisis sanitasi yang mendesak ini. []